Guru dan Dosen Melawan Kudeta Militer Myanmar

Didit Handika
Mahasiswa Pendidikan Sejarah Universitas Negeri Jakarta
Konten dari Pengguna
12 Maret 2021 17:09 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Didit Handika tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Sejak 1 Februari 2021, kekuasaan pemerintah Myanmar di kudeta oleh militernya karena menuduh hasil pemilihan umum di tahun 2020 yang memenangkan Partai Liga Nasional Untuk Demokrasi (NDL) di bawah pimpinan Suu Kyi telah melakukan kecurangan dan tidak patut untuk berkuasa.
Sumber : Dok. Al Jazeera
Semenjak kudeta tersebut, banyak sekali golongan masyarakat yang melakukan berbagai aksi demonstrasi hingga seruan kepada pembangkangan sipil massal terhadap berbagai kebijakan yang diserukan oleh militer.
ADVERTISEMENT
Menariknya aksi demonstrasi ini tak hanya dilakukan oleh kaum muda Myanmar. Guru dan Dosen di Myanmar pada 5 Februari 2021 menjadi kelompok terbaru yang bergabung dalam kampanye pembangkangan sipil. Beberapa dosen dan guru menolak untuk bekerja atau bekerja sama dengan pihak berwenang sebagai protes terhadap perebutan kekuasaan oleh militer.
“Kami tidak lagi akan bekerja dengan mereka. Kami ingin kudeta militer gagal, ” ujar Nwe Thazin Hlaing salah satu dosen di Yangon University Of Education.
Keikutsertaan para guru dan dosen merupakan bentuk kekecewaan mereka karena merasa militer telah bertindak menjauhkan negara Myanmar pada tradisi demokrasi yang baru saja mereka bangun bersama-sama.
Seorang guru bernama Khin mengatakan Militer telah memerintah kami selama lima dekade. Butuh begitu banyak upaya bagi kami untuk mendapatkan demokrasi dan itu hilang begitu saja dalam semalam. Kami tidak lagi mengharapkan sesuatu yang baik dari negara ini.”
ADVERTISEMENT
Bahkan para guru dan dosen pun menyerukan kepada para murid-murid mereka untuk dapat berjuang bersama mengembalikan kembali kekuasaan pemerintah kepada NDL agar mereka dapat hidup lebih demokratis.
Meskipun perjuangannya berat, rakyat Myanmar tidak pernah kehilangan harapan.
“Cara warga berhasil menjaga semangat mereka, tetap bersatu dan terus berjuang selama hampir sebulan berturut-turut sekarang, tidak peduli apa yang dilemparkan militer kepada kami, membuat saya merasa berharap dan juga bangga,” ujar Yvonne salah satu murid kelas internasional di Yangon.
Pengunjuk rasa anti-kudeta berdiri di belakang barisan perisai darurat saat berdemonstrasi di Yangon, Myanmar, Selasa (9/3). Foto: AP Photo