Konten dari Pengguna

Collective Identity dalam Sepak Bola

Dimas Hayon
Mahasiwa Prodi Hubungan Internasional - Universitas Kristen Indonesia
27 Maret 2024 10:10 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Dimas Hayon tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Para pemain Indonesia melakukan selebrasi setelah mencetak gol pada pertandingan sepak bola kualifikasi AFC Piala Dunia FIFA 2026 antara Vietnam dan Indonesia di Stadion Nasional My Dinh di Hanoi, Selasa (26/3/2024). Foto: AFP
zoom-in-whitePerbesar
Para pemain Indonesia melakukan selebrasi setelah mencetak gol pada pertandingan sepak bola kualifikasi AFC Piala Dunia FIFA 2026 antara Vietnam dan Indonesia di Stadion Nasional My Dinh di Hanoi, Selasa (26/3/2024). Foto: AFP
ADVERTISEMENT
Tidak dapat disangkal lagi, bahwa saat ini sepak bola adalah magnet paling kuat untuk berjuta-juta orang di dunia. Bukan tanpa alasan, tim-tim yang terbentuk dari daerah atau kota tertentu telah dilihat sebagai representasi dari daerah, kota, dan negara tersebut.
ADVERTISEMENT
Para pendukung akan lebih memilih untuk pergi dan menonton pertandingan sepak bola ketimbang menghabiskan waktunya untuk kegiatan yang lain. Daya Tarik yang dibuat sepak bola benar-benar tidak dapat dibendung.
Semua kelompok umur, bisa datang dan menyaksikan secara langsung bagaimana timnya bertanding. Apalagi ketika timnya bertabur pemain-pemain top yang menampilkan permainan individual maupun tim secara bagus.
Data dari Statista.com, melaporkan bahwa pada musim 2022/23 rata-rata penonton per pertandingan di liga lima top Eropa yakni Bundesliga sebanyak 42.992 ribu, Liga Premier League sebanyak 40.236 ribu, LaLiga sebanyak 29.584 ribu, Seri A sebanyak 29.537 dan Liga I sebanyak 23.708. Fakta ini semakin menegaskan bagaimana sepakbola telah menarik penggemarnya menuju stadium, menuju TV dan layar-layar hp untuk menonton pertandingan.
ADVERTISEMENT
Dalam beberapa dekade terakhir, nama-nama pesepakbola yang paling sering dibicarakan ialah Cristiano Ronaldo, Lionel Messi, dan Neymar yang terus menghiasi dinding-dinding iklan dan laman surat kabar di sejumlah negara. Seperti tak ada habisnya ketika berbicara mengenai dua perseteruan antara Cristiano Ronaldo dan Lionel Messi.
Pendukung setia dari keduanya kerap kali membandingkan dengan jumlah trofi, gol, assist, hingga pengaruh yang mereka buat untuk sepak bola. Karena tolok ukur yang dipakai berbeda-beda, perdebatan di kalangan pengamat dan pecinta sepak bola tidak pernah berakhir hingga sekarang ini.
Nama-nama pesepakbola yang baru seperti Erling Haaland, Kylian Mbape, Jude Belingham, Vinicius Junior, Jamal Musiala, Phil Foden, dan lainnya selalu dibandingkan dengan level kedua pemain top yakni CR7 (julukan Cristiano Ronaldo) dan Messi. Bukan tanpa sebab, keduanya telah berada di level top performa selama lebih dari satu dekade dan telah menjadi inspirator serta motivator bagi pemain-pemain muda sekarang ini.
ADVERTISEMENT
Maka, untuk menjadi yang terbaik, mereka dituntut untuk bisa mencapai level Cristiano Ronaldo dan Messi. Pada intinya bahwa, para pemain telah membuat identitas untuk diri mereka sendiri yang kemudian menjadi daya Tarik tersendiri bagi para penggemarnya. Entah dari gaya permainan, cara berpakaian, berfoto, selebrasi ikonik hingga kehidupan di luar sepak bola.
Terlepas dari itu, sepakbola telah menjadi DNA bagi para pemain dan penggemarnya. Identitas yang diciptakan sepak bola dalam olahraga adalah collective identity seperti yang diterangkan Alexender Wendt dalam teori konstruktivismenya tentang ide. Menurutnya, collective identity adalah identitas yang mengidentifikasi “self” dan “other” sebagai satu bagian dari “self.”
Para pemain dan penggemar secara gamblang berbeda tetapi secara spirit dan kesatuan, mereka telah menjadi satu bagian dari “self” yang sama-sama mendukung dan mengusahakan kemenangan bagi tim mereka. Pemain tidak melihat penggemar sebagai “yang lain” tetapi sebagai bagian dari mereka.
ADVERTISEMENT
Ada hubungan mutualisme di mana pemain dan penggemar saling memberi manfaat dan dukungan satu sama lain. Spirit kebersamaan ini yang membuat sepakbola menjadi ruang keluarga, ruang pertemuan, dan ruang bagi persaudaraan.
Ilustasi penggemar sedang menonton dan mendukung tim kesayang mereka. Foto: Pixabay
Para penggemar dari sejumlah tempat dan belahan dunia, rela menonton pertandingan tim kesayangannya. Mereka membeli voucher untuk bisa menonton pertandingan sepakbola dengan tayangan yang bagus. Mereka juga rela menunda bahkan menghentikan pekerjaan mereka untuk sementara waktu hanya karena ingin menonton pertandingan sepakbola.
Selain itu, banyak brand-brand ternama seperti Adidas, Nike, dan Puma, terus mengembangkan bisnis kerja sama mereka sebagai sponsor guna mendukung perkembangan mereka. Kota-kota dan daerah-daerah bertumbuh pesat secara ekonomi karena dampak dari sepakbola.
Bidang olahraga ini telah bertransformasi menjadi industri berskala global dan mendukung pertumbuhan ekonomi dan penerimaan negara. Mengutip laporan dari Football Money League 2023 keluaran Deloitte, pendapatan 20 klub sepak bola terkaya di dunia pada musim 2021/2022 mencapai €9,2 miliar atau setara RP 49,47 triliun. Angka itu naik 13% dibandingkan musim sebelumnya dan hampir setara dengan angka pendapatan 20 klub terkaya saat sebelum pandemi Covid-19.
ADVERTISEMENT
Fakta ini mau menunjukkan bahwa industri sepak bola sangat menjanjikan kesejahteraan bagi pihak-pihak yang terlibat. Dari penjualan jersey, tiket, merchandise, hingga iklan telah meraup untung yang sangat besar. Sepak bola di satu sisi adalah olahraga tetapi di sisi yang lain adalah ladang gandum yang subur tempat perputaran uang terjadi secara besar-besaran.
Geliat sepakbola pasti akan terus berkembang dari waktu ke waktu. Identitas yang dibentuk juga akan semakin besar. Penting juga melihat bahwa tidak selamanya identitas yang dibangun selalu menjurus ke ranah-ranah yang positif.
Kadangkala, gerakan-gerakan dari para penggemar telah melewati batasan seperti melakukan aksi rasisme. Ini yang perlu dilawan, karena identitas “self” yang tidak membedakan antara dia dan saya, adalah bentuk gender equality dalam sepakbola.
ADVERTISEMENT
Oleh karena itu, bagi mereka yang melakukan aksi rasisme, perlu juga ditindak dengan tegas agar identitas “kita” dalam sepak bola tetap utuh secara kolektif dan tidak terpecah-belah karena suku, agama ataupun ras. Selain itu, industri sepak bola perlu juga terus berbenah untuk pertumbuhan industri yang tetap kuat dan sehat tanpa merugikan pihak-pihak yang terkait.
Seperti salah satu slogan terkenal dari salah satu klub sepakbola ternama, “More than Football” sepak bola telah banyak menyentuh bidang-bidang kehidupan yang lain. Harapannya, esensi daripada sepak bola itu sendiri tidak berkurang sehingga kita akan terus menikmati sepak bola sepanjang waktu sebagaimana mestinya kita menikmati olahraga tersebut.