Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Kita Pergi Hari Ini: Ke Antara Imajinasi dan Realita Sosial
12 Desember 2023 16:06 WIB
Tulisan dari Dienda Mutiara Faqih tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Novel “Kita Pergi Hari Ini” karya Ziggy Zesyazeoviennazabriezkie menghadirkan beragam elemen sosial yang sangat menarik. Novel ini mengisahkan tentang Mi, Ma, dan Mo, yang diasuh oleh Kucing Luar Biasa bernama Nona Gigi karena Bapak dan Ibu Mo harus bekerja untuk mencari uang. Bersama dengan anak tetangga mereka yang kembar, Fifi dan Fufu, Mi, Ma, Mo diajak berpetualang oleh Nona Gigi menuju Kota Terapung Kucing Luar Biasa, tempat tinggal para Kucing Luar Biasa seperti Nona Gigi.
ADVERTISEMENT
Selama perjalanan, mereka mengalami kejadian-kejadian menakjubkan dan bertemu dengan hal-hal yang memukau. Namun, salah besar jika kita menganggap novel ini sebagai sekadar kisah petualangan fantasi yang manis dengan anak-anak sebagai tokoh utamanya. “Kita Pergi Hari Ini” memiliki nuansa yang mengerikan dan gelap, juga sarat dengan sindiran, sarkasme, humor gelap, serta mengangkat isu-isu sosial yang mendalam. Mari kita telusuri dunia novel ini dengan penuh perhatian.
I. Isu-Isu Ketidaksetaraan di Kota Suara
Kota Suara adalah kota tempat tinggal Keluarga Mo, kota ini digambarkan sebagai kota yang namanya sudah ditenggelamkan oleh suara, kenapa? Karena di Kota Suara banyak sekali anak-anak hingga akhirnya orang-orang melupakan nama kota mereka dan mulai menyebutnya Kota Suara.
ADVERTISEMENT
Kota Suara bukan sekadar nama kota, tetapi juga cerminan ketidaksetaraan sosial dan ekonomi yang mendalam. Jumlah anak-anak yang jauh lebih banyak daripada orang dewasa menciptakan ketidakseimbangan yang mencerminkan masalah pertumbuhan populasi yang tinggi dan perubahan demografis yang signifikan. Fenomena ini menimbulkan isu perkawinan usia muda, tingginya angka kelahiran, dan konsekuensinya terhadap kondisi sosial dan ekonomi.
Dalam upaya mencari uang, masyarakat Kota Suara dihadapkan pada tantangan ekonomi yang sulit. Sumber daya yang pada awalnya mudah diakses kini habis atau dikuasai oleh kelompok tertentu, menciptakan ketidaksetaraan dalam distribusi kekayaan dan sumber daya. Orangtua harus bekerja keras untuk mencari nafkah, sementara ketidakseimbangan usia antara anak-anak dan orang dewasa membuat pendidikan dan peluang pekerjaan menjadi sulit diakses.
ADVERTISEMENT
Dalam konteks ini, dilema orangtua membagi peran antara mencari nafkah dan merawat anak-anak menjadi kompleks. Sirkulasi uang yang sulit ditemukan menunjukkan adanya krisis ekonomi di Kota Suara, dan masyarakat harus berjuang keras untuk mencari ‘Cara Lain’ dalam menghadapi ketidaksetaraan yang nyata.
Pada bab “Kota Suara” ini, kita diperlihatkan dinamika masyarakat Kota Suara seputar isu-isu ketidaksetaraan, baik ketidaksetaraan sosial, sumber daya, maupun ekonomi. Selain itu, kita dapat mengulik lebih dalam tentang peran pengasuhan orangtua, kebutuhan untuk keluarga, sekaligus pertambahan populasi yang tidak sebanding dengan pendapatan. Namun pada akhirnya, hidup adalah sebuah perjalanan yang penuh liku dan tantangan. Di tengah kompleksitas sosial dan ekonomi yang telah diuraikan sebelumnya, penduduk Kota Suara terus menjalani perjalanan mereka. Mereka berusaha mengatasi ketidaksetaraan, menemukan ‘Cara Lain’ untuk merawat anak-anak, dan mencari solusi kreatif dalam menghadapi tantangan sosial yang mereka hadapi.
ADVERTISEMENT
‘Cara Lain’ yang ditemukan oleh Bapak dan Ibu Mo adalah Kucing, Kucing Luar Biasa yang akan membawa anak-anak Keluarga Mo melakukan perjalanan dan petualangan yang dipenuhi dengan hal menakjubkan.
II. Perjalanan Penuh Air Mata di Sirkus Sendu
Mi, Ma, Mo, Fifi dan Fufu, bersama Nona Gigi melakukan perjalanan untuk pergi ke Kota Terapung Kucing Luar Biasa, kota tempat tinggal Nona Gigi. Mereka pergi dengan kereta air yang akan menjemput mereka dengan bayaran susu dalam perut, dan dipimpin oleh Kolonel Jagung. Untuk mencapai Kota Terapung Kucing Luar Biasa, mereka harus singgah di Sirkus Sendu.
Sirkus Sendu, sebuah tempat yang seharusnya menghibur, justru menghadirkan pemandangan yang mengerikan. Tangisan di sini memiliki makna yang kontrastif dengan masyarakat umum. Di Sirkus Sendu, tangisan dianggap sebagai bentuk ekspresi yang sah dan dihargai, menggambarkan norma sosial yang unik di lingkungan tersebut.
ADVERTISEMENT
Namun, di balik tirai Sirkus Sendu terungkap kekejaman dan pengorbanan yang mencengangkan. Anggota sirkus menjadi korban pertunjukan yang sadis, menciptakan landasan untuk analisis sosiologis tentang bagaimana masyarakat dapat merestui dan bahkan menikmati kekerasan sebagai bentuk hiburan. Ini mencerminkan bagaimana dinamika sosial dan tekanan kelompok dapat membentuk persepsi dan perilaku individu, bahkan dalam situasi ekstrem.
Pertunjukan yang brutal di Sirkus Sendu memberikan kritik terhadap eksploitasi individu dalam pertunjukan hiburan yang sering kita saksikan dalam kehidupan nyata. Hal ini menyentuh isu-isu etika dan moral dalam industri hiburan, di mana kekerasan dianggap sebagai bagian dari pertunjukan yang ‘menarik.’
Karena itu, Mi, Ma, Mo, Fifi dan Fufu menangis bersama pengunjung Sirkus Sendu lainnya, hingga mengakibatkan banjir air mata, sampai akhirnya hanya tersisa mereka di atas tatakan daun, menunggu denting suara yang mengisi udara dan membuat langit mendadak mendung untuk mengambil awan seputih tulang ayam dan seharum tahu sutra yang disebut Air, melanjutkan petualangan mereka menuju Kota Terapung Kucing Luar Biasa.
ADVERTISEMENT
Selamat datang di Kota Terapung Kucing Luar Biasa!
III. Eksploitasi, Moralitas yang Terdistorsi, Dominasi, dan Hirearki yang Tidak Adil di Kota Terapung Kucing Luar Biasa
Kota Terapung Kucing Luar Biasa adalah kota terapung tempat tinggal para Kucing Luar Biasa. Sama seperti penghuninya, Kota Terapung Kucing Luar Biasa juga luar biasa, hingga membuat Mi, Ma, Mo, Fifi dan Fufu menjadi kembali bersemangat.
Kota Terapung Kucing Luar Biasa memang luar biasa, tapi dalam arti lain yang membuka jendela pada perbandingan antara dua wilayah di dalam Kota Terapung Kucing Luar Biasa, yaitu Ibu Kota dan daerah lainnya. Nona Gigi menjelaskan perbedaan yang mencolok di antara keduanya. Di Ibu Kota, terdapat beragam makhluk, termasuk anak-anak yang berpakaian rapi, Kucing-Kucing Luar Biasa, serta berbagai jenis hewan ternak seperti sapi, ayam, kuda, dan domba. Semua makhluk ini digunakan dalam berbagai konteks, termasuk sebagai sumber makanan dan bahan pakaian.
ADVERTISEMENT
Nona Gigi, seorang pemandu lokal, membuka mata anak-anak Mi, Ma, Mo, Fifi, dan Fufu terhadap realitas pahit: eksploitasi sosial dan hierarki yang tidak adil. Kota ini, sementara tampak ajaib, menjadi panggung bagi penggunaan sistematis makhluk lain, termasuk anak-anak, sebagai sumber daya untuk kepentingan Kucing Luar Biasa.
Di Ibu Kota Kota Terapung Kucing Luar Biasa, anak-anak melihat anak-anak berpakaian bagus, Kucing-Kucing Luar Biasa dengan pakaian bahkan lebih bagus, dan hewan ternak digunakan untuk berbagai kebutuhan, dari susu hingga bahan pakaian. Ironi sosial muncul ketika norma perlakuan terhadap hewan dan manusia terbalik; anak-anak dianggap sebagaimana hewan dalam masyarakat kita. Ini mengajukan pertanyaan kritis tentang bagaimana norma sosial dapat bervariasi secara signifikan tergantung pada konteksnya.
ADVERTISEMENT
Penjelajahan lebih lanjut mengungkapkan dinamika sosial yang lebih dalam, di mana anak-anak menyaksikan Kucing Petugas Sampah yang menggambarkan dengan dingin proses pemangsaan anak-anak oleh Kucing-Kucing Luar Biasa. Pemandangan mengerikan ini menciptakan ironi sosial, menyoroti eksploitasi manusia terhadap sesama manusia, bahkan dalam konteks fiksi. Kisah ini menjadi alegori untuk isu-isu sosial dalam masyarakat manusia, seperti eksploitasi anak-anak, perbedaan kelas sosial, dan kekejaman kultural.
Secara keseluruhan, pada bab “Kota Terapung Kucing Luar Biasa” berisi tentang pengeksploitasian pada manusia terutama anak-anak, yang juga dapat menjadi sindiran untuk manusia tentang eksploitasi hewan. moralitas yang tercemar, dominasi yang kuat, hirearki sosial yang tidak adil, adalah elemen serta komponen penting dalam novel ini yang mencerminkan isu-isu sosial yang krusial. Penggunaan narasi fiksi memungkinkan pengarang untuk menggambarkan realitas sosial yang rumit sehingga dapat diperdebatkan tanpa harus menangani kontroversi langsung dalam masyarakat nyata. Dalam bab “Kota Terapung Kucing Luar Biasa,” pengarang menggunakan narasi fiksi untuk menggambarkan realitas sosial yang sulit dengan cara yang membuat pembaca berpikir dan merenung. Sama seperti Mi, Ma, Mo, Fifi dan Fufu yang merenungkan tentang kenyataan bahwa mereka dalam bahaya, bahwa mereka harus pergi, hingga akhirnya memulai misi, ‘kita pergi hari ini.’
ADVERTISEMENT
IV. Kesedihan dan Pengkhianatan di Jalur Cahaya
Mi, Ma, Mo, Fifi dan Fufu akhirnya memulai misi ‘kita pergi hari ini,’ namun pada akhirnya, tidak semua dari mereka bisa pergi hari ini. Ketika itulah, mereka menyadari bahwa mereka telah dikhianati.
Mo akhirnya membuat kesimpulan meski semuanya terlalu berat untuknya. Dapur-dapur di kereta air menggambarkan tentang situasi rumit yang menimpa orang-orang atau penghuni kereta air, yang tidak bisa pulang atau kembali, juga tidak bisa pergi atau turun, karena takut mati oleh para Kucing Luar Biasa. Mereka hidup dalam penderitaan dan kesedihan yang tidak pernah berakhir. Reaksi Mo yang menangis untuk mereka mencerminkan kedalaman empati dan kepeduliannya terhadap nasib sesama manusia. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya peran emosi dalam analisis sosiologi sastra, di mana emosi memainkan peran sentral dalam membentuk pemahaman karakter dan membawa pembaca terlibat dalam isu-isu sosial yang dihadapi oleh karakter dalam kisah tersebut. Begitu juga untuk memahami karakter Ma dengan emosinya.
ADVERTISEMENT
Menyoroti tentang pentingnya pengetahuan dalam memahami realitas sosial. Ma akhirnya mengetahui kondisi sebenarnya dari dapur-dapur di bawah lantai kereta air. Dia menyadari bahwa dapur-dapur ini dibangun oleh anak-anak yang telah dikhianati dan bahwa anak-anak ini akhirnya mati di Kota Terapung Kucing Luar Biasa. Ini mencerminkan pengkhianatan dan ketidakadilan dalam masyarakat di mana anak-anak, yang seharusnya dilindungi dan diperlakukan dengan baik, malah menjadi korban eksploitasi dan kekejaman. Hal ini mengubah cara Ma melihat dunia di sekitarnya dan memunculkan perasaan perlawanan juga kesedihan.
Pada bab ‘Jalur Cahaya’ tereksplorasilah kondisi sosial yang rumit dan penuh ketidakadilan, bagaimana individu-individu, terutama anak-anak, menjadi korban sistem yang kejam dan pengkhianatan oleh para penguasa, dalam hal ini Bangsa Kucing Luar Biasa. Mereka terperangkap dalam kondisi yang tidak memungkinkan mereka untuk pergi atau bahkan untuk bertahan hidup. Ini mencerminkan ketidakadilan sosial yang dihadapi oleh individu yang lemah dan terpinggirkan dalam masyarakat. Meski pada akhirnya Mi, Ma, Mo dan Fufu bisa pulang, namun kesedihan, ketakutan, dan pengkhianatan memeluk mereka dengan erat atas semuanya.
ADVERTISEMENT
V. Cara Lain di Rumah Merah Nomor 17
Mi, Ma, Mo dan Fufu terbangun di Rumah Merah Nomor 17, rumah Keluarga Mo. Mereka menangis dan membuat keributan yang memekakkan setelah mengakhiri perjalanan dan petualangan mereka ke Kota Terapung Kucing Luar Biasa. Meskipun Ibu Mo dan Ibu Tetangga Sebelah tidak mengatakan bahwa mereka hanya bermimpi buruk, tapi anak-anak tahu bahwa mereka telah benar-benar pergi ke Kota Terapung Kucing Luar Biasa dan mereka kehilangan Fifi, yang para ibu yakini bahwa Fifi tidak pernah ada.
Rumah Merah Nomor 17 menjadi panggung dari kenyataan mengerikan yang melibatkan ‘Cara Lain.’ Para ibu, dalam tindakan yang kejam dan tidak bertanggung jawab, memilih untuk meninggalkan anak-anak mereka kepada Nona Gigi, yang terlibat dalam sistem eksploitasi yang mengerikan. Tindakan ini menciptakan rasa kecewa dan kekejian, menggambarkan ketidakpedulian mereka terhadap nasib anak-anak.
ADVERTISEMENT
Melalui sudut pandang Ma, terkuaklah kenyataan tentang maksud sebenarnya dari ‘Cara Lain.’ Praktik eksploitasi manusia yang mengerikan menjadi terang-benderang, di mana anak-anak mereka digunakan sebagai sumber daya untuk memenuhi kebutuhan Kucing Luar Biasa. Ini menyoroti situasi di mana orangtua, terbatas waktu dan uang, lebih memilih untuk membuang anak-anak mereka daripada mengemban tanggung jawab terhadap mereka. Karena itu, Ma melakukan perlawanan.
57 tahun dari hari kejadian, Terbitlah sebuah buku secara anonim berjudul,
Mengikuti terbitnya buku kontroversial tersebut, Ma, beserta tiga anak lainnya, Mi, Mo, dan Fufu yang dirawat di rumah sakit jiwa sejak pertama dimasukkan di usia 6 tahun, tidak hanya berada di situasi yang membahayakan, pada akhirnya mereka mati dengan mengenaskan. Dan saat prosesi penguburannya, seekor Kucing bergaun hijau lumut mengintip dari balik pohon. Hingga tiga hari setelahnya, kuburan-kuburan mereka digali, dan tulang, gigi, serta rambut dari para mayat itu diambil.
ADVERTISEMENT
Hal ini memperlihatkan bagaimana kekuasaan dan dominasi dari rezim penguasa dimanfaatkan untuk menekan suara-suara yang berusaha mengungkap kebenaran mengenai tindakan sewenang-wenang mereka. Buku anonim berjudul “Pengetahuan Terlarang dalam Laci dalam Lemari: Edisi Lemari 9020, Laci 2—Cara Membungkam Anak-Anak yang Tahu: Kebohongan dan Manipulasi” merupakan wujud dari usaha untuk mengungkapkan kebenaran, yang menjadi kontroversial. Namun, sayangnya, bukannya membuka mata masyarakat akan kebenaran tersebut, buku ini justru membawa malapetaka bagi Ma, Mi, Mo, dan Fufu yang akhirnya menjadi korban tindakan pembunuhan yang sangat mengerikan oleh rezim penguasa. Bahkan saat upacara pemakaman mereka, seorang Kucing yang mengintip dari balik pohon menunjukkan bagaimana kekuasaan dapat tersembunyi dan terus mengawasi tindakan mereka bahkan setelah kematian.
Pada bab terakhir kita, “Rumah Merah Nomor 17,” terungkaplah dengan jelas bahwa sejak awal Cara Lain yang baik itu tidak benar-benar ada. Bab ini menunjukkan ketidakpedulian, keegoisan, perilaku tidak bertanggung jawab, kekejaman, penyalahgunaan kekuasaan, juga kebenaran yang bisa melegakan, menyakitkan, menakutkan, sekaligus mematikan. Namun kebenaran harus selalu diungkapkan agar hal-hal mengerikan seperti yang terajut dalam fiksi “Kita Pergi Hari Ini” hanya ada di dalam fiksi.
ADVERTISEMENT
***
Dalam novel Kita Pergi Hari Ini karya Ziggy Zesyazeoviennazabrizkie, analisis sosiologi sastra mengungkapkan lapisan-lapisan sosial yang kompleks. Bab “Kota Suara” mencerminkan ketidakseimbangan usia, ketidakadilan ekonomi, dan dilema orangtua. “Sirkus Sendu” menggambarkan perbedaan norma sosial dan kekejaman dalam budaya hiburan. Pada “Kota Terapung Kucing Luar Biasa,” eksploitasi manusia dan ketidakadilan sosial mendominasi. Bab “Jalur Cahaya” menyoroti pengkhianatan terhadap individu lemah, sementara “Rumah Merah Nomor 17” menampilkan keegoisan, kekejaman, dan penyalahgunaan kekuasaan dalam masyarakat. Keseluruhan, novel ini menggabungkan fiksi dengan realitas sosial untuk merangsang pemikiran pembaca tentang isu-isu penting dalam masyarakat. Dengan demikian, karya sastra adalah cerminan yang kuat dari dunia di sekitar kita, dan analisis adalah kunci untuk membuka makna yang tersembunyi dalam setiap halaman.
ADVERTISEMENT