Beristirahat dengan Lagu 'Tanya' Dere

Dicky Setyawan
Mahasiswa Universitas Surakarta.
Konten dari Pengguna
21 September 2021 10:20 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Dicky Setyawan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Lagu "Tanya" Dere, dan makna-nya. Freepik.com
zoom-in-whitePerbesar
Lagu "Tanya" Dere, dan makna-nya. Freepik.com
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Sebagai mahluk hidup, ada yang membedakan antara manusia dan hewan, yaitu kecerdasan. Kecerdasan, memang anugerah yang patut disyukuri dari manusia, di sisi lain kadang ia menjadi bumerang. Dengan kecerdasannya, manusia kadang memikirkan terlalu banyak hal. Pernahkah kamu memikirkan pertanyaan semacam, “kenapa meja dinamakan meja?” di tengah malam, berputar-putar mencari jawaban, lantas tertarik mempelajari linguistik.
ADVERTISEMENT
Jika iya, Dere dengan lagu “Tanya”-nya menawarkan pendengar untuk sejenak beristirahat. Seperti kata Dere sendiri, bahwa lewat lagunya Dere mengajak kita “Untuk sejenak berhenti memikirkan pertanyaan-pertanyaan yang ada di kepala. Dan lebih menikmati waktu atau momen saat ini yang kita punya.” Dilansir dari Fimela.com.
Lalu ke lagunya, di bagian verse, jebolan "The Voice Kids Indonesia" ini mengingatkan bahwa, kita hanya manusia yang lahir tak berdaya, lantas berusaha hidup “Dan dewasa terpaksa memikul raya.” Sejenak menjadi pengingat pada kecongkakan manusia, sebelum kita memikirkan dan menginginkan banyak hal, kita hanya bayi manusia yang tak berdaya.
Verse yang mengingatkan saya pada kutipan Yuval Harari tentang manusia, bahwa “Manusia terlahir prematur. Anak kuda langsung berlari tak lama sesudah lahir; anak kucing meninggalkan ibunya untuk mencari makan sendiri ketika usianya baru beberapa minggu. Bayi manusia bergantung selama bertahun-tahun kepada manusia-manusia yang lebih tua, demi memperoleh pangan, perlindungan, dan pendidikan.”
ADVERTISEMENT
Setelah sejenak diingatkan, bahwa pada dasarnya kita berawal dari bayi manusia tak berdaya, di bagian chorus Dere memberi pesan, bahwa, banyak hal yang tidak akan kita tahu, maka “Sejenak berhenti bertanya. Nikmati saja waktu yang kita punya.” Selebihnya, kira-kira begitu pesan inti dari lagu ini, seperti yang diungkapkan Dere sendiri “Untuk sejenak berhenti memikirkan pertanyaan-pertanyaan yang ada di kepala.”
Lagu ini lahir di masa pandemi, serta dikerjakan dengan gaya yang pandemi banget, lewat daring. Ya, Dere mengerjakannya bersama salah satu penyanyi solo pria yang sudah kita kenal secara populer, Tulus. Masa pandemi dengan segala pembatasannya, tidak saja membuat Dere sendiri terbatas ruang geraknya dalam mengerjakan lagu, tapi juga membuat lagunya makin related untuk didengarkan di momen sekarang.
ADVERTISEMENT
Maklum saja, selama pandemi 98 persen anak muda Indonesia merasakan kesepian, begitu data menurut survei yang dilakukan Intro The Light dan Change.org. Dan barangkali kesepian merupakan salah satu pemicu dari overthinking.
Sebagaimana tema cinta, overthinking belakangan juga menjadi tema yang umum dipakai musisi dalam beberapa tahun terakhir. Bukan hanya semata didorong oleh faktor pandemi, sebelum pandemi, beberapa musisi utamanya di tanah air pun sudah menawarkan tembang-tembang healing untuk mengatasi overthinking.
Seperti yang kita tahu, Kunto Aji dan Hindia sudah mengawalinya dengan cara populer, dan barangkali menjadi salah dua yang paling sering diputar para barista di banyak coffee shop. Tapi saya percaya, setiap lagu memiliki magisnya sendiri, kendati membawa pesan yang hampir serupa. Begitu juga Dere dengan “Tanya”nya.
ADVERTISEMENT
Bagi saya, lagu-lagu healing ala Hindia akan terdengar dan terasa seperti menampar pendengar atas segala kesibukan urban dan keduniawian. Sedangkan healing ala Kunto Aji terdengar seperti merangkul insan-insan yang lelah. Sementara mendengarkan “Tanya” Dere, saya terasa ditemani dalam istirahat, atas naluri manusia dengan kecerdasannya untuk terus bertanya, serta melelahkan kepala.
Lantas, apakah kalian sudah menemukan jawaban “kenapa meja bisa dinamakan meja?” entahlah. Semoga kalian tak berusaha ikut mencari tahu jawabannya, begitu pun saya. Lebih baik beristirahat, dan menikmati waktu yang kita punya saja. Bukankah, selain kecerdasan, waktu merupakan hal mahal yang kita punya? “Sakmadyone”, begitu kata orang Jawa.