Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Fenomena Fear of Missing Out Pada Remaja
31 Oktober 2020 10:31 WIB
Tulisan dari Adillah Nurfauziyah Puteri tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Fear of Missing Out adalah suatu bentuk perilaku kekhawatiran yang muncul ketika orang lain yang kita ikuti kesehariannya memiliki pengalaman yang lebih memuaskan atau berharga. Gejala tersebut biasanya muncul dicirikan dengan adanya dorongan untuk selalu terhubung dengan orang lain. Fenomena yang terjadi pada invidu yang sudah menginjak usia remaja dikalangan pelajar dan mahasiswa dimana Cherenson (2015) mendapati hasil survei terhadap 333 pelajar dan mahasiswa, bahwa responden dapat menyumbangkan sebelas jam dalam sehari untuk terhubung dengan media sosial, agar terus terhubung dengan aktivitas yang dilakukan orang lain. Mereka akan merasa tersingkir dari teman-teman ketika tidak menggunakan media sosial (Fullerton, 2017). Sehingga muncul sebuah kecemasan yang berbasis digital ketika tidak mengetahui aktivitas orang lain atau informasi terkini yang dikenal dengan Fear of Missing Out (FoMO).
Terutama fenomena ini terjadi selama masa pandemi Covid-19 banyaknya pelajar dan mahasiswa yang banyak dan sering mengakses sosial media untuk mencari informasi dan kegiatan orang-orang yang diikuti atau orang-orag sekitar seperti teman sekolah atau teman di kampus karna tidak dapat bertemu langsung. Intensitas penggunaan asocial media pada remaja ini sangat perlu diperhatikan tentunya karna jika terlalu berkegantungan mencari informasi tentang orang sekitar memanfaatkan dari misalnya sanpgram atau status orang lain tersebut akan memunculkan gejala FoMO. Maka dari itu dalam memahami FoMO, Przybylski, dkk (2013) mengacu pada SelfDetermination Theory (SDT) yang diusulkan oleh Deci dan Ryan (1985), dimana FoMO mengindikasikan regulasi diri yang buruk pada seseorang yang timbul karena tidak terpenuhi kebutuhan psikologis secara berkepanjangan. Adapun teori SDT menjelaskan bagaimana regulasi diri dan kesehatan psikologis dapat dipengaruhi secara efektif melalui pemenuhan terhadap tiga kebutuhan dasar psikologis yaitu kompetensi, autonomi, dan keterhubungan.
ADVERTISEMENT
Menurut Vaughn (2012) fitur real time dan location based pada media sosial memicu individu mengalami FoMO. FoMO mengakibatkan semua orang merasa perlu untuk terjun secara langsung dalam diskusi online dan menjaga hubungan dengan orang lain tanpa terkecuali (Sayrs, 2013). Festinger (dalam Eddleston, 2009) memaparkan bahwa individu memiliki dorongan untuk melakukan perbandingan pada kemampuan yang dimiliki dengan orang lain. Dorongan tersebut memunculkan adanya perilaku saling membandingkan antar pengguna internet dan mengindikasi adanya keinginan untuk ingin terus-menerus terkoneksi satu sama lain di media sosial (Cabral, 2011; JWT Intelligence, 2012). Sehingga adapun berbagai dampak yang diakibatkan oleh level FoMO yang tinggi pada individu seperti :
ADVERTISEMENT
Maka adanya fenomena Fear of Missing Out pada remaja perlu diperhatikan kembali untuk mengatasi fenomena tersebut agar tidak berlangsung dalam jangka waktu yang panjang pada remaja terutama selama masa pandemi ini. Karana hamper semua hal di era saat ini memanfaatkan dan menggunakan gadget setiap waktu entah untuk keperluan sekolah, tugas sekolah, untuk kelas online berlangsung, brkomunikasi dengan teman bahkan mencari hiburan seperti menonton video ataupun konten-konten yang menghibur di Youtube, TikTok, dan aplikasi sosial media lainnya sepert Instagram.
Dengan adanya hal tersebut perlu adanya langkah atau tindakan untuk mengatasi fenomena FoMO pada remaja ini. Langkah-langkah dalam mnegatasi fenomena FoMO pada remaja dapat dilakukan dengan cara berikut:
ADVERTISEMENT
Itulah ulasan dan pembahasan seputar fenomena Fear of Missing Out pada remaja terutama hal ini sangat perlu diperhatikan selama masa pandemic Covid-19 dimana semua orang bahkan hal-hal yang berhungan dengan pekerjaan, perkuliahan, dan sekolah terhubung di setiap waktu dengan gadget. Serta orang-orang pun ketika sudah merasa jenuh dnegan kesibukkan pekerjaan, perkuliahan dan sekolah mengalihkan diri mencari hiburan dengan gadget juga melalui beberapa aplikasi sosial media. Orang yang mengalami gangguan psikologis akan semakin bertambah rasa cemasnya, stres, jenuh, dan keadaan psikologis lainnya. Beberapa orang mulai mengalami rasa sedih dan putus asa serta paranoid bahkan saat mengakses berita. Kunci dari menghadapi gejala ini adalah mengontrol apa yang bisa kita kendalikan. Kita tidak bisa mengontrol situasi pandemik ini namun bisa mengontrol bagaimana respon yang akan muncul di kemudian hari.
ADVERTISEMENT
Semoga membantu dan bermanfaat
Ditulis oleh: Adillah Nurfauziyah Puteri