Mungkinkah Motor Listrik Menjadi Pilihan Balap Liar?

Dimas Nur Wicaksono
Sastra Indonesia Universitas Negeri Semarang 24 Juli 2000 My past, is a life sentence.
Konten dari Pengguna
2 Desember 2021 21:01 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Dimas Nur Wicaksono tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Motor Listrik. Sumber : Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Motor Listrik. Sumber : Pixabay
ADVERTISEMENT
Saya paling malas bila berurusan dengan bensin atau bahan bakar kendaraan. Selalu teringat antrean panjang di SPBU, harga yang naik-turun, hingga demo-demo yang pernah membuat saya berjalan kaki pulang ketika SMP karena sopir-sopir angkutan umum ikut berdemonstrasi pada waktu itu. Bahkan dari dulu, bapak-bapak pengantar air galon dekat rumah selalu mengukur kinerja presiden dari stabilnya harga bensin.
ADVERTISEMENT
Tidak hanya itu, bensin juga mengingatkan saya akan terbatasnya fosil sebagai bahan baku bensin dan kontribusinya terhadap pemanasan global. Ingatan paling menyebalkan tentang bensin adalah ketika motor saya mogok karena kehabisan bensin dan tidak ada SPBU terdekat karena sedang berada di daerah terpencil. Berbicara tentang bensin, saya jadi mengingat sebuah pengalaman unik pada beberapa pekan lalu, ketika saya baru pertama kali melihat motor listrik.
Beberapa akhir pekan lalu saya berkencan dengan pacar. Kami memilih untuk berkeliling kota Semarang. Saat menikmati perjalanan, tiba-tiba ada motor yang menyalip cepat namun suara mesinnya tidak terdengar. Motor putih bermodel mirip Vespa yang bertuliskan Viar itu meninggalkan Honda Mio milik saya jauh di belakangnya. Bayangan mengenai motor tersebut memenuhi pikiran saya pada hari itu, sehingga bisa dibilang kencan tidak berhasil.
ADVERTISEMENT
Ingatan yang saya punya tentang nama Viar hanyalah motor roda tiga dengan bak di belakangnya dan sering disebut Tossa. Ternyata, sebutan Tossa adalah merek pabrikan motornya. Sebutan tersebut melekat seperti sebutan Pepsodent atau Odol yang sebenarnya pasta gigi. Tossa adalah merek pabrikan motor, begitu juga dengan Viar. Keduanya sama-sama membuat motor roda tiga dengan bak di belakangnya. Dalam pencarian saya, ternyata merek Viar berasal dari Semarang.
Selain merek lokal, ternyata Viar juga memiliki agenda besar beberapa waktu lalu. Agustus lalu, motor Viar yang saya lihat itu menjadi armada motor listrik yang diproduksi untuk mengurangi pengangguran dan polusi di Semarang. Mengutip dari Instagram dan kanal Youtube Hendrar Prihadi (Wali Kota Semarang), “Pemkot Semarang bekerja sama dengan Grab membuka rekrutan 500 driver dengan armada motor listrik yang telah disediakan melalui Disnaker”.
ADVERTISEMENT
Terdapat juga acara kampanye mengenai program motor listrik Viar pada Oktober lalu. Berbeda dengan 500 motor listrik Viar pada Agustus 2021, pada bulan Oktober di tahun yang sama, Grab dan Viar akan memasukkan 6000 sepeda motor Viar untuk beroperasi di kota Semarang untuk kedua kalinya. Bila acara pada Agustus lalu dihadiri oleh Wali Kota Semarang, Acara pada Oktober ini dihadiri oleh Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo.
Saya membayangkan nantinya kota Semarang akan dipenuhi oleh motor listrik Viar yang ramah lingkungan dan tidak menghasilkan polusi udara maupun suara. Tetapi hal yang saya takutkan bukan tidak mendengar suara mesin motornya sehingga saya kaget dan tidak sadar bila ada motor yang menyalip. Namun, saya lebih takut dengan kecepatan motor listrik tersebut.
ADVERTISEMENT
Bagaimana tidak? Tenaga yang dihasilkan oleh motor listrik atau kendaraan listrik itu sangat cepat. Hal itu dikarenakan torsi yang dihasilkan kendaraan listrik instan dan ada sejak rpm (perputaran mesin) nol. Pada kendaraan bermesin pembakaran internal, biasanya memiliki torsi yang instan tidak dapat dicapai karena torsi maksimal dihasilkan dari gerakan piston. Sehingga torsi maksimal hanya dapat dicapai pada rpm tertentu dan tidak instan.
Karena motor listrik instan, apakah budaya balap liar yang saya ketahui marak di Semarang juga memiliki kemungkinan untuk berubah? Bayangkan saja, balapan liar tersebut menggunakan motor listrik. Tidak ada suara knalpot yang nyaring, tenaga dari mesinnya instan. Faktor tersebut pasti akan menyulitkan aparat keamanan untuk razia balap liar.
ADVERTISEMENT
Tetapi, katanya nilai seni balap liar itu berasal dari suara nyaring mesin dan knalpotnya. Maka motor listrik mungkin tidak akan digunakan untuk balap liar. Entahlah, saya tidak tau. Toh, saya bukan pembalap liar dan tidak pernah ikut apalagi menonton balap liar secara langsung. Bahkan menyalip saja, saya sering tidak berani. Satu hal yang saya ketahui dan yakini. Saya tertarik memiliki motor listrik. Mungkin nantinya bisa membuat kencan-kencan saya dapat berhasil. Tidak lagi berpikiran ke mana-mana hanya karena tersalip motor listrik.