Podcast dan Kebutuhan Nongkrong di Masa Pandemi

Dicky Setyawan
Mahasiswa Universitas Surakarta.
Konten dari Pengguna
5 Agustus 2021 14:38 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Dicky Setyawan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi mikrofon. Sumber: Freepik.com
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi mikrofon. Sumber: Freepik.com
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Fenomena podcast tak jauh beda dengan fenomena olahraga sepeda yang menjadi tren masif semenjak pandemi. Menjamurnya sepeda, tak lepas dari kebutuhan masyarakat akan olahraga yang meningkat, guna meningkatkan imun tubuh. Pun demikian dengan podcast, yang merupakan pemenuhan alternatif dari sosialisasi yang makin terbatas di masa pandemi.
ADVERTISEMENT
Hadirnya pandemi cukup memangkas mobilitas kita, tak terkecuali kegiatan nongkrong. Terhitung, sejak merebak di tanah air, kegiatan yang identik dengan menghabiskan waktu ini makin sukar dilaksanakan, apalagi kurva Covid-19 tak kunjung menurun signifikan. Terbatasnya mobilitas dan kebutuhan akan nongkrong ini pada akhirnya melahirkan fenomena media, utamanya podcast. Dilansir dari Bisnis.com, selama 2020 terjadi peningkatan pendengar podcast tiga kali lipat di platform Spotify. Salah satu platform podcast terbesar.
Kehadiran podcast sebagai alternatif dari sosialisasi yang terbatas, juga makin diperjelas dengan hadirnya podcast-podcast dengan gaya tongkrongan, dengan durasi waktu yang cenderung panjang. Tentu, ini menjadi pembeda yang menarik antara media podcast dengan media konvensional semacam radio, di mana radio sendiri cenderung membatasi durasi penyiar dalam menyelingi lagu. Sementara, di podcast, pengisi suara (podcaster) bisa menghabiskan setengah jam hingga satu jam, tanpa jeda iklan dan lagu.
ADVERTISEMENT
Kesan nongkrong memang lekat dengan podcast. Podcaster juga mendapat kebebasan dalam berkarya, kadang mengesampingkan efisiensi obrolan, tanpa editan, saling memotong obrolan antara pengisi suara hingga obrolan yang mengalir bebas. Anda bisa menghitung berapa kali pengisi suara mengulang opening di ‘Loh Kok Podcast’, atau para pengisi suara berputar-putar dalam menentukan jembatan menuju tema di ‘Podcast Agak Laen’. Sebagian besar dijalankan dengan spontanitas layaknya kegiatan nongkrong, bahkan tanpa editan setelahnya.
Tak bisa dipungkiri, maraknya podcast bergaya nongkrong juga diperkuat dengan banyaknya podcaster yang menjadikan podcast sebagai media alternatif dalam berkarya. Ya, tidak ada tuntutan durasi di podcast, sebagian cenderung membiarkan konten-konten tanpa sensor. Tak heran, kebebasan itu dieksplorasi sebebas-bebasnya oleh sebagian besar podcaster, kebebasan yang tidak podcaster dapatkan dari media lain seperti televisi dan radio. Ya, sebagian podcaster (utamanya di Top Chart) juga aktif di media konvensional lain semacam televisi dan radio.
ADVERTISEMENT
Sisi baiknya, kehadiran podcast bergaya nongkrong tersebut menjadi alternatif bagi masyarakat, utamanya anak muda akan kebutuhan sosialisasi yang makin sulit didapatkan semasa pandemi, dengan tanpa harus keluar rumah dan meminimalisir kerumunan di masa pandemi. Pun pendengar bebas menentukan beragam bahasan dengan mudah, dan makin mudah dengan makin menjamurnya podcast di Indonesia.
Sebaliknya, podcast-podcast bergaya nongkrong ini juga tak jauh beda dengan kegiatan nongkrong itu sendiri. Pertanyaannya, pernahkan kalian pulang larut malam saat nongkrong? Saya pikir sering, bahkan sewajarnya nongkrong mungkin begitu. Hal demikian pula yang bisa menjadi efek lanjut dari podcast bergaya nongkrong itu sendiri, bisa membuai pendengar untuk terlalu larut dalam obrolan. Apalagi sebagian besar berdurasi panjang, dan barangkali Anda terkadang menunggu sekian menit basa-basi, sebelum obrolan menuju ke inti.
ADVERTISEMENT
Makin mudahnya teknologi, semestinya juga membuat kita semakin bijak memanfaatkannya. Terutama podcast yang semakin mudah diakses ini. Atau mungkin Anda terlalu excited untuk mendengarkan obrolan beragam tema yang disajikan ringan, asyik dan mungkin diselingi tawa, tapi bukankah itu semua bukan alasan untuk tidak produktif di masa pandemi? Semestinya tidak.