Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Plato: Pilihan Hidup untuk Menjadi Baik
4 Agustus 2023 6:28 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Dimas Sigit Cahyokusumo tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Dalam menjalani aktivitas hidup di dunia manusia memiliki dua pilihan, yakni berbuat baik atau jahat. Berbuat baik dalam arti sederhananya adalah tidak menyakiti sesama manusia dalam bentuknya yang luas. Begitupun sebaliknya, berbuat jahat berarti menyakiti sesama manusia.
ADVERTISEMENT
Pilihan sikap hidup ini tidak bisa ditolak atau dihindari. Sebab manusia diciptakan dalam keadaan merdeka, bebas untuk menentukan pilihan-pilihan hidup, yaitu tentang apa yang dia yakini dan apa yang dia perbuat. Meskipun di dalam setiap pilihan memiliki konsekuensi dan tanggung jawabnya masing-masing.
Sedari kecil, kita sudah diajarkan untuk berbuat baik. Kita semua diharapkan menjadi orang yang baik oleh orang tua kita. Namun, pertanyaannya bagaimana cara menjadi manusia yang baik? Di tengah-tengah kehidupan yang semakin tidak baik-baik saja.
Oleh karena itu, sejak dahulu para filsuf sudah menekankan untuk hidup dalam kebaikan. Semua sikap dan perbuatan kita diarahkan untuk kebaikan. Menurut pandangan sokratik yang diilustrasikan oleh Plato, kebajikan atau kebaikan yang utama tidak dapat direduksi hanya sekadar kesenangan.
ADVERTISEMENT
Pandangan yang hanya mementingkan kesenangan bagi Plato merupakan kesalahan. Oleh karena itu, menurut Plato pandangan tersebut harus dikoreksi. Sebab kunci utama untuk melakukan kebajikan dan kebaikan adalah pengendalian nafsu kejiwaan.
Nafsu-nafsu kita semestinya tidak diarahkan kepada benda-benda material rendahan. Melainkan kepada kebaikan yang hakiki. Dari kebaikan yang hakiki itulah sumber bagi kebaikan yang lainnya.
Plato mempertegas bahwa tujuan hidup tertinggi manusia adalah mencapai kebaikan tertinggi sebagai kebahagiaan sesungguhnya. Kebahagiaan ini bisa tercapai dengan hidup berkeutamaan (memiliki pengetahuan yang baik).
Hidup dengan akal budi yang mengetahui kebaikan adalah suatu hidup yang damai dan teratur. Sebab pada dasarnya kebaikan yang kita lakukan akan berdampak positif pada diri kita sendiri.
ADVERTISEMENT
Sebagaimana firman Allah Swt dalam surah Al-Isra ayat 7:
Kebaikan yang kita lakukan sebagai makhluk sosial memiliki dampak positif bagi kehidupan . Dengan berbuat baik, kita bisa dicintai dan disayangi oleh orang lain. Orang lain menyukai pribadi kita karena kita baik.
Menurut Plato, agar seseorang dapat menyatu dengan kebaikan dan keindahan, diperlukan bangunan intelek (akal) yang kokoh. Oleh karena itu, dibutuhkan sebuah ilmu yang bernama filsafat.
Filsafat yang semula dimaknai sebagai pecinta kebijaksanaan diubah maknanya menjadi sebuah aktivitas intelek (akal) dalam usaha mencintai kebijaksanaan demi meraih penyatuan dengan keindahan dan kebaikan mutlak.
Bagi Plato, cinta sejati sepadan dengan rasionalisme sejati karena keduanya memiliki dasar yang sama, yaitu pengetahuan. Jika kita punya cinta, berarti kita memiliki kerinduan terhadap kebaikan. Sehingga cinta dan kebahagiaan manusia selaras dengan sikap baik terhadap kehidupan.
Kebaikan merupakan sikap yang indah dalam kehidupan sosial. Apa jadinya bila kehidupan tanpa kebaikan. Seseorang secara pribadi bukan dilihat seberapa banyak ia memiliki sesuatu dalam hidupnya. Tetapi seberapa mampu ia berbuat kebaikan dengan sesama.
ADVERTISEMENT
Live Update