PERSATUAN ISLAM (PERSIS) DALAM WACANA DAN GERAKAN INTELEKTUAL ISLAM

Dilan Imam Adilan
Dosen Universitas Nurtanio Bandung Kepala Bidang Kaderisasi PP HIMA PERSIS
Konten dari Pengguna
30 Juni 2020 5:39 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Dilan Imam Adilan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Menjelang seabad Persatuan Islam (PERSIS) 1923-2020 sudah nyaris hampir tidak terdengar gaung gerakan Persatuan Islam (PERSIS) dalam gerakan ataupun wacana Intelektual nasional maupun Internasional. Sebagaimana sejarah kelompok ini lahir dari study club (Deliar Noer, 1993: 96) yang berorientasi pada wacana dan gerakan Intelektual (baca, diskusi, dan menulis) yang lebih banyak membahas konten-konten keagamaan. Tidak hanya sebatas di diskusikan, hasil dari kajian tersebut di publish pada media-media milik Persatuan Islam (PERSIS), maka ajaran hadis “Li Yuballigh As Syaahid lil Ghaib” (Share to share dalam bingkai Qulil Haq walau Kaana Murran) menjadi semacam spectrum kuat dalam penyebarluasan paham dan ajaran Persatuan Islam (PERSIS) dan mengguncang tatanan dan adat yang ada di Indonesia, terutama dalam aspek kajian aqidah, fiqh ibadah mainstream umat Islam kala itu. Maka kemudian peran Persis dalam bidang pemikiran keagamaan lebih menonjol, selain karena adanya keterlibatan banyak tokoh-tokoh Intelektual-Ulama diantaranya dari Muhammadiyyah yang ikut terlibat dalam wacana dan gerakan Intelektual Persatuan Islam (PERSIS) diantaranya Munawar Chalil, adapula tokoh negarawan muda Islam M Natsir sebagai anggota di Jong Islamitien Bond, Sabirin tokoh dari Sarekat Islam, Hamka ataupun Muhammad Hasbi Ash Shiddiqy (Tiar, Pepen,2019:60-61).
ADVERTISEMENT
Pengaruh Persatuan Islam (PERSIS) dalam wacana dan gerakan Intelektual Islam begitu besar, Ahmad Hassan (A.Hassan) yang baru terlibat di tahun 1926 di Persatuan Islam (PERSIS) yang kemudian menjadi representasi dari Pemikiran khas Persatuan Islam yang kritis, radikal, terhadap fenomena keagamaan menyimpang seperti takhayul, bid’ah, ataupun khurafat ketika itu. A Hassan menjadi figure yang vital, lewat pemikiran dan karya-karyanya serta lembaga khusus milik jam’iyyah Persatuan Islam (PERSIS) yang dikenal sebagai Majelis Ulama Persatuan Islam (Tiar, Pepen, 2019: 61).
Darimana kontruks dasar pemikiran Persatuan Islam (PERSIS) yang lahir dari ulama-ulama Persatuan Islam (PERSIS) berasal ? hari ini sering kita menyebut bahwa pemahaman tsb lahir dari luar atau transnasional, yaitu gerakan dengan misi pemurnian (purfikasi) sebagaimana disinggung diatas, bahwa konstruk pemikiran Persatuan Islam (PERSIS) lahir dari tren dan dinamika pemikiran keagamaan di Timur Tengah. Ada yang menyebut Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha dalam bulletin Al Manar Mesir yang focus dalam menyoroti trend dan dinamika keagamaan serta persoalan-persoalan actual umat Islam dalam konteks local maupun dunia Internasional.
ADVERTISEMENT
Lalu secara sederhana, kita bisa menyimpulkan bahwa Persatuan Islam (PERSIS) memiliki akses terhadap informasi actual (bahkan dalam konteks Internasional) serta mampu mengolah hal tersebut sebagai daya tawar baru gerakan alternative yang disebut gerakan reformis Islam. Diluar itu semua, kita bisa menilai bahwa pengaruh dari luar dan intensitas dari dalam (kajian dan publikasi) membuat Persatuan Islam (PERSIS) hidup untuk terus membaca persoalan, melakukan penelaahan, dan juga tentunya gebrakan dalam wacana dan gerakan Intelektual Islam.
Lalu bagaimana hari ini?
Persatuan Islam (PERSIS) sebagaimana disinggung oleh Jeremy Menchik dalam Islam and Democracy In Indonesia 2016 Cambridge University Press, menyebut dalam satu abad terakhir gerakan Islam di Indonesia bahwa Persatuan Islam (PERSIS) menjadi ormas Islam terbesar ketiga dengan basis terbesar di Jawa Barat, NU di Jawa Timur, dan Muhammadiyah di Jawa Tengah yang menjadi representasi wacana dan pemahaman politik Islam di dunia. Maka menarik jika kita melihat relevansi data tersebut dengan gerakan dan wacana Intelektual Persatuan Islam (PERSIS) hari ini.
ADVERTISEMENT
Kiprah Persatuan Islam (PERSIS) dalam arus wacana dan gerakan Intelektual Islam, tidak seperti dulu sebagaimana sejarah berbicara. Persatuan Islam (PERSIS) cenderung pasif dan menunggu, misalkan dalam wacana Liberalisme dan Radikalisme Pemikiran, belum terlalu banyak kader-kader Persatuan Islam (PERSIS) sebut saja Doktor Tiar Anwar B sejarawan asal UI, ataupun Malki M Natsir, P.hD asal Malaysia yang cenderung tidak difasilitasi dan diberi wadah khusus untuk menelurkan pemikiran dan pengembangan keilmuan mereka dalam wacana dan gerakan Intelektual Persis, yang justru sebagain dari mereka berada di komunitas diluar Persis sebut saja misalkan INSIST (Islamic Though and Civilization). Stagnansi, dari keterlibatan besar Persatuan Islam (PERSIS) hari ini, dalam wacana dan gerakan Intelektual Islam disinyalir karena lemahnya upaya untuk ber-transformasi, mengembangkan pola dan menyebar kader-kader terbaik Persatuan Islam (PERSIS) di berbagai bidang keilmuan, membuka lahan garapan baru dalam proyek dan tradisi keilmuan yang berbasis pada Al Qur’an dan As Sunnah. Karena sejatinya, nilai puritan dan konservatisme Persatuan Islam (PERSIS) yang dulu dan sampai sekarang bertahan, pemahaman fiqh sentris dalam masalah Aqidah dan Ibadah merupakan suatu keistimewaan untuk membentuk muslim sejati. Tinggal langkah selanjutnya, apakah siap Persatuan Islam (PERSIS) untuk mengembangkan wacana dan gerakan Intelektual Islam dengan versi yang upgrade dan modern sebagaimana Persatuan Islam (PERSIS) dulu?
ADVERTISEMENT
Wa Allahu A’laam bi Showaab.
Dilan Imam Adilan, S.Ud, M.Ag (Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Nurtanio Bandung)
A Hassan dan Anggota Study Club Persatoean Islam