Konten dari Pengguna

Memupuk Toleransi Melalui Manuskrip Risalat Hukum Kanun

Dika Melinda
Mahasiswi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
13 Desember 2020 20:51 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Dika Melinda tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Manuskrip adalah naskah tulisan tangan yang dihasilkan pada masa silam. Ilmu yang berfokus pada kajian naskah kuno (manuskrip) yaitu filologi. Manuskrip ditulis dengan berbagai bahasa dan aksara seperti bahasa Melayu aksara latin, bahasa Melayu aksara Arab (aksara Jawi), bahasa Bugis aksara Arab (aksara Serang), bahasa Jawa/Sunda aksara Arab (aksara Pegon), dan lain-lain. Maka, menguasai berbagai bahasa dan aksara adalah kunci utama untuk dapat membaca sebuah manuskrip.
ADVERTISEMENT
Melalui manuskrip kita dapat mengetahui dan mempelajari adat istiadat, hukum, sosial, kebudayaan, hingga cara berpikir suatu bangsa yang bersangkutan. Salah satunya manuskrip Risalat Hukum Kanun yang berisi tentang kehidupan sosial dan hukum undang-undang Melayu atau hukum kanun.
Hukum-hukum tersebut tidak hanya sekadar peraturan pemerintahan tetapi sekaligus sebagai adat Melayu pada masa itu. Mengingat setiap wilayah di Nusantara memiliki adat yang berbeda-beda, maka sangat penting mengedepankan sikap toleransi atas keberagaman yang ada. Begitu pula setelah mengenal hukum undang-undang Melayu, diharapkan tetap menjaga sikap toleransi atas hukum-hukum yang tertulis di dalam manuskrip Risalat Hukum Kanun.
Deskripsi Manuskrip Risalat Hukum Kanun
Manuskrip berjudul Risalat Hukum Kanun ditulis oleh Hillebrandus Cornelius Klinkert. Manuskrip Risalat Hukum Kanun terdiri dari 57 halaman dan diterbitkan pada tahun 1886. Kemudian Leiden University Libraries mempublikasikan manuskrip Risalat Hukum Kanun dalam bentuk digital. Manuskrip ini dapat diakses dan diunduh dalam website Leiden University Libraries yaitu https://digitalcollections.universiteitleiden.nl/.
ADVERTISEMENT
Manuskrip Risalat Hukum Kanun ini berbahasa Melayu dan bertuliskan aksara Arab atau lebih dikenal dengan sebutan aksara Jawi. Berdasarkan gambar digital, manuskrip ini berbentuk buku dan menggunakan kertas Eropa. Apabila gambar diperbesar terlihat jelas serat-serat garis pada kertas dan kondisi fisiknya masih sangat bagus.
Hal ini jelas menunjukkan bahwa manuskrip ini telah dilestarikan, dirawat, dan dijaga dengan sangat baik. Keunikan dari manuskrip Risalat Hukum Kanun terdapat aksara latin berbahasa Belanda di pertengahan halaman hingga halaman terakhir.
Memupuk Toleransi Melalui Manuskrip Risalat Hukum Kanun
Manuskrip Risalat Hukum Kanun berisi pasal-pasal mengenai hukum kanun yang terdiri dari 44 pasal di dalamnya. Halaman pertama tertulis judul Kitab Undang-Undang Melayu berisi tentang suatu risalah hukum kanun yaitu segala negeri yang besar dan kecil serta raja dan adat yang ta’liq. Raja-raja menyatakan dan menyerahkan segala hukum kepada orang-orang besar agar terpelihara lah segala raja-raja itu dengan segala rakyatnya.
ADVERTISEMENT
Bendahara diserahkan hukum tuan-tuan dan anak orang-orang besar, Temanggung diserahkan hukum mengenai barang yang dihukumkan di dalam negeri dan menangkap orang yang jahat di dalam negeri. Lalu Syahbandar diserahkan pasal menghukumkan segala dagang, anak yatim, segala yang teraniaya, dan adat.
Adat ini merupakan turun temurun dari zaman Sultan Iskandar Zulkarnain. Segala adat itu terhimpun pada segala menteri dan segala hukum dihimpunkan ke dalam pasal-pasal. Pasal pertama menyatakan adat majelis (perkumpulan) segala raja-raja, pakaian segala raja-raja, dan segala larangan raja-raja. Pasal kedua menyatakan hukum bahasa segala raja-raja.
Pasal ketiga menyatakan hukum segala orang-orang besar dan orang-orang yang mulia. Pasal keempat menyatakan hukum negeri yang ta’liq. Artinya, pada hukum kanun orang berbunuh-bunuhan atau menikam, mencuri harta orang, menuduh orang atau berdustakan hakim, berjual titah dan menyangkal titah raja dianggap bersalah dan hukumannya adalah dibunuh.
ADVERTISEMENT
Mungkin hukum dan adat Melayu yang ada di dalam manuskrip Risalat Hukum Kanun terkesan berlebihan, namun perlu diingat lagi bahwa semua itu adalah hukum yang dibuat raja semata-mata untuk memelihara pemerintahan dan rakyat dengan baik. Selain itu, hukum-hukum tersebut juga dijadikan sebagai adat Melayu yang merupakan adat turun temurun. Maka, dengan toleransi terhadap hukum dan adat yang tertulis di dalam manuskrip Risalat Hukum Kanun sama juga dengan memelihara adat leluhur.
Selanjutnya masih ada pasal-pasal lain yang menyatakan berbagai adat dan hukum kanun antara lain hukum orang yang berhutang, bertanam-tanaman, berjualan tanah, orang yang minum arak, memaki orang, zinah, fitnah, talak, khiyar, aqil baligh, orang yang murtad, dan orang yang menerima amanat.
ADVERTISEMENT
Selain itu terdapat juga hukum mengambil riba, orang yang bertuduh-tuduhan dan sangkal menyangkal, menawar anak dan istri orang, membawa lari dan menyembunyikan hamba orang, hukum kerbau dan lembu yang nakal di tempat jalan lalu lalang orang, hukum orang merdeka membunuh hamba orang, dan masih banyak lagi.
Perlu diketahui bahwa manuskrip hanya menjembatani pemahaman masa lalu dan masa kini. Jadi, tidak lah pantas untuk berpikir atau beranggapan apalagi sampai mencemooh bahwa hukum undang-undang Melayu tidak memiliki peri kemanusiaan dan lain sebagainya. Justru melalui manuskrip Risalat Hukum Kanun ini, sikap toleransi dapat dipupuk dengan mengetahui dan mengenal hukum undang-undang Melayu yang ada di dalamnya.
Sumber: digitalcollections.universiteitleiden.nl
ADVERTISEMENT