Manusia yang Tergesa-gesa

Dimas Sigit Cahyokusumo
Alumni Program Magister Perdamaian dan Resolusi Konflik (MPRK) UGM
Konten dari Pengguna
18 September 2022 18:30 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Dimas Sigit Cahyokusumo tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Foto Dokumentasi Pribadi
zoom-in-whitePerbesar
Foto Dokumentasi Pribadi
ADVERTISEMENT
Manusia memang dijadikan Allah memiliki tabiat tergesa-gesa untuk mendapatkan atau mengerjakan sesuatu. Sehingga seringkali ketergesaan menimbulkan kelalaian. Kelalaian menimbulkan celaka. Sejatinya segala peristiwa dalam hidup dapat menciptakan kelezatan, jika saja setiap prosesnya selalu dinikmati. Tetapi seringkali akibat ketergesaan dalam hidup banyak peristiwa-peristiwa yang baik selalu dilewati begitu saja. Tak ada jeda dalam hidup untuk menikmati setiap kejadian, membiarkan setiap peristiwa berlalu begitu saja tanpa ada nilai yang dapat dijadikan pelajaran.
ADVERTISEMENT
Dunia memang selalu dipenuhi oleh ketergesa-gesaan. Setiap hal selalu ditampilkan tidak diutuh, segalanya tak ada yang sempurna. Semua ingin segera mencapai apa yang dikehendaki tanpa mau berproses. Semua hal ingin dikejar melalui berbagai cara termasuk menciptakan kepalsuan. Kesempurnaan selalu terlewat begitu saja lantaran manusia selalu melewati segala peristiwa dengan ketergesa-gesaan. Setiap kejadian tidak dapat tertangkap dengan utuh. Semua cerita dan pengalaman hidup terpenggal oleh ketergesa-gesaan.
Dalam ketergesa-gesaan, kita tidak dapat menikmati minum kopi. Kopi yang diminum hanya sebagai penghilang dahaga. Tanpa penghayatan akan cita rasa kopi yang sesungguhnya. Ketergesaan seringkali disebabkan seseorang tidak memikirkan atau kurang memperhitungkan akibat dari suatu tindakan sehingga hal tersebut bisa mengantarkan manusia mengambil jalan pintas yang bertentangan dengan norma dan hukum. Di media sosial banyak kita temukan sifat orang-orang yang penuh dengan ketergesa-gesaan. Hanya karena ingin terkenal orang mudah menyebarkan berita bohong tanpa mempertimbangkan akibatnya.
ADVERTISEMENT
Kita adalah bangsa yang penuh ketergesa-gesaan. Di jalan raya kita mengemudi dengan cepat, makan dengan cepat, bahkan memvonis orang yang berbeda pendapat dengan kita. Kita memvonis mereka sesat dengan cepat. Kita terobsesi untuk memecahkan rekor untuk memperpendek waktu yang dibutuhkan. Kita menghabiskan sebagian hidup dengan penuh ketergesa-gesaan, melewatkan pengalaman begitu saja, kita mudah percaya bahwa kecepatan akan menghasilkan kekuasaan dan kesuksesan. Padahal sejatinya ketergesa-gesaan akan membawa pada kesia-siaan dan rasa frustasi.
Dalam hidup kita berusaha untuk menghemat waktu, tetapi di satu sisi kita banyak kehilangan hal-hal yang penting dalam hidup. Kita semakin sedikit memiliki waktu untuk merenung dan memahami diri. Kita mempercepat tempo kehidupan dan menjadi semakin tidak sabaran. Kita terlena dengan masa depan yang belum pasti, tetapi lupa menikmati hidup di masa kini. Hidup dihabiskan dengan tergesa-gesa demi sesuatu yang belum pasti. Saat ini teknologi membuat kehidupan manusia semakin efisien, namun terkadang hidup memiliki jalannya sendiri yang tidak sesuai dengan harapan kita. Kita semakin menjadi frustasi, kita semakin lemah tak berdaya akibat ketergesa-gesaan. Sebagaimana lagu Steven & Coconuttreez berjudul lagu santai.
ADVERTISEMENT
Nyanyi lagu pantai
Nyanyi lagu santai
Kalau kau frustasi karena kurang santai
Kau pun sakit hati karena kurang santai
Ketergesa-gesaan dalam banyak hal seringkali menimbulkan frustasi, sakit hati, pemaksaan, dan bahkan kegilaan. Sebagaimana Imam Ali berkata, “kecerobohan dan ketergesa-gesaan adalah sejenis kegilaan karena mereka yang memiliki sifat ini dengan segera menyesali tindakannya, dan jika tidak menunjukkan bahwa kegilaan mereka bersifat tetap dan terus-menerus”. Oleh karena itu, dalam hidup kita butuh yang namanya kesabaran. Sebab proses yang dijalani setiap orang itu berbeda-beda dan penuh makna. Alangkah baiknya setiap makna yang terjadi dalam hidup kita nikmati dengan santai tanpa rasa sakit hati dan frustasi. Sebagaimana Pramoedya Ananta Toer berkata, “kehidupan ini seimbang, barangsiapa hanya memandang pada keceriaanya saja, dia orang gila. Barangsiapa memandang pada penderitaannya saja, dia sakit”.
ADVERTISEMENT