Konten dari Pengguna

Foto: Umat Hindu Bali di Denmark Gelar Persembahyangan Hari Kuningan

Dieny Maya Sari
Just an ordinary person who loves the sky too much and befriends with the wind.
4 Agustus 2019 2:21 WIB
clock
Diperbarui 6 Agustus 2020 13:18 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Dieny Maya Sari tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Perayaan Kuningan di Denmark (Dok. KBRI Kopenhagen)
zoom-in-whitePerbesar
Perayaan Kuningan di Denmark (Dok. KBRI Kopenhagen)
ADVERTISEMENT
Umat Hindu Bali yang tinggal di Denmark melaksanakan ritual persembahyangan untuk merayakan Hari Raya Kuningan di halaman KBRI Kopenhagen, Sabtu (3/8/2019).
ADVERTISEMENT
Hari Raya Kuningan yang jatuh pada Sabtu, 3 Agustus 2019, merupakan akhir dari rangkaian Hari Raya Galungan yang merupakan kemenangan atas Dharma (kebenaran) melawan Adharma (kebatilan). Kuningan sendiri bermakna lebih kepada pengendalian dan intropeksi diri.
Menurut ajaran Hindu Bali, Hari Kuningan adalah saat kembalinya para Hyang ke Kahyangan setelah berstana di bumi untuk memberikan aura suci sejak lima hari sebelum Hari Raya Galungan. Galungan dan Kuningan adalah rangkaian hari raya besar umat Hindu Bali yang jatuh setiap 210 hari sekali, menurut kalender Bali.
Ritual persembahyangan dilakukan dengan khidmat (Dok. KBRI Kopenhagen)
Ritual persembahyangan dilakukan dengan khidmat untuk mengantarkan para Hyang ke Kahyangan melalui Puja Bhakti, dan dilakukan pada pagi hari karena dianggap sebagai waktu terbaik untuk menguatkan kebijaksanaan, sebelum jam 12 siang. Persembahyangan dipimpin oleh I Gede Widana, seorang tokoh masyarakat Hindu Bali di Denmark.
Warga non-WNI juga tampak mengikuti persembahyangan. Dok. KBRI Kopenhagen
”Merayakan Galungan dan Kuningan di Denmark sangat unik karena tidak hanya diikuti oleh masyarakat Bali yang tinggal di Denmark, tetapi juga oleh warga Denmark yang merupakan Friends of Indonesia. Acara ini kami tunggu-tunggu untuk melepaskan kerinduan akan kampung halaman karena walaupun tidak seramai di Bali, namun suasananya mirip seperti di Bali,” ujar I Gede Widana, yang sudah menetap di Denmark selama 20 tahun.
ADVERTISEMENT
Tidak hanya masyarakat Hindu Bali, warga Denmark pun mengikuti persembahyangan dengan khidmat (Dok. KBRI Kopenhagen)
Sebelum persembahyangan dimulai, para ibu melakukan Tari Rejang Renteng yang merupakan tarian sakral dan memberikan makna kepada semua orang yang ada di bumi untuk melepaskan ego pribadi.
Tari Rejang Renteng sebelum persembahyangan (Dok. KBRI Kopenhagen)
Menurut I Gede Widana, terdapat sekitar 60 keluarga asal Bali atau berketurunan Bali yang tinggal di Denmark. Sebagian besar dari mereka tergabung dalam perkumpulan masyarakat Bali di Denmark, yakni Krama Bali Denmark, yang baru didirikan satu tahun yang lalu. Kehadiran Krama Bali Denmark diharapkan dapat semakin menguatkan silaturahmi masyarakat Bali yang tinggal di Denmark.
Dok. KBRI Kopenhagen
Dok. KBRI Kopenhagen