Konten dari Pengguna

Mahasiswa dan Fenomena Destinesia

21 Juni 2021 13:54 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Dimas putra hadi santosa tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Kelulusan Mahasiswa, Sumber Foto: unsplash.com
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Kelulusan Mahasiswa, Sumber Foto: unsplash.com
ADVERTISEMENT
Kampus merupakan ekosistem yang penuh intrik dan euforia untuk mahasiswa baru yang masih lugu. Tak jarang teman-teman mahasiswa apalagi yang merantau tergelitik dengan keseruan di kampus sehingga sering kali lupa kalau ada mamak di kampung halaman yang menginginkan anaknya segara tamat dengan terhormat.
ADVERTISEMENT
Fenomena yang dialami mahasiswa tadi dinamakan destinesia yaitu situasi di mana seseorang lupa akan tujuannya berada di suatu tempat akibat hal hal baru yang ditemuinya.
Dengan sederhana kita bisa melihat kampus sebagai sebuah wadah untuk mengakses pengetahuan akademis dengan batasan batasan yang tersegmentasi namun dengan sudut pandang yang lebih luas kampus sendiri sangat potensial untuk mengasah softskill karena pada akhirnya orang yang mempunyai kesempatan lebih besar di dunia kerja adalah mereka-mereka dengan nilai jual yang lebih dari sekadar memenuhi standar akademis.

Mahasiswa Adalah Donat yang Independen

Ilustrasi Donat, Sumber Foto: unsplash.com
Mari kita memahami mahasiswa dan dinamika di kampus dengan pendekatan metafora “Kampus merupakan pabrik donat dan mahasiswa adalah donat”. Untuk membuat donat kita membutuhkan tepung, mentega, dan bahan dasar lainnya, bahan-bahan untuk membuat donat itu disebut input sementara donat sebagai hasil akhir disebut output. Input dan proses pengolahannya memiliki pengaruh yang besar terhadap output, maka dari itu penting untuk memilih dengan bijak bahan yang bagus dan cara mengolah yang tepat.
ADVERTISEMENT
Proses tadi sama halnya dengan berdinamika di kampus, perbedaannya adalah mahasiswa sepenuhnya independen dalam menentukan bahan-bahan apa dan dengan cara apa mahasiswa ingin membentuk dirinya. Dengan kata lain bisa kita simpulkan “Mahasiswa adalah donat yang independen,” hehehe.
Dewasa ini, orang-orang lebih suka dengan donat yang lembut dan gurih yang tentunya tidak dibuat dengan bahan-bahan dan cara yang biasa-biasa saja bahkan tak sedikit yang berusaha menambahkan bahan baru ke dalam adonan donat untuk membuatnya lebih nikmat.

Skala Prioritas

Ilustrasi Menimbang, Sumber Foto: unsplash.com
Dalam ilmu ekonomi terdapat yang namanya skala prioritas yang dalam kasus ini bisa kita adaptasikan untuk membantu teman-teman mahasiswa menentukan keputusan terbaik berdasarkan kepentingan dan keterdesakan dengan mengurutkan variabel dari yang terpenting hingga yang tidak penting sama sekali.
ADVERTISEMENT
Contoh variabel yang bisa dimasukkan mahasiswa ke dalam skala prioritas mereka sebagai mahasiswa adalah: belajar, minat & bakat, bersosial & berorganisasi (soft skill). Dengan metafora sebelumnya, bisa kita katakan penentuan skala prioritas adalah resep untuk membuat donat yang kita inginkan.
Variabel yang sudah dipilih tadi masih haru ditakar dengan cara mengakomodasikan 100% waktu yang dimiliki mahasiswa di kampus secara sistematis, misalnya: 50% untuk belajar, 25% untuk berorganisasi dan bersosial, dan 25% lagi untuk mendalami minat dan bakat. Tentu bahan-bahan dan takarannya bisa disesuaikan sesuai dengan tujuan masing-masing.
Hadirnya prioritas yang jelas mampu mengorganisir waktu dan tujuan dari mahasiswa agar tidak bias sehingga mencegah peluang untuk menjadi seorang mahasiswa yang destinesia.
ADVERTISEMENT

Penyebab Biasnya Tujuan Mahasiswa di Kampus

Menurut hemat penulis, porsi-porsi prioritas yang berantakan mengambil peran besar dalam membiaskan tujuan dari banyak mahasiswa. Terlalu banyak menghabiskan waktu berorganisasi, terlalu banyak berpolitik di kampus, dan terlalu sibuk dalam mengikuti kompetisi menyebabkan distorsi dari gambaran besar tujuan teman-teman mahasiswa.
Dalam prosesnya, terlalu banyak porsi belajar tanpa bersosial akan membentuk mahasiswa yang pintar namun tidak peka terhadap lingkungan, terlalu banyak bersosial dan beroganisasi tanpa belajar membentuk mahasiswa yang kritis tapi tidak tau harus berbuat apa.
Kendati demikian, aspek-aspek tadi harus saling melengkapi seperti halnya adonan donat, pada hakikatnya donat yang nikmat harus ditakar dengan cermat apabila ada bahan yang terlewat alih alih jadi donat bisa-bisa jadi cakwe, hehehe.
ADVERTISEMENT
Kampus sebagai ruang berdinamika dan berproses sebelum sampai ke dunia kerja sungguh sangat sangat menarik namun jangan sampai kita tertarik ke dalam hal-hal yang sia-sia karena "Destinesia selalu hadir kepada para penikmat euforia yang sementara".
Penulis Merupakan Mahasiswa FKIP Bahasa Inggris Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh