Global Value Chain dalam Ekonomi Politik Global Indonesia Terhadap Kopi Kerinci

Dimas Surya Saputra
Mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Islam Indonesia dan Pegiat Isu Amerika Latin.
Konten dari Pengguna
13 Juli 2020 6:20 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Dimas Surya Saputra tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sumber: hasil jepretan pribadi
Indonesia sebagai salah satu negara agraris, tentu memanfaatkan momentum ini untuk bersaing karena pertanian merupakan fondasi dalam penentuan konsumsi ketahanan pangan di dunia internasional membuat pertanian menjadi modal dalam menembus pasar global serta melihat bahwa pertanian dapat dijadikan potensi kebangkitan dalam mengembangkan sayapnya di dunia internasional termasuk kopi.
ADVERTISEMENT
Kopi di Indonesia sendiri merupakan salah satu yang terbaik di dunia. Hal tersebut dapat dilihat dari produksi kopi Indonesia yang berada di urutan keempat terbaik dunia setelah Brazil, Vietnam, dan Kolombia. Hal tersebut tentu menjadi kesempatan indonesia dalam mengenalkan produknya di dunia internasional ditambah permintaan terhadap kopi Arabika dan Robusta masih meningkat tajam sebesar 65%. Industri kopi Indonesia mulai bersaing di dunia internasional sejak 1960 dengan skala kecil-kecilan, Sehingga, keterlibatan pertanian indonesia di lingkup Internasional tentu berdampak kepada wilayah Kerinci.
Kerinci merupakan wilayah bagian barat provinsi Jambi yang terletak di pulau sumatra dan berbatasan dengan sumatera barat di utara dan bengkulu di barat. Sumber penghasilan yang diraup oleh warga kerinci yaitu salah satunya pertanian atau perkebunan. Karena mayoritas masyarakat kerinci bekerja di bidang pertanian seperti menanam cabe, kentang, kol, termasuk kopi. Sehingga membuat kehidupan mereka bergantung kepada hasil pertanian untuk mendapatkan penghasilan yang mereka inginkan.
ADVERTISEMENT
Kopi merupakan salah satu produk perkebunan unggulan bagi masyarakat kerinci. Hal tersebut dapat dilihat para petani mulai menanam kopi pada tahun 2013 dan mendapatkan reaksi yang cukup besar baik nasional maupun internasional terhadap kualitas citarasa kopi kerinci membuat produksi kopi mulai meningkat dan menunjukkan tajinya di pasar internasional sebagai hasil dari eksistensi ekonomi global yang telah dirasakan oleh masyarakat kerinci
Tetapi muncul masalah yang harus dihadapi oleh petani kopi kerinci untuk bersaing di pasar global, yaitu bagaimana cara kopi kerinci dapat bersaing di pasar global dan apa yang harus dilakukan dalam meningkatkan pasar global kopi kerinci? Untuk melihat hal tersebut, dapat meilhat tindakan yang dilakukan oleh Indonesia dalam meningkatkan kualitas produk kopi dalam bersaing di pasar global yang berpengaruh terhadap produksi hasil kopi kerinci.
ADVERTISEMENT
Cara indonesia dalam meningkatkan produk kopi Indonesia di dunia internasional untuk bersaing di pasar global adalah dengan terlibat di Global Value Chain (GVC) atau rantai nilai global yang dibentuk oleh World bank dan IMF dalam membantu negara berkembang seperti Indonesia untuk bersaing meningkatkan produknya di dunia internasional. Rantai nilai global adalah sebuah produk jadi dari hasil ekstraksi, penyulingan, perakitan logistik ritel diberbagai negara yang berbeda di setiap langkah dalam proses pembuatan produk menambahkan nilai pada produk jadi yang akhirnya dapat dibeli dan dikonsumsi secara publik.
Biasanya GVC berupa bahan mentah (pertanian, bahan bakar, tambang) yang diolah dan dikirim ke negara atau perusahaan untuk diproses menjadi sebuah barang jadi. Contohnya seperti Nutella yang bahan bakunya dapat berasal dari berbagai negara seperti Malaysia yang mengolah minyak palm, lalu Nigeria yang mengolah coklat, dan bahan tersebut dikirim ke perusahaan Ferrero di Italia untuk diolah menjadi coklat jelly ternama hingga sekarang. Indonesia sendiri terlibat dalam GVC yang berfokus di bidang pertanian untuk meningkatkan produksinya di pasar global.
ADVERTISEMENT
Banyak negara yang melibatkan GVC dalam produksi kopi seperti Rwanda, Vietnam, Brasil, Kolombia telah menggunakan konsep tersebut untuk memperluas produksi mereka bahkan menjalin kerjasama dengan perusahaan ternama seperti Starbucks. Dengan terlibat dengan GVC, diharapkan dapat dimanfaatkan dengan baik serta membuat persaingan di pasar global menjadi efektif.
Tetapi, Indonesia dihadapkan dengan beberapa tantangan terhadap GVC yaitu kurangnya keterlibatan langsung Indonesia terhadap GVC, kualitas infrastruktur yang kurang memadai berdampak kepada produksi dan logistik barang yang mahal membuat dalam laporan WTO terhadap Global Value Chain Development 2017, Indeks partisipasi Indonesia sekitar 47,3% di bawah partisipasi Malaysia (60,8%) dan Thailand (54,7%) membuat Indonesia berada diposisi bawah di kawasan Asia Tenggara. Dari penurunan partisipasi menjadi dampak yang harus dihadapi oleh pemerintah kerinci.
ADVERTISEMENT
Tujuan dari GVC tentunya sangat menguntungkan UMKM atau ekonomi mikro Kerinci karena fokus dari bahan baku yang dikirim ke perusahaan atau negara importir yang menguntungkan pemerintahan daerah. Pada tahun 2020, sebuah kelompok petani dari 3 kecamatan Kerinci berhasil mengekspor 15,6 ton kopi kerinci ke Belgia yang tentunya menjadi milestone bagi petani kopi kerinci dalam keberhasilannya memproduksi kopi dalam beberapa tahun belakangan.
Adanya kerjasama antara koperasi kopi di kerinci dan perusahaan juga menjadi keuntungan sendiri dalam memperbaiki kualitas yang diharapkan. Sehingga penting bagi pemerintah kerinci dan pusat mengingat bahwa kopi kerinci menjadi salah satu penambah pertumbuhan ekonomi masyarakat, serta menjadi perwakilan Indonesia di Wina, Austria yang tentunya pemerintah daerah harus memikirkan cara dan membuat kebijakan yang sesuai untuk mempertahankan dan meningkatkan produksi kopi kerinci di dunia internasional dan mencari solusi terbaik untuk menghadapi tantangan yang dihadapi.
ADVERTISEMENT
Sehingga pemerintah kerinci dan pusat harus bekerjasama dalam menyelesaikan tantangan yang muncul seperti kurangnya pemerataan infrastruktur, memperbaiki kualitas SDM, sosialisasi, pelatihan, dan pemberdayaan terhadap masyarakat tentang potensi kopi di dunia internasional, dan menyadarkan masyarakat terhadap pentingnya nilai globalisasi di dalam masyarakat kerinci dalam faktor ekonomi dan teknologi supaya GVC dapat diimplementasikan dengan baik.
Selain itu, pemerintah kerinci harus aware terhadap permintaan pasar kopi indonesia yang meningkat hingga 65% dengan melakukan berbagai upgrading seperti memperbaiki kualitas kopi kerinci baik melakukan kerjasama dengan perusahaan maupun dengan negara lain seperti Vietnam, Brazil, dan kolombia dalam hal kualitas kopi yang dapat bersaing dipasar global atau pakar dan ilmuwan di bidang kopi baik domestik maupun internasional serta upgrading teknologi baik melakukan impor maupun pengembangan teknologi dalam produksi kopi.
ADVERTISEMENT
Dalam produksinya pun, pemerintah harus menggunakan pendekatan green economy yang diharapkan menguntungkan masyarakat kerinci dalam peningkatan dan memperbaiki kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat yang berjangka panjang dengan melihat eksistensi lingkungan di dalamnya seperti pemberdayaan SDM yang baik, kesetaraan sosial dalam hasil produksi, serta mengurangi resiko lingkungan dan kelangkaan ekologis untuk meraih kehidupan lingkungan berkelanjutan.
Selain upgrading, pemerintah harus melakukan perluasan lahan yang tidak mengganggu ekosistem dan tempat budaya kerinci seperti mengkonversi wilayah pertanian kentang, kol dengan kopi yang tentunya mengupayakan kerjasama antara penduduk dengan pemerintah terkait lahan perkebunan atau melakukan pembentukan organisasi maupun asosiasi petani kopi yang memiliki lahan pertanian tanaman untuk dapat dikonversi menjadi lahan kopi yang tentunya menghindari penebangan pohon dan teh yang berkelanjutan.
ADVERTISEMENT