Cerita Railfans: Melajukan Hidup dengan Berburu Foto Kereta di Pinggiran Rel

Dicky Setyawan
Mahasiswa Universitas Surakarta.
Konten dari Pengguna
6 Agustus 2021 8:54 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Dicky Setyawan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Foto kereta api. Sumber: https://www.instagram.com/muhammadghaleh/
zoom-in-whitePerbesar
Foto kereta api. Sumber: https://www.instagram.com/muhammadghaleh/
ADVERTISEMENT
Ini cerita pertemuan saya dengan seorang teman yang pernah menjadi rekan kerja saya di restoran, selama saya bekerja sembari kuliah. Perkenalan yang juga menjadi perkenalan saya dengan hobinya. Namun kami lama tak bertemu, hingga WhatsApp menjadi penghubung kembali hubungan kami.
ADVERTISEMENT
Galih, begitu ia dipanggil. Perkenalan pertama saya dengannya berujung saling bertukar username Instagram, seperti lazim-nya kebiasaan manusia di zaman serba konten ini, yang juga membuat saya mengenalnya lebih dari sekadar mas-mas biasa, terutama hobinya.
Loh, kok IG-mu isinya kereta semua, toh?” tanya saya saat pertama kali mengikuti Instagramnya.
Ho’oh, aku pecinta kereta, kok,” jawabnya lantas lanjut menerangkan sambil berbincang intim di belakang tembok restoran.
Katanya, ia sering menghabiskan jeda panjangnya sebagai cleaning service restoran, yang kebetulan delapan jam kerjanya dibagi menjadi dua waktu. Pagi untuk persiapan restoran, jeda panjang di siang hari, dan lanjut dari sore sampai malam. Di sela itu Galih gunakan untuk hunting foto kereta di pinggiran rel kota Solo. Pun di hari liburnya ia habiskan untuk menyinggahi satu kota ke kota lain, hanya untuk berburu angle kereta.
ADVERTISEMENT
Namun, di beberapa kesempatan saya malah lupa menanyakan banyak hal, yang membuat saya menanyakan kembali di WhatsApp kali ini, bahkan saya lupa menanyakan sebutan untuk hobinya.
Railfans, itu sebutan umumnya. Sebenarnya ada komunitasnya, tapi aku memilih independen, yang join komunitas kebanyakan yang senior,” jawabnya di WhatsApp.
Baginya, enam tahun menjadi Railfans adalah kesenangan tersendiri, juga tak masalah baginya menjalani hobinya sendiri. Toh, ia juga tetap bisa mendapatkan teman kala melakoni hobinya sendiri, entah kebetulan saling sapa atau janjian lewat media sosial. Jelas mudah bagi orang mengenali hobinya, lha, Instagram-nya saja isinya cuma foto kereta.
Bagi pemuda yang tinggal di daerah yang mengagumi bus cepat ala Mira dan Sumber Kencono seperti saya, railfans sendiri belum begitu tertancap di benak ketimbang bus mania. Lantas membuat saya penasaran. Bagaimana ia mendapatkan wangsit untuk menggeluti hobinya.
ADVERTISEMENT
“Awalnya karena kebiasaan keluarga yang sering ke Jakarta naik kereta, ditambah Bapakku dulu pegawai restorasi (kereta makan). Aku sering diajak naik kereta, lalu pas gede ganti senang hunting dan trip-trip-an sampai sekarang,” balasnya.
Bagi saya, kesenangannya terhadap kereta memang gila, bukan perkara hobinya yang asing di telinga saya, tapi juga pengorbanannya. Ia pernah berdarah-darah mempertahankan jam kerja yang jeda panjangnya yang sering ia luangkan untuk hobinya. Awalnya, pihak restoran tempat kerjanya dulu, pengin agar Galih tak perlu repot bolak-balik pagi dan malam untuk memenuhi delapan jam kerjanya, cukup datang di pagi hari, lantas delapan jam kerjanya tak perlu lagi dibagi menjadi dua waktu. Lebih enak, pikir pihak restoran.
Tapi Galih menentang, dengan berbagai alasan, seperti “Sudah telanjur nyaman,” ia utarakan kepada pihak manajemen restoran. Padahal alasan yang tak berani ia utarakan, sebenarnya ia cuma khawatir tak bisa menjalani hobinya berburu kereta di siang hari. Pun mungkin cuma saya kala itu yang tahu alasannya tak mau berganti jam kerjanya. Seringnya saya ngobrol intim membuat saya cepat akrab kala itu, sekalipun saya terhitung sebagai orang yang paling telat mengenalnya.
ADVERTISEMENT
Dari hobinya ia juga pernah menjadi bahan gosip rekan kerjanya, lantaran alasan mengapa ia menolak jam kerja baru, serta beberapa alasan lain seperti kala ia mengunggah video launching kereta di hari yang sama saat ia menulis surat izin sakit serta membuatnya absen selama sekitar tiga hari.
“Oh, dulu itu foto lawas, memang dulu pada curiga?” klarifikasinya lewat WhatsApp sore itu.
Dan ia baru menyadari kenapa dulu ia pernah merasa dikucilkan, cuma perkara salah paham. Saya juga lupa menjelaskan padanya dulu. Ah, rasanya waktu berjalan begitu. Pun katanya setelah saya telat memberi tahu, bahwa itu merupakan salah satu nggak enaknya ia menjalani hobi-nya “Banyak problemnya,” katanya lagi.
Kegilaan lain, tentu soal ongkos untuk menjalani hobinya. Untuk dalam kota sebenarnya tak masalah, cuma modal nyawa, gawai Android, dan jam kerja yang tak diganti. Pun kalau mau pakai kamera, ia tinggal meminjam kamera rekan kerjanya.
ADVERTISEMENT
Lanjut menerangkan via WhatsApp, ia kalau ke luar kota bisa habis sekitar Rp 50 ribu untuk trip yang paling murah, hingga sepertiga sampai setengah gajinya selama sebulan untuk ongkos sekali perjalanan pulang-pergi dari Solo ke Bandung, hingga Surabaya sebagai yang paling mahal.
Selain keluar ongkos, ia bahkan mungkin tak mendapat dan mengharap keuntungan selain “Bisa punya banyak wawasan, pengalaman dan punya banyak teman yang satu tujuan dan jauh. Serta mengembangkan kegiatan yang positif,” katanya.
Terakhir saya tahu kabarnya sebelum kembali berbincang di WhatsApp, ia dulu sempat lolos untuk ikut tes masuk PT KAI. Setelah kepo kembali, katanya ia tak lolos di tahap awal, sekalipun “kereta” sudah mendarah daging dari kebiasaan, hobi sampai feed-nya di Instagram.
ADVERTISEMENT
“Tak terlalu dibutuhkan buat CV, aku saja nggak lolos tes tahap satu, sudah begitu dulu juga ditunda lagi, karena pandemi,” katanya lagi. Kendati Dewi Fortuna tak merestuinya untuk bekerja dalam laju kereta, nyatanya itu sama sekali tak menghentikan kecintaanya pada kereta.
Pun ketika ditanya soal harapan, ia hanya pengin, “Semoga lebih enak, nyaman dan gampang untuk hunting (foto kereta).” Dan satu yang menjadi harapan terakhirnya, ia cuma berharap hobinya bisa lebih dikenal dan populer di masyarakat, tentu agar ia makin banyak teman.
Galih hanya satu di antara sekian banyak orang yang mengorbankan uang, tenaga, dan pekerjaan untuk hobi-nya. Tanpa pamrih, begitu sentimentilnya ia memandang hobi, dan mungkin berburu foto kereta sebagai seorang railfans telah menjadi napas hidupnya. Seperti kutipan populer, “Jangan usik pria saat bersama dengan keluarganya, teman-temannya dan saat ia menikmati hobinya.”
ADVERTISEMENT