Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.100.2
13 Ramadhan 1446 HKamis, 13 Maret 2025
Jakarta
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Konten dari Pengguna
Penyatuan Undang-undang Pemilu: Omnibus atau Kodifikasi?
10 Maret 2025 10:32 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Didik Supriyanto tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Sesuai putusan MK, bahwa pilkada adalah pemilu, DPR dan pemerintah hendak menyatukan undang-undang pilkada ke dalam undang-undang pemilu. Menggunakan metode omnibus atau kodifikasi?
ADVERTISEMENT
Dalam menghimpun beberapa peraturan perundang-undangan menjadi satu peraturan perundang-undangan dikenal beberapa konsep atau istilah hukum: unifikasi, kompilasi, kitab undang-undang, omnibus, dan kodifikasi. Lima istilah tersebut memiliki pengertian berbeda meski dalam derajat tertentu memiliki kesamaan pengertian, yaitu penyatuan hukum.
Unifikasi adalah penyatuan sistem hukum bagi seluruh warga negara. Sebagai ilustrasi, pada zaman kolonial dikenal dualisme hukum: bagi orang-orang Eropa berlaku hukum Belanda; bagi orang-orang non-Eropa berlaku hukum adat dan kebiasaan masing-masing. Sejak 1 Januari 2018 dualisme tersebut diakhiri setelah pemerintah Belanda memberlakukan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (Wetboek van Strafrecht voor Nederlandsch-Indië).
Kompilasi adalah buku hukum yang memuat bahan-bahan hukum tertentu, pendapat hukum, atau peraturan hukum. Contohnya adalah Kompilasi Hukum Islam yang terdiri dari tiga materi: Buku I Hukum Perkawinan, Buku II Hukum Kewarisan, dan Buku III Perwakafan. Kompilasi ini menjadi pegangan hakim Pengadilan Agama Islam dalam memutus perkara.
ADVERTISEMENT
Dalam sistem hukum Indonesia terdapat istilah kitab undang-undang yang sepadan dengan code dalam bahasa Inggris. Oxford Dictionary menulis, code adalah koleksi undang-undang yang sistematis. Black Law Dictionary menulis, code adalah koleksi sistematis, penambahan atau revisi undang-undang. Atau, himpunan peraturan yang tersusun secara sistematis berdasar subjek tertentu.
Dalam khasanah hukum Indonesia istilah omnibus jarang terdengar sampai pemerintah dan DPR membahas dan mengesahkan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU No 11/2020). Omnibus berasal dari bahasa Latin, omnis yang berarti semua, dan omnibus berarti untuk semua. Kamus Oxford Dictionary menulis, omnibus adalah buku yang memuat sejumlah karangan yang sudah dipublikasi secara terpisah. Sedangkan Black Law Dictionary menulis, mengandung dua atau lebih materi tak sama.
ADVERTISEMENT
Terakhir adalah kodifikasi yang berasal dari codificatie dalam bahasa Belanda dan codification dalam bahasa Inggris. Menurut Black Law Dictionary codification adalah proses mengumpulkan peraturan dan mengaturnya secara sistematis, biasanya berdasarkan subjeknya. Sedangkan The German Legal System menulis, kodifikasi adalah menstrukturkan hukum-hukum yang ada dan menampilkannya sebagai suatu perangkat undang-undang utuh.
Nah, dalam menyatukan undang-undang pilkada ke dalam undang-undang pemilu sempat terjadi perdebatan di kalangan DPR: menggunakan metode omnibus atau kodifikasi.
Beberapa anggota Badan Legislasi dan Komisi II DPR mengusulkan metode omnibus sebagaimana sudah dipraktikkan dalam UU No 11/2020 yang kemudian direvisi melalui UU No 6/2023. Apalagi di antara mereka juga terobsesi untuk merevisi semua undang-undang politik, seperti undang-undang parlemen, undang-undang partai politik, bahkan undang-undang pemerintah daerah ke dalam satu undang-undang omnibus politik. Jadi, metode omnibus bisa menata sistem pemerintahan secara komprehensif. Demikian bayangan mereka.
ADVERTISEMENT
Sementara anggota Badan Legislasi dan Komisi II DPR lain bersikap realistis, bahwa yang dibutuhkan segera adalah revisi undang-undang pemilu dan pilkada. Dua undang-undang ini harus disegerakan karena akan digunakan sebagai dasar hukum Pemilu 2029 dan pilkada berikutnya. Karena itu metode kodifikasi jadi pilihan. Sebab, UU No 7/2017 sebetulnya adalah kodifikasi dari tiga undang-undang yang sebelumnya berlaku (UU No 42/2008, UU No 15/20111, dan UU No 8/2012). Kini tinggal menambahkan UU No 1/2015 saja.
Metode omnibus diperkenalkan Presiden Jokowi saat memulai periode kedua (2019-2024). Ketika itu pemerintah bermaksud mempermudah investasi, namun terkendala oleh banyak ketentuan yang terdapat dalam sejumlah undang-undang. Maka tempuhlah metode omnibus, yakni membentuk undang-undang baru (UU No 11/2020), dengan menghapus sejumlah ketentuan di beberapa undang-undang yang berlaku.
ADVERTISEMENT
Namun metode yang dituangkan dalam UU No 11/2020 tersebut, dinilai Mahkamah Konstitusi mengandung cacat formal. Sebab metode tersebut belum diatur dalam Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UU No 12/2011). Dalam Putusan No 91/PUU-XVII/2020, MK membatalkan undang-undang tersebut karena metode omnibus memiliki landasan hukum kuat.
Pemerintah dan DPR kemudian mengubah UU No 12/2011 melalui UU No 13/2022 yang memasukkan metode omnibus ke dalam undang-undang tersebut. Pasal 64 (1b) UU No 13/2022 menyatakan, “Metode omnibus sebagaimana dimaksud pada ayat (1a) merupakan metode penyusunan Peraturan Perundang-undangan dengan: a. memuat materi muatan baru; b. mengubah materi muatan yang memiliki keterkaitan dan/atau kebutuhan hukum yang diatur dalam berbagai Peraturan Perundang-undangan yang jenis dan hierarkinya sama; dan/atau c. mencabut Peraturan Perundang-undangan yang jenis dan hierarkinya sama, dengan menggabungkannya ke dalam satu Peraturan Perundang-undangan untuk mencapai tujuan tertentu.”
ADVERTISEMENT
Metode omnibus sudah diterapkan undang-undang kesehatan dan sektor keuangan, kemudian dipakai untuk menghidupkan kembali UU No 11/2020 melalui Perppu No 2/2022. Perppu ini kemudian disetujui DPR sehingga menjadi UU No 6/2023. Undang-undang ini mengubah ketentuan-ketentuan yang terdapat di 79 undang-undang. Akibatnya, UU No 6/2023 sangat sulit dipahami. Selain itu, harmoni yang diharapkan terjadi juga tidak terwujud sepenuhnya.
Oleh karena itu, banyak pihak menolak gagasan membentuk undang-undang omnibus politik. Justru kehadiran undang-undang omnibus politik ini dapat menimbulkan kekacauan baru mengingat banyaknya ketentuan yang diubah yang tersebut tersebar di sejumlah undang-undang tanpa menghentikan berlakunya undang-undang tersebut.
Gagasan undang-undang omnibus politik reda sehingga untuk menyatukan undang-undang pilkada ke dalam undang-undang pemilu pilihan metode yang paling tepat adalah kodifikasi. Selain sudah diadopsi UU No 21/2011, metode kodifikasi juga sudah diperintahkan oleh Undang-undang Nomor 59 Tahun 2024 tentang tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2025-2045 (UU No 59/2024).
ADVERTISEMENT