Jalan Pintas UU Cipta Kerja

Dimas Purna
Buah pikir atas isu hukum. Alumni FH UGM bit.ly/dimaspurna
Konten dari Pengguna
4 Januari 2023 21:05 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Dimas Purna tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Jalan Pintas UU Cipta Kerja
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Tidak perlu menunggu waktu yang lama sejak diputuskannya Putusan Mahkamah Konstitusi No. 91/PUU-XVIII/2020 tanggal 25 November 2021 (“Putusan MK Cipta Kerja”) terkait dengan pembatalan bersyarat Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (“UU Cipta Kerja”). Tanggal 30 Desember 2022, sehari menjelang pergantian tahun 2022 Pemerintah dalam hal ini Presiden Jokowi menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (“Perppu Cipta Kerja”). Respon Pemerintah memang terbilang lebih cepat dari jangka waktu yang diamanahkan dalam Putusan MK Cipta Kerja dimana Undang-Undang Cipta Kerja wajib dilakukan perbaikan dalam tenggat waktu 2 tahun sejak putusan tersebut.
ADVERTISEMENT
Pada prinsipnya, Putusan MK Cipta Kerja memerintahkan pembentuk undang-undang dalam hal ini DPR bersama-sama dengan Presiden untuk melakukan perbaikan dalam proses pembentukan UU Cipta Kerja. Mahkamah Konstitusi secara tegas menyatakan dalam pertimbanganya bahwa pemberian tenggat waktu 2 tahun untuk perbaikan UU Cipta Kerja adalah untuk memenuhi cara atau metode yang pasti, baku dan standar, serta terpenuhinya seluruh asas-asas pembentukan undang-undang terutama terkait asas keterbukaan yang mengharuskan partisipasi masyakarat yang maksimal dan lebih bermakna sesuai dengan pengejawantahan Pasal 22A UUD 1945.
ADVERTISEMENT
Dasar hukum penerbitan perppu tercantum pada Pasal 22 UUD 1945 jo Putusan Mahkamah Konstitusi No. 138/PUU-VII/2009 dimana dalam penerbitan perppu harus memenuhi setidaknya 3 (tiga) syarat yaitu adanya keadaan kebutuhan mendesak untuk menyelesaiakan hukum secara cepat berdasarkan Undang-Undang, Undang-Undang yang dibutuhkan tersebut belum ada sehingga terjadi kekosongan hukum atau ada Undang-Undang tetapi tidak memadai, dan kekosongan hukum tersebut tidak dapat diatasi dengan cara membuat Undang-Undang secara prosedur biasa. Penafsiran dan pelaksanaan lebih lanjut atas syarat penerbitan perppu tersebut berada dalam subyektifitas Presiden yang diberikan kewenangan untuk menetapkan Perppu. Sehingga sejatinya penerbitan perppu benar-benar menggambarkan kebijakan politik dan ihwal kepentingan Presiden. Meskipun, konstitusi kita telah memberikan check and balances terhadap penerbitan perppu. Melihat situasi partai politik saat ini agaknya Perppu Cipta Kerja akan secara mudah untuk disetujui.
ADVERTISEMENT
Pembentuk undang-undang dalam hal ini DPR bersama Pemerintah seharusnya kembali duduk bersama untuk membahas dan merumuskan rancangan perubahan UU Cipta Kerja. Penerbitan perppu justu menunjukan itikad tidak baik Pemerintah atas amanat Putusan MK Cipta Kerja dan kebijakan yang terbilang tergesa-gesa hanya untuk memenuhi hasrat investasi. Praktik hukum yang dilakukan oleh Pemerintah dengan penerbitan Perppu Cipta Kerja dapat mengakibatkan rasa kepercayaan masyarakat terhadap negara semakin hilang dan menggambarkan praktik hukum yang tidak etis. Apabila terdapat undang-undang cukup kontroversial disahkan, para pembentuk undang-undang acap kali mengeluarkan kalimat politis “silahkan saja menggugat ke Mahkamah Konstitusi”. Ketika masyarakat mengajukan permohonan ke Mahkamah Konstitusi dan kemudian permohonan tersebut dikabulkan oleh Mahkamah Konstitusi dengan menyatakan bahwa undang-undang tersebut inskonstitusional. Bukanya Pemerintah memperbaiki dan merumuskan kembali undang-undang secara baik dan benar, justru Pemerintah menabrakan produk hukum dengan menerbitkan perppu yang meskipun secara hierarkis mempunyai kedudukan yang setara dengan Undang-Undang. Akan tetapi, tidak serta merta penerbitan perppu tersebut sejalan dengan amanah dari Putusan Mahkamah Konsitusi. Siklus praktik hukum demikian dapat membuat masyarakat semakin jengah terhadap negara itu sendiri.
ADVERTISEMENT
Prinsipnya memang penerbitan perppu merupakan kewenangan subyektif Presiden dengan penafsiranya atas Pasal 22 UUD 1945 dan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 138/PUU-VII/2009. Namun demikian, produk hukum peraturan pemerintah pengganti undang-undang tidaklah dapat digunakan sewenang-wenang tanpa adanya pengawasan dan dasar kebijakan yang jelas. Apabila dasar argumentasi keadaan mendesak penerbitan perppu adalah untuk investasi, kondisi global, resesi dan pada akhirnya untuk kepentingan masyarakat itu sendiri. Maka, seharusnya sedari awal perumusan dan pengesahan UU Cipta Kerja tidaklah mungkin mendapatkan penolakan begitu massif dari masyarakat. Lebih lanjut lagi, tidaklah mungkin UU Cipta Kerja tersebut dinyatakan sebagai produk hukum yang inskonstitusional bersyarat. Seharusnya DPR selaku lembaga aspirasi masyarakat yang mempunyai kewenangan untuk check and balances dapat memberikan pengawasan yang maksimal atas setiap penerbitan perppu.
ADVERTISEMENT
Putusan MK Cipta Kerja telah memberikan kesempatan kepada Pemerintah dan DPR untuk kembali mendengarkan aspirasi guna memenuhi kepentingan masyarakat dan kesempatan untuk memperbaiki kekeliruan dalam pembuatan UU Cipta Kerja. Adanya penerbitan Perppu Cipta Kerja justru akan berpotensi sebagai produk hukum yang keliru yang dikeluarkan oleh Pemerintah dalam memahami dan mengejewantahkan Putusan MK Cipta Kerja. Pada akhirnya Perppu Cipta Kerja menjadi produk hukum yang keliru, tergesa-gesa yang diberlakukan secara paksa untuk kesekian kalinya. Layaknya adagium hukum Errare Humanum Est, Trupe In Errore Perseverare, Pemerintah seyogyanya dapat muhasabah diri dalam hal urusan UU Cipta Kerja. Apabila sudah secara nyata dan gamblang terdapat kekeliruan pada UU Cipta Kerja, maka jalan satu-satunya adalah memperbaiki kekeliruan tersebut dengan menaati prosedur pembentukan undang-undang secara baik dan benar. Bukan justru menabrakan dan mengambil jalan pintas dengan dalih "keadaan mendesak".
ADVERTISEMENT