Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.1
Konten dari Pengguna
Peran Mahasiswa Kesejahteraan Sosial: dalam Menanggulangi Narkoba di Indonesia
11 November 2024 14:09 WIB
·
waktu baca 2 menitTulisan dari dimas saputra tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Peran Mahasiswa Kesejahteraan Sosial: sebagai calon Pekerja Sosial dalam Menanggulangi Narkoba di Indonesia
ADVERTISEMENT
Penyalahgunaan narkoba adalah permasalahan sosial yang kompleks dan multi-dimensional yang berdampak tidak hanya pada individu tetapi juga pada keluarga, masyarakat, dan negara. Sebagai mahasiswa yang bercita-cita menjadi pekerja sosial, peran saya nantinya tidak hanya berfokus pada pemulihan individu yang terjerat narkoba, tetapi juga pada pencegahan dan pemberdayaan komunitas untuk membentuk masyarakat yang bebas narkoba. Memahami permasalahan narkoba dari sudut pandang calon pekerja sosial berarti memahami akar masalah yang sering kali berakar pada aspek sosial, ekonomi, dan psikologis yang saling terkait. Pendekatan yang mungkin nanti saya gunakan haruslah holistik, penuh empati, dan bersifat komprehensif agar dapat efektif dalam menghadapi permasalahan yang begitu kompleks ini. Penyalahgunaan narkoba telah menjadi salah satu tantangan terbesar yang dihadapi masyarakat Indonesia, terutama di kalangan generasi muda. Sebagai mahasiswa calon pekerja sosial, saya dihadapkan pada kenyataan bahwa penyalahgunaan narkoba adalah permasalahan kompleks yang membutuhkan pemahaman mendalam dan pendekatan holistik. Masalah narkoba tidak hanya berdampak pada individu, tetapi juga menciptakan lingkaran kesulitan di dalam keluarga, masyarakat, hingga negara.
ADVERTISEMENT
Penelitian oleh Arnett (2000) menyebutkan bahwa, “remaja yang menghadapi stres atau tekanan tinggi cenderung lebih rentan terhadap penyalahgunaan zat karena mereka mencari pelarian dari perasaan negatif." Ini menunjukkan bahwa kondisi sosial seperti kemiskinan, pengangguran, dan ketidakharmonisan keluarga menjadi faktor risiko yang signifikan.Sebagai mahasiswa, saya juga nantinya belajar bahwa peran teman sebaya sering kali mempengaruhi individu dalam penyalahgunaan narkoba. Dalam bukunya Understanding Drug Use, Fisher (2013) menjelaskan bahwa “tekanan teman sebaya memiliki peran besar dalam memengaruhi seseorang untuk mencoba narkoba, terutama di usia remaja ketika identitas diri masih dalam tahap pencarian." Memahami faktor lingkungan ini penting agar kami dapat mengembangkan strategi intervensi yang efektif.Kebijakan dan Dasar Hukum Penanggulangan Narkoba di Indonesia, penanggulangan narkoba diatur dalam berbagai kebijakan dan undang-undang yang menekankan pada aspek pencegahan, rehabilitasi, dan penindakan hukum. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika menjadi landasan hukum utama yang mengatur pengawasan, pencegahan, serta rehabilitasi penyalahgunaan narkotika. Dalam undang-undang ini, pengguna narkoba tidak hanya dilihat sebagai pelaku kriminal, tetapi juga sebagai korban yang membutuhkan rehabilitasi. Pasal 54 menyatakan bahwa pecandu dan korban penyalahgunaan narkotika wajib menjalani rehabilitasi medis dan sosial, sehingga mengalihkan fokus dari pendekatan kriminalisasi ke pendekatan kesehatan. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 juga menekankan pada pentingnya peran masyarakat dalam mencegah penyalahgunaan narkotika, khususnya melalui pendidikan dan sosialisasi. Peran ini sejalan dengan tugas saya sebagai mahasiswa calon pekerja sosial untuk terlibat aktif dalam memberikan edukasi kepada masyarakat tentang bahaya narkoba. Kebijakan ini diimplementasikan oleh Badan Narkotika Nasional (BNN) melalui program-program penyuluhan di sekolah, universitas, dan komunitas, yang bertujuan meningkatkan kesadaran publik serta mengurangi stigma terhadap pecandu narkoba. Peran Mahasiswa dalam Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba,sebagai mahasiswa calon pekerja sosial, saya memiliki peran penting dalam upaya pencegahan penyalahgunaan narkoba. Salah satu strategi yang dapat saya lakukan adalah berpartisipasi dalam sosialisasi bahaya narkoba dan upaya pencegahan di lingkungan kampus maupun masyarakat. Program edukasi ini dapat berupa seminar, diskusi, atau kegiatan penyuluhan yang bertujuan memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang risiko penyalahgunaan narkoba dari segi kesehatan, sosial, dan hukum. Selain itu, saya juga dapat memanfaatkan media sosial sebagai alat kampanye, mengingat platform digital efektif dalam menjangkau audiens muda. Boyd (2014) menyatakan, “media sosial adalah sarana yang kuat untuk menyebarkan pesan pencegahan kepada generasi muda." Melalui kampanye digital, mahasiswa dapat menyampaikan pesan-pesan edukatif yang berisi informasi mengenai tanda-tanda penyalahgunaan narkoba, dampaknya, serta langkah-langkah untuk mencegah keterlibatan dengan narkoba. Intervensi dan Rehabilitasi dalam Perspektif Pekerjaan Sosial,ketika penyalahgunaan narkoba sudah terjadi, peran pekerja sosial dalam intervensi dan rehabilitasi menjadi penting. Sebagai calon pekerja sosial, saya memahami bahwa rehabilitasi bertujuan untuk membantu individu tidak hanya bebas dari ketergantungan narkoba, tetapi juga untuk memulihkan aspek psikososialnya.
ADVERTISEMENT
Dalam rehabilitasi, program pemulihan meliputi konseling individu dan terapi kelompok. Melalui konseling individu, pekerja sosial membantu pengguna narkoba mengatasi akar permasalahan mereka, seperti trauma atau tekanan psikologis. Dalam terapi kelompok, individu yang sedang menjalani pemulihan dapat berbagi pengalaman, yang membantu mereka merasa didukung secara emosional. Pendekatan ini sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009, yang mengatur tentang rehabilitasi medis dan sosial sebagai pendekatan penting dalam pemulihan.Dukungan Pascarehabilitasi untuk Mencegah Relapse, pasca-rehabilitasi adalah fase kritis untuk memastikan mantan pengguna tidak kembali terjerumus ke dalam narkoba.
Sebagai calon pekerja sosial, saya bisa berperan dalam menciptakan jaringan dukungan pascarehabilitasi yang berkelanjutan, seperti kelompok pendukung dan program mentoring. Dukungan ini tidak hanya membantu mantan pengguna narkoba untuk tetap stabil, tetapi juga mengurangi stigma sosial yang sering mereka hadapi. Melalui program kelompok pendukung, saya membantu individu agar tetap merasa diterima dan memiliki peran dalam masyarakat. Sebagai mahasiswa, kami juga bisa terlibat dalam kampanye anti-stigma, sehingga mantan pengguna narkoba yang sedang berjuang untuk pulih mendapatkan dukungan yang lebih baik dari masyarakat. Advokasi Kebijakan yang Berbasis Pemulihan ,undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika membuka peluang untuk pendekatan pemulihan daripada kriminalisasi. Namun, implementasi kebijakan ini masih menghadapi berbagai tantangan, terutama terkait stigma dan keterbatasan fasilitas rehabilitasi. Sebagai calon pekerja sosial, kami memiliki tanggung jawab untuk mendorong pendekatan kebijakan yang berbasis pemulihan, bukan hanya hukuman. Penelitian oleh Hughes dan Stevens (2010) menunjukkan bahwa “kebijakan berbasis pemulihan lebih efektif dalam menurunkan angka penggunaan narkoba dan meningkatkan kualitas hidup pecandu." Sebagai mahasiswa, saya dapat memulai advokasi ini dengan mengadakan diskusi di kampus dan melibatkan komunitas dalam mendukung reformasi kebijakan narkoba. Salah satu kebijakan yang relevan adalah Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 6 Tahun 2018 tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika (P4GN). Inpres ini menginstruksikan seluruh kementerian, lembaga, serta pemerintah daerah untuk bekerja sama dalam penanggulangan narkoba. Saya , sebagai calon pekerja sosial, dapat berperan aktif dalam melaksanakan rencana aksi ini melalui kegiatan preventif dan advokasi Masalah penyalahgunaan narkoba di Indonesia adalah tantangan sosial yang kompleks dan membutuhkan pemahaman mendalam serta pendekatan holistik. Sebagai mahasiswa yang bercita-cita menjadi pekerja sosial, saya berperan dalam pencegahan, intervensi, serta advokasi kebijakan yang mendukung pemulihan. Dengan landasan hukum yang ada, seperti Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 dan Inpres Nomor 6 Tahun 2018, kami dapat memperkuat upaya pencegahan dan rehabilitasi melalui pendidikan masyarakat dan kampanye anti-stigma
ADVERTISEMENT