Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.100.0
10 Ramadhan 1446 HSenin, 10 Maret 2025
Jakarta
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Konten dari Pengguna
Media Massa : Pengaruhnya Terhadap Perspektif Masyarakat Tentang Rasisme
3 Juni 2020 15:00 WIB
Tulisan dari Dina Amelia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Media massa memiliki peranan yang sangat besar dalam kehidupan manusia saat ini. Menghadirkan berbagai informasi dari seluruh penjuru dunia hanya dalam waktu yang sesaat. Setiap hari kehidupan manusia dipenuhi informasi-informasi yang berasal dari media massa. Diera revolusi industri 4.0 ini perkembangan teknologi dan informasi terjadi begitu cepat. Saat ini akses informasi sangat mudah dan bisa dilakukan kapan dan di mana saja dengan adanya jaringan internet.
ADVERTISEMENT
Pecahnya kasus kekerasan berujung pembunuhan pria berkulit hitam bernama George Floyd oleh empat polisi Minneapolis, Amerika Serikat memicu unjuk rasa besar termasuk kerusuhan. Tragedi ini menyulut solidaritas serupa di berbagai negara, termasuk Indonesia, agar masyarakat peduli dengan represi yang dialami orang asli Papua. Ketika kulit putih dianggap lebih unggul dibanding warna kulit lain. Dengan gerakan protes melawan rasialisme lewat hastag #BlackLivesMatter menyebar keseluruh penjuru dunia terutama ke Indonesia. Hastag ini digunakan sejumlah aktivis dan simpatisan hak menentukan nasib sendiri bagi penduduk Papua untuk mengingatkan bahwa Indonesia punya problem rasialisme warna kulit yang sama.
Rasisme adalah sebuah sistem yang telah terorganisir dalam masyarakat, menyebabkan adanya ketidaksetaraan dan ketidakadilan dalam kekuasaan, sumber daya, kapasitas dan peluang antar kelompok ras atau etnis. Rasisme dapat termanifestasi dalam kepercayaan, stereotip, prasangka atau diskriminasi. Hal Ini meliputi pengancaman dan penghinaan secara terbuka hingga fenomena yang tertanam dalam sistem dan struktur sosial. Dengan kata lain, rasisme merupakan prasangka terhadap sekelompok orang tertentu berdasarkan perbedaan persepsi, yang terkadang dianggap ekstrem. Rasisme juga merupakan paham bahwa ras diri sendiri adalah ras yang paling unggul.
ADVERTISEMENT
Fredrickson menjelaskan bahwa rasisme memiliki 2 komponen utama yaitu perbedaan dan kekuasaan. Rasisme sendiri berasal dari pola pikir yang memandang bahwa satu kelompok berbeda dengan kelompok lainnya. Rasa berbeda tersebut menimbulkan perasaan dominasi dan menguasai bagi ras mayoritas terhadap ras minoritas. Sikap rasis tersebut tercermin dalam bentuk prasangka rasial, labelisasi terhadap ras lain serta diskriminasi rasial. Kejadian tersebut terjadi secara berulang dan terus menerus ketika ras berbeda bertemu dan berinteraksi.
Bukan hanya hastag #BlackLivesMatter yang ramai di bincangkan di internet, baru-baru ini juga dicetusnya hastag #PapuanLivesMatter sebagai bentuk kampanye solidaritas di Indonesia. Sikap rasis yang dilakukan masyarakat Indonesia kepada Papuan sudah sejak lama terjadi. Masyarakat dengan ras dan warna kulit yang berbeda tidak sedikit merendahkan ras Papua dengan berbagai julukan yang tidak etis dan tidak pantas diterima manusia.
ADVERTISEMENT
Tidak dipungkiri iklan yang merupakan salah satu media ditujukan kepada masyarakat membawa pengaruh besar terhadap streotip bahwa kulit putih adalah ras superior. Terutama iklan produk kecantikan dengan embel-embel pemutih. Banyak masyarakat Indonesia yang berkulit kuning langsat hingga sawo matang berlomba untuk menjadi putih karena tergiur mengubah warna kulit aslinya. Kalimat persuasif yang digunakan iklan, memuja kalau berkulit putih itu lebih baik dan unggul merupakan faktor untuk mendiskreditkan warna kulit asli berwarna lebih gelap. Menurut Sejarawan Unpad, Reiza D. Dienaputra dalam diskusi buku bertajuk Rasisme, Sejarah Singkat karya George M. Fredrickson iklan seperti ini juga merupakan warisan sejarah akibat rasisme yang mehinggapi bangsa kita hingga sekarang.
ADVERTISEMENT
Dalam bullet theory dikatakan bahwa sebuah media massa memiliki kekuatan dan pengaruh yang sangat besar dalam hal kehidupan masyarakat. Menurut Wilbur Schramm, pada tahun 1950-an, teori peluru adalah sebuah proses di mana seorang komunikator dapat menembakkan peluru komunikasi yang begitu ajaib kepada khalayak yang bersifat pasif tidak berdaya. Akan tetapi dalam karya tulisnya yang diterbitkan pada awal tahun 1970-an, Schramm meminta kepada para peminatnya agar teori peluru komunikasi itu dianggap tidak ada, sebab khalayak yang menjadi sasaran media massa itu ternyata tidak pasif. Namun jika masyarakat tidak menggunakan media massa dengan bijak maka bullet theory ini dapat terealisasi.
Media massa dapat menembakkan peluru yang kuat hingga menembus pemikiran dan merubah perspektif masyarakat. Maka dari itu, adanya edukasi dini dari media massa dan edukasi dari lingkungan untuk membuka mata dan hati lebih aware bahwa mereka yang bekulit hitam dan gelap bukanlah golongan inferior sehingga menjadi sasaran empuk untuk diinjak-injak dan mereka yang berkulit putih bukanlah golongan superior sehingga seenak jidat mendiskreditkan mereka yang berkulit gelap.
ADVERTISEMENT
Penulis adalah Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Malang (UMM)