Relasi Aku, Dia, Engkau: Filsafat Martin Buber dalam Cinta

Dimas Sigit Cahyokusumo
Alumni Program Magister Perdamaian dan Resolusi Konflik (MPRK) UGM
Konten dari Pengguna
16 Juli 2023 12:22 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Dimas Sigit Cahyokusumo tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Foto Dokumentasi Pribadi
zoom-in-whitePerbesar
Foto Dokumentasi Pribadi
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Manusia adalah makhluk yang dikodratkan merasakan cinta berupa dicintai dan mencintai. Cinta memungkinkan manusia mengenali sesamanya dengan lebih dalam. Cinta merupakan anugerah yang diberikan Tuhan kepada manusia.
ADVERTISEMENT
Di dalam cinta terjalin sebuah relasi antara sesama yang diekspresikan secara eksklusif maupun inklusif. Cinta eksklusif berkenaan dengan relasi khusus antara Tuhan dan manusia.
Selain itu, cinta kepada sesama anggota keluarga, teman, cinta kepada seorang perempuan atau laki-laki adalah cinta inklusif, yakni cinta yang lebih luas antara manusia dan ciptaan Tuhan lainnya.
Cinta membuat hidup menjadi aktual karena cinta mengandung daya yang mempersatukan, yang menggiring dua orang yang mencintai menuju puncak kebahagiaan.
Ilustrasi jatuh cinta dengan rekan kerja. Foto: Shutterstock
Cinta membutuhkan komitmen atas kehendak bersama, sebab tanpanya kebahagiaan segera berakhir. Komitmen dan relasi adalah kaidah penting dalam sebuah cinta.
Kita semua bercita-cita untuk mencintai tetapi kita lebih peduli untuk dicintai daripada mengembangkan kemampuan kita untuk mencintai. Akibatnya cinta yang tulus sering terbuang secara sia-sia.
ADVERTISEMENT
Setiap hubungan yang terjalin dengan cinta pasti membutuhkan dialog di antara dua orang yang saling mencintai. Dialog diperlukan untuk memahami perasaan setiap pasangannya.
Oleh karena itu, filsuf berkebangsaan Austria bernama Martin Buber membedakan tiga pribadi dalam diri seseorang, yaitu aku, dia, dan engkau. Relasi “aku” menurut Martin Buber merupakan relasi manusia yang dibangun karena sesuatu yang menguntungkan dirinya sendiri.
Ilustrasi Cinta. Foto: Shutterstock
Jika tidak ada hal yang menguntungkan untuk dirinya, maka ia tidak ingin membangun relasi dengan orang lain. Aku mencintainya karena dia kaya, cantik, ganteng, dan pintar.
Jika kecantikan dan kegantengan tidak lagi melekat pada dirinya maka relasi orang tersebut akan putus dan berakhir. Relasi “dia” menurut Martin Buber adalah relasi yang dibangun atas dasar keperluan saja.
ADVERTISEMENT
Di saat seseorang memerlukan sesuatu, maka di saat itu terjalin sebuah relasi. Relasi tersebut terlihat saat dia hanya datang untuk meminjam uang, atau dia datang saat saya sedang sukses, saya datang ke warung untuk membeli sesuatu. Setelah keperluan itu terpenuhi maka relasi tersebut akan putus dan berakhir.
Sedangkan relasi “engkau” menurut Martin Buber adalah relasi yang berdasarkan cinta. Relasi yang bersumber dari ketulusan hati dan menerima orang lain dengan penuh cinta dan kasih sayang.
Ilustrasi pacaran. Foto: Shutter stock
Menurut Martin Buber bahwa dalam relasi “aku dan engkau” terjalin sebuah relasi yang mencintai orang lain dengan menerima keadaan orang lain dengan apa adanya. Aku mencintai seseorang bukan karena dia cantik, kaya, ganteng, dan pintar, tetapi saya mencintainya dengan penuh ketulusan.
ADVERTISEMENT
Mencintai seseorang tidak hanya berhenti di fase pertemuan, cinta perlu dibangun dan punya potensi untuk terus dibangun melalui ketulusan dan kasih sayang.
Sebab tanpa ketulusan mustahil cinta yang sejati akan terjadi. Cinta hadir bukan di saat kita butuh dan perlu, cinta hadir di saat kita bisa menerima kelebihan dan kekurangan dari setiap pasangan yang kita cintai.
Cinta bukan permainan menang dan kalah, cinta adalah ikatan yang kokoh untuk saling mempersatukan dan menguatkan dalam kasih sayang.