Seni dan Cara Kita Melihatnya

Dimas Tri Pamungkas
Writer, Art Curator and Cultural Critic.
Konten dari Pengguna
3 Februari 2023 19:02 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Dimas Tri Pamungkas tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Pengunjung memerhatikan lukisan yang dipajang dalam pameran Membangun Harmoni di Museum Basoeki Abdullah, Jakarta, Sabtu (18/12). Foto: Akbar Nugroho Gumay/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Pengunjung memerhatikan lukisan yang dipajang dalam pameran Membangun Harmoni di Museum Basoeki Abdullah, Jakarta, Sabtu (18/12). Foto: Akbar Nugroho Gumay/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Di dunia ini tidak ada sesuatu yang mutlak tentang segala hal yang kita lihat. Yang ada hanyalah berbagai sudut pandang yang begitu tergantung dari cara kita melihatnya. Jhon Berger, seorang kritikus seni dalam bukunya Ways of Seeing (1972), berpendapat bahwa kita tidak hanya melihat sesuatu, tetapi kita selalu melihat hubungan kita dengan hal-hal yang kita lihat. Karena tidak ada dari kita yang memiliki hubungan yang tidak kritis dengan dunia.
ADVERTISEMENT
Pemahaman Berger, cukup memberikan penjelasan kepada kita bahwa melihat merupakan suatu yang mendasar, namun tidak hanya ke semua hal di luar diri, tetapi melihat juga menempatkan diri dalam konteks yang dilihatnya. Baik secara fisik maupun metaforis. Walaupun apa yang kita lihat seringkali dimediasi, dihalangi, dan dikaburkan makna aslinya oleh usaha ideologi dan politik, namun mereka tidak akan pernah dapat menghapus kenyataan bahwa persepsi tidaklah netral.
Setiap persepsi selalu melewati pandangan dunia atas seseorang, yang merupakan perpaduan antara budaya, pengalaman, nilai, dan seterusnya. Masing-masing dari kita memiliki persepsi yang berbeda tentang dunia, dan kita membutuhkan mata yang kritis selain diperlukan untuk melihat penjelasan tentang dunia di sekitar kita, mata yang kritis juga diperlukan untuk penjelasan yang menipu dari apa yang sedang terjadi, karena apa yang dilihat terkadang dapat memberikan penjelasan tanpa benar-benar mengetahui apa yang sebenarnya terjadi.
ADVERTISEMENT
Setiap kali seseorang melihat seni - terutama karya seni rupa, mereka akan dapat merasakan makna yang berbeda, walaupun karya seni tersebut mungkin memiliki kemiripan dengan karya seni yang lainnya. Perbedaan makna ini lahir karena adanya kepercayaan dan pengetahuan mereka yang telah berubah sejak terakhir kali karya seni itu dilihat.
Pengunjung melihat pameran lukisan tanaman dengan tema "Esok!" di Rumah Kaca Taman Menteng, Jakarta, Jumat (3/12/2021). Foto: Muhammad Adimaja/ANTARA FOTO
Seni terkadang juga banyak yang membingungkan makna, seperti halnya yang di tampilkan oleh seni rupa kontemporer hari ini, karya seni yang menampilkan suatu hal dalam situasi yang asing, tetapi seniman selalu mampu mengarahkan pengamat dengan berbagai informasi ke arah yang benar tentang reaksi atau makna seperti apa yang mereka ingin orang lain dapatkan darinya. Informasi dari luar persepsi kita inilah yang di sebut sebagai faktor persepsi dari luar.
ADVERTISEMENT
Faktor persepsi dari luar, tentu tidak hanya dari informasi seorang seniman. Tetapi juga bisa melalui sesuatu di sekitar dan di luar karya seni itu sendiri, seperti kondisi ideologi dan politik di mana karya seni itu berada. Dengan demikian, seni bukan lagi manifestasi langsung dari kebenaran atau keindahan, melainkan representasi cacat dari konsep-konsepnya sendiri.
Faktor persepsi dari luar, juga membuat penampilan sebuah karya seni, tidak di atur lagi oleh bentuk tentang suatu hal yang ingin ditiru seorang seniman, tetapi diatur oleh faktor persepsi luar. Oleh karena itu, penampilan fisik dan tempat karya seni seringkali diatur sedemikian rupa sehingga karya seni menjadi objek keinginan.