Konten dari Pengguna

Penguatan Kapasitas KPK jadi Pilihan Rasional daripada Peningkatan PPN 12%

Dimas Junian Fadillah
Setiap kalimat adalah api yang menyalakan gagasan.
27 November 2024 7:01 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Dimas Junian Fadillah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
KPK berperan penting dalam memantau penyaluran hasil pajak rakyat
https://pixabay.com/id/photos/borgol-uang-korupsi-ekonomi-2070580/
zoom-in-whitePerbesar
https://pixabay.com/id/photos/borgol-uang-korupsi-ekonomi-2070580/
Di tengah ketidakpastian negara dalam menjamin kesejahteraan rakyatnya, muncul inisiatif pemerintah untuk menaikan PPN sebesar 12%. Alibinya adalah sebagai bentuk Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) yang termuat dalam UU No 7 Tahun 2021. Sebenarnya tujuannya cukup mulia, yaitu menyelaraskan dan memperbaiki sistem perpajakan di Indonesia agar dapat adil dan efisien, namun apalah daya jika tujuan mulia tidak diimbangi proses pemantauan penyaluran pajak secara tepat, tentu akan menjadi sebuah kesia-siaan.
ADVERTISEMENT
Bayangkan saja betapa pilunya masyarakat yang rela menyisihkan rejekinya untuk turut membantu negara dengan membayar pajak. Namun yang terjadi justru hasil pajak malah dengan mudah diselewengkan dan disalahgunakan oleh penyelenggara negara.
Daripada terburu-buru menaikkan pajak khususnya bagi masyarakat kelas menengah ke bawah, sebaiknya pemerintah fokus pada peningkatan kapasitas lembaga pemberantasan korupsi. Jika hal ini tidak segera diperbaiki, kebocoran anggaran yang hanya ditutupi dengan menaikan pajak akan terus terjadi dan pada akhirnya tidak menyelesaikan masalah. Ibarat menuang air ke dalam wadah yang bocor, meskipun dituangkan lima tangki penuh pun tetap saja tidak akan cukup dan terisi dengan maksimal.
Tak Perlu Sepakat OTT yang Penting Koruptor Segera di Hukum
Isu kenaikan PPN 12% juga dibarengi oleh ramainya perbincangan publik terhadap institusi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Menjadi menarik karena menyangkut tentang prosedur penangkapan terduga pelaku korupsi. Salah satu calon pimpinan KPK justru tak setuju dengan OTT. Beliau menganggap bahwa OTT tidak sejalan dengan amanat KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana). Hal tersebut disampaikan saat uji kelayakan dan kepatutan calon pimpinan KPK di Komisi III DPR.
ADVERTISEMENT
Dalam KUHAP memang diatur bahwa penangkapan seseorang seharusnya didasarkan pada penyidikan dan bukan hanya berdasarkan operasi mendadak yang dianggap tidak sesuai dengan prinsip-prinsip hukum acara pidana yang berlaku. Namun, dilema yang muncul adalah rentetan prosedur formal yang ketat justru dapat memberikan celah bagi pelaku korupsi untuk menghilangkan barang bukti sebelum penangkapan dilakukan.
Operasi Tangkap Tangan (OTT) sudah dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sejak tahun 2002, seiring dengan berdirinya KPK itu sendiri. OTT menjadi salah satu alat yang efektif digunakan oleh KPK untuk mengungkap kasus korupsi. Hal ini lantaran OTT cenderung lebih luwes tanpa alur birokrasi yang rumit serta dapat menghasilkan barang bukti secara konkret.
Jika senjata utama seperti OTT dihapuskan, lalu metode apa yang akan digunakan untuk menangkap koruptor yang sesuai dengan KUHAP? Apakah melalui kompromi di meja bundar atau dengan mengirim pesan WhatsApp bertuliskan "OTW, Anda akan ditangkap"?. Sebenarnya tidak ada persoalan dengan istilah apa yang diajukan untuk mengganti OTT, yang penting efektif dalam menangkap koruptor serta dapat segera ditindak dan diadili.
ADVERTISEMENT
Percuma Kalau Pajak Naik 12% tapi Korupsi Masih Tinggi
Praktik korupsi di Indonesia masih sangat memprihatinkan. Berdasarkan laporan Indonesia Corruption Watch (ICW) pada tahun 2023, tercatat ada 791 kasus korupsi dengan 1.695 orang sebagai tersangka. Angka ini meningkat signifikan dibandingkan dengan tahun sebelumnya, 2022, yang hanya mencatatkan 579 kasus dengan 1.396 tersangka.
Dengan data tersebut, keputusan pemerintah untuk menaikkan PPN 12% di tengah tingginya kasus korupsi sangatlah prematur. Korupsi yang jelas-jelas merupakan salah satu faktor utama penyebab kerugian negara, seharusnya menjadi perhatian prioritas sebelum mengambil kebijakan yang membebani masyarakat.
Kebijakan menaikan tarif pajak dan upaya pemberantasan korupsi bukanlah hal yang harus dilihat secara terpisah. Keduanya berhubungan erat lantaran pengelolaan keuangan negara harus transparan dan adil, serta untuk memastikan bahwa pajak yang dipungut dari masyarakat dapat digunakan secara efektif dan efisien untuk kepentingan masyarakat. Jika pemerintah berfokus pada peningkatan pajak tanpa terlebih dahulu mengatasi masalah korupsi, maka potensi penyalahgunaan anggaran akan tetap tinggi, bahkan bisa menjadi lebih parah.
ADVERTISEMENT
Peningkatan Kapasitas KPK Wajib dilaksanakan Sebelum Kebijakan PPN 12% Diterapkan
Dengan demikian, peningkatan kapasitas KPK harus jadi prioritas sebelum peningkatan pajak benar-benar dilaksanakan. Peningkatan kapasitas KPK dapat menjadi salah satu aspek dari berbagai solusi mutakhir untuk menurunkan angka korupsi.
Tanpa adanya penguatan lembaga pemberantas korupsi, kebijakan pajak yang lebih tinggi akan berisiko tidak berjalan efektif dan malah memperburuk keadaan perekonomian masyarakat. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah untuk memastikan bahwa KPK dapat berfungsi secara maksimal, mengawasi aliran dana negara, dan menciptakan sistem yang transparan serta akuntabel. Karena kalau dibiarkan terus-menurus, bukan tidak mungkin jika ekonomi negara akan semakin rusak, seperti lesunya pertumbuhan ekonomi secara berkepanjangan, penurunan produktivitas, dan menurunnya pendapatan negara dari sektor pajak akibat praktik korupsi.
ADVERTISEMENT