Relaksasi Kredit Peringan Beban di tengah Pandemi? Ketahui Dulu Mekanismenya!

Konten dari Pengguna
25 Juni 2020 9:34 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Dimas Surya Ashari tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pandemi Coronavirus disease-19 (COVID-19) yang semakin mencekik perekonomian di berbagai negara pada awal hingga pertengahan tahun salah satunya Indonesia, membuat pemerintah dituntut untuk bertindak cepat dan memutar otak untuk melakukan serangkaian kebijakan salah satunya dalam hal menjaga pertumbuhan ekonomi di tengah situasi perekonomian yang sedang lesu. Situasi seperti ini jelas memberikan dampak secara langsung maupun tidak langsung terhadap kinerja dan kapasitas debitur apalagi untuk debitur usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) terlebih pemerintah memberlakukan kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) untuk menekan angka penyebaran Covid-19 sehingga berdampak pada angka pemutusan hubungan kerja (PHK) yang meningkat drastis meskipun sekarang pemerintah telah menerapkan kebijakan new normal /tatanan hidup baru namun kegiatan perekonomian belum pulih seratus persen. Hal ini tentu saja berpotensi mengganggu kinerja perbankan dan stabilitas sistem keuangan yang dapat memengaruhi pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu, untuk tetap menjaga stabilitas sistem keuangan, mendorong optimalisasi perbankan, dan mendukung pertumbuhan ekonomi, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menetapkan Peraturan OJK Nomor 11/POJK.03/2020 tentang “Stimulus Perekonomian Nasional Sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Coronavirus Disease 2019”.
ADVERTISEMENT
Perlu diketahui, peraturan OJK ini berlaku bagi bank umum (BUK), bank umum syariah (BUS), unit usaha syariah (UUS), bank perkreditan rakyat (BPR), dan bank pembiayaan rakyat syariah (BPRS). Kebijakan stimulus ini tidak serta merta dapat diberlakukan ke semua debitur karena dalam peraturan jelas dikatakan bahwa “bank dapat menerapkan kebijakan yang mendukung stimulus pertumbuhan ekonomi untuk debitur yang terkena dampak penyebaran Covid-19 termasuk debitur UMKM, dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian.” sehingga bank juga perlu melakukan penilaian terhadap kapasitas debitur. Kemudian, untuk debitur yang dimaksud terkena dampak penyebaran Covid-19 adalah debitur yang mengalami kesulitan untuk memenuhi kewajiban pada Bank karena debitur atau usaha debitur terdampak dari penyebaran Covid-19 baik secara langsung maupun tidak langsung pada sektor ekonomi meliputi pariwisata, perhotelan, transportasi, perdagangan,dll.
ADVERTISEMENT
Kebijakan stimulus pertama yang dimaksud dalam peraturan OJK yaitu penilaian kualitas kredit/pembiayaan/penyediaan dana lain hanya berdasarkan ketepatan pembayaran pokok dan/atau bunga untuk kredit/ pembiayaan/ penyediaan dana lain dengan plafon s.d Rp 10 miliar. Yang kedua yaitu peningkatan kualitas kredit/pembiayaan menjadi lancar setelah direstrukturisasi selama masa berlakunya POJK. Ketentuan restrukturisasi ini dapat diterapkan Bank tanpa melihat batasan plafon kredit/pembiayaan atau jenis debitur. Untuk kebijakan yang kedua berupa restrukturisasi kredit/pembiayaan dilakukan sebagaimana diatur dalam peraturan OJK mengenai penilaian kualitas aset, antara lain dengan cara :
1. Penurunan suku bunga
2. Perpanjangan jangka waktu
3. Pengurangan tunggakan pokok
4. Pengurangan tunggakan bunga
5. Penambahan fasilitas kredit/pembiayaan, dan/atau
6. Konversi kredit/pembiayaan menjadi penyertaan modal sementara.
ADVERTISEMENT
Dari sisi debitur, kebijakan relaksasi berupa restrukstrurisasi atas kredit/pembiayaan mungkin menjadi peringan beban ditengah situasi pandemi ini terlebih penghasilan mereka selama PSBB juga ikut menurun bahkan mungkin tidak berpenghasilan. Namun, sebelum berencana untuk memanfaatkan, alangkah baiknya untuk mengerti bagaimana mekanisme dari restrukturisasi tersebut. Dalam hal penundaan pembayaran pokok utang, mekanisme keringanan yang berlaku adalah debitur hanya membayar bunga utangnya saja, sedangkan untuk pembayaran pokok utangnya ditunda selama jangka waktu tertentu sesuai penilaian bank. Sehingga, untuk jenis relaksasi ini debitur tetap memiliki kewajiban membayar pokok utangnya dikemudian hari. Sebenarnya, untuk debitur dengan periode tenor yang masih panjang dengan penundaan pembayaran pokok utang membuat beban bunganya masih cukup besar karena perhitungan bunga utang yaitu persentase bunga dikalikan sisa pokok utang sementara untuk pokok utangnya tidak mengalami penurunan.
ADVERTISEMENT
Kemudian, penundaan bayar bunga utang artinya nasabah hanya akan membayar pokok utang saja. Dengan demikian, jumlah pokok utang akan menurun seiring dengan cicilan yang dibayar setiap bulan. Skema relaksasi ini mungkin akan diberikan oleh bank atau multifinance dengan syarat jika jangka waktu kredit sudah mau selesai sehingga masih dalam batas wajar penilaian atas kelonggaran yang diberikan bank. Selanjutnya, penundaan pembayaran pokok dan bunga utang artinya debitur diberikan kesempatan untuk tidak membayar terlebih daulu seluruh cicilan kreditnya selama jangka waktu tertentu. Lalu, skema perpanjangan tenor adalah nasabah tetap membayar cicilan pokok dan bunga utang, tapi dengan jangka waktu yang diperpanjang. Untuk skema perpanjangan tenor sebenarnya beban debitur tidak langsung berkurang begitu saja, karena dengan relaksasi tersebut maka pemenuhan kewajiban debitur kepada pihak bank juga semakin lama.
ADVERTISEMENT
Dengan kebijakan relaksasi ini, masalah kredit/pembiayaan ini tidak langsung selesai secara keseluruhan. Yang perlu digaris bawahi adalah relaksasi kredit dan pembiayaan pada dasarnya tidak dapat diberlakukan ke semua debitur, sehingga pada akhirnya tidak semua pihak bisa merasakan. Pihak bank dan multifinance tetap dituntut untuk memberikan relaksasi secara berhati-hati dan penuh perhitungan manajemen risiko sesuai yang tertera pada peraturan OJK. Dengan begitu, relaksasi hanya diberikan kepada debitur yang punya track record /rekam jejak baik dan yang pasti untuk debitur terdampak tekanan ekonomi akibat pandemi Covid-19. Bank pada prinsipnya harus mengkaji kebijakan relaksasi secara cermat dan tepat, nasabah mana yang layak untuk mendapatkan restrukturisasi atau penundaan cicilan baik pokok maupun bunga utang. Contonya untuk debitur yang secara jangka panjang masih memiliki prospek yang menguntungkan bagi pihak bank, serta harus menghindari terjadinya moral hazard / risiko moral sehingga mengakibatkan kebijakan ini salah sasaran.
ADVERTISEMENT
Catatan untuk debitur yang memperoleh relaksasi kredit dan pembiayaan, walaupun bank sudah melakukan penilaian atas kebijakan restrukturisasi yang diajukan setidaknya debitur harus melakukan perhitungan terlebih dahulu antara cashflow yang dimiliki dengan pengajuan relaksasi kredit/pembiayaan yang akan diajukan. Misalnya, dengan adanya pandemi seperti ini, cashflow debitur berkurang namun masih memiliki tanggungan cicilan kredit motor atau mobil. Apabila keadaan memang tidak memungkinkan untuk pemenuhan cicilan kredit dengan keadaan penghasilan yang tidak sebanding dengan kewajiban utang yang dimiliki, maka debitur dapat mengambil keputusan untuk menjual asetnya sehingga hasil penjualan dapat digunakan untuk menutupi utangnya, dikecualikan jika kendaraan tersebut masih bisa dimanfaatkan untuk memperoleh penghasilan sehingga dapat menutupi cicilannya. Hal ini diperlukan karena relaksasi tidak serta merta menghilangkan beban debitur, justru akan menambah beban debitur dikemudian hari bagi yang tidak siap secara finansial untuk memenuhi kewajibannya.
ADVERTISEMENT
Penulis : Dimas Surya Ashari , Mahasiswa PKN STAN.