Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
IKN: Ancaman Deforestasi dan Masyarakat Lokal yang Tersingkir
12 November 2024 11:59 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Dimas Brata Wijaya tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Perpindahan ibu kota negara ke Kalimantan merupakan sebuah mega proyek yang dianggap penting oleh pemerintah, dengan tujuan menciptakan pemerataan pembangunan dan pusat pertumbuhan ekonomi baru. Langkah ini diambil sebagai respon terhadap beban berat yang terus meningkat di Jakarta, baik dari sisi lingkungan, infrastruktur, maupun kepadatan penduduk, yang semakin sulit untuk diatasi setiap harinya. Namun, di tengah hingar-bingar pembangunan IKN, kekhawatiran banyak pihak terus meningkat, terutama mengenai dampak kerusakan lingkungan dan terpinggirkannya masyarakat adat yang telah lama mendiami kawasan tersebut. Hal ini diperkuat dengan rilis citra satelit NASA melalui Earth Observatory pada 19 Februari 2024 lalu, yang menunjukkan perubahan signifikan di wilayah calon ibu kota dalam kurun dua tahun terakhir. Citra tersebut menunjukkan banyak lahan hutan yang telah dibuka untuk pembangunan infrastruktur, termasuk jalan-jalan utama dan fasilitas lainnya.
ADVERTISEMENT
Adanya alih lahan memicu kekhawatiran terkait penebangan hutan di Kalimantan Timur, yang dapat merusak keanekaragaman hayati, khususnya flora dan fauna. Jika dibiarkan suatu saat akan menyebabkan banjir dan tanah longsor Selain itu, limbah konstruksi dan bahan kimia berpotensi mencemari tanah dan air, yang berdampak pada lingkungan serta kesehatan masyarakat sekitar. Deforestasi ini berpotensi besar memicu bencana alam seperti banjir dan tanah longsor di masa depan. Selain itu, limbah konstruksi dan bahan kimia yang digunakan dalam pembangunan berpotensi mencemari tanah dan air, yang dapat merusak ekosistem dan menurunkan kualitas lingkungan. Dampak ini secara tidak langsung juga mengancam kesehatan masyarakat di sekitar area pembangunan.
Seiring dengan dampak lingkungan tersebut, pembangunan proyek IKN di Kalimantan Timur banyak membawa dampak sosial negatif dibandingkan manfaat ekonomi. Hak-hak masyarakat lokal yang tinggal di area proyek terancam hilang. Berdasarkan data dari Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Kaltim, terdapat 21 komunitas adat di wilayah tersebut, dengan 11 komunitas yang terkena dampak langsung. Diperkirakan sekitar 20.000 warga akan kehilangan hak atas tanah mereka. Banyak dari mereka terpaksa digusur dengan ganti rugi yang dianggap tidak sebanding.
ADVERTISEMENT
Proses pemindahan dan penggusuran masyarakat adat ini bukan hanya sekadar persoalan kompensasi saja, melainkan juga menyangkut identitas dan kelangsungan budaya mereka. Tanah adat memiliki makna spiritual dan sosial yang mendalam, bukan sekadar aset ekonomi. Kehilangan akses terhadap tanah adat dapat memutus hubungan masyarakat dengan tradisi, sejarah, dan kearifan lokal yang diwariskan turun-temurun. Hal ini berisiko mempercepat hilangnya budaya asli dan melemahkan kondisi sosial mereka dalam menghadapi perubahan besar. Selain itu, proses relokasi yang kurang transparan dan minim keterlibatan masyarakat lokal menimbulkan ketidakpercayaan terhadap pemerintah dan investor. Tanpa adanya ruang dialog, masyarakat merasa dipinggirkan dari pengambilan keputusan yang menyangkut masa depan mereka. Tidak adanya perlindungan yang jelas memperbesar potensi konflik sosial, baik di antara warga yang terdampak maupun antara komunitas adat dengan pihak-pihak yang terlibat dalam pembangunan. Dalam jangka panjang, konflik seperti ini justru akan menghambat tujuan pembangunan yang diharapkan pemerintah. Pemerintah harus melibatkan komunitas lokal dalam perencanaan dan pelaksanaan IKN, dengan memastikan kompensasi adil dan solusi berkelanjutan. Mekanisme pengawasan independen juga penting agar pembangunan berjalan transparan, adil, dan membawa manfaat bagi semua, bukan hanya segelintir pihak.
ADVERTISEMENT
Dikutip dari BBC, Syarariyah, salah satu warga Penajam Paser Utara, awalnya menyambut baik proyek pemindahan Ibu Kota Nusantara. Namun, setelah melihat tetangganya dipindahkan tanpa solusi yang adil, ia mulai khawatir akan nasibnya. Proses ganti rugi yang ditawarkan satu per satu menyulitkan warga untuk bersatu memperjuangkan hak mereka, hingga banyak yang terpaksa membeli tanah jauh dari tempat tinggal asal, menyebabkan mereka terpisah dari keluarga.
Pembangunan IKN sangat bergantung pada investasi besar dari berbagai perusahaan, baik nasional maupun internasional. Namun, ambisi besar ini memunculkan kekhawatiran apakah manfaat yang dihasilkan akan dirasakan oleh seluruh rakyat, atau hanya menguntungkan segelintir pihak, sementara masyarakat lokal harus tersingkir dari tanah kelahiran mereka. Jika tujuan awal pemerintah membangun IKN adalah untuk menciptakan pusat pertumbuhan ekonomi baru, perlu dipertimbangkan pula dampak yang akan ditimbulkan. Apabila pembangunan IKN hanya berakhir sebagai simbol kemajuan yang mengorbankan lingkungan dan meminggirkan masyarakat adat, maka proyek besar ini tidak benar-benar diarahkan untuk kesejahteraan bersama. Kemajuan yang dijanjikan tak seharusnya mengorbankan hutan yang hilang, tanah yang dirampas, serta generasi masyarakat adat yang terpaksa meninggalkan kampung halamannya. Pada akhirnya, hanya sedikit yang akan menikmati hasilnya, sementara alam dan masyarakat setempat harus menanggung kerusakan yang tak bisa diperbaiki.
ADVERTISEMENT
Selain itu, perlu diingat bahwa hilangnya hutan Kalimantan bukan hanya masalah lokal, tetapi masalah global. Hutan Kalimantan adalah salah satu paru-paru dunia yang menyerap karbon dioksida dan membantu mengatur iklim. Deforestasi yang terjadi di wilayah ini tidak hanya mempengaruhi masyarakat lokal, tetapi juga memperburuk krisis iklim yang sedang kita hadapi. Dalam konteks perubahan iklim, tindakan yang diambil di Kalimantan Timur memiliki konsekuensi yang jauh melampaui batas wilayah Indonesia. Hal ini perlu dicegah karena secara tidak langsung berpengaruh pada perubahan iklim yang ada di dunia.
Pada akhirnya, pembangunan yang kita lakukan seharusnya memberikan kesejahteraan bagi semua pihak, bukan hanya sebagian kecil elit yang diuntungkan. Jika kita terus membiarkan kekayaan alam kita hancur atas nama “kemajuan,” kita hanya akan mewariskan kerusakan bagi generasi mendatang. Pembangunan yang bertanggung jawab harus seimbang, di mana manfaatnya dirasakan oleh seluruh rakyat, tanpa mengorbankan alam dan masyarakat adat yang telah lama menjadi pemilik tanah tersebut. Pemerintah, sebagai pembuat kebijakan, memiliki tanggung jawab besar untuk memastikan bahwa keputusan yang diambil hari ini tidak berujung pada bencana yang tak dapat diperbaiki di masa depan.
ADVERTISEMENT