Konten dari Pengguna

TikTok: Strategi DJP Optimalisasi Edukasi Perpajakan

Dina Elvinna
Detail-oriented undergraduate Fiscal Administration student with knowledge in the field of Corporate Income Tax, Personal Income Tax, VAT, Tax Management, and Tax Accounting.
1 November 2024 15:52 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Dina Elvinna tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pajak menjadi suatu hal yang tidak dapat dipisahkan dalam perkembangan perekonomian Indonesia. Penerimaan pajak berperan sebagai tulang punggung perekonomian Indonesia dalam meningkatkan pembangunan dan pelayanan publik.
ADVERTISEMENT
Terhitung dari Januari – Agustus 2024, penerimaan negara yang berasal dari pajak mencapai Rp1.196,54 triliun. Namun, penerimaan negara mengalami kontraksi sebesar 4,04% year of year (yoy) pada periode bulan yang sama, meskipun besaran kontraksi tidak lebih besar dari periode bulan sebelumnya sebesar 5,75%. Penurunan kontraksi tersebut menunjukkan bahwa terciptanya peningkatan penerimaan negara secara bertahap.
Sri Mulyani selaku Menteri Keuangan Republik Indonesia menyatakan bahwa pendapatan negara dalam kuartal ketiga di tahun 2024 ini mengalami perlambatan pertumbuhan. Namun, optimisme terus meningkat untuk menghadirkan pertumbuhan ekonomi yang lebih positif. Penguatan perekonomian baik secara moderat maupun signifikan tentu menjadi tujuan yang selalu diupayakan oleh pemerintah, khususnya penerimaan perpajakan.
Dalam praktiknya, Pemerintah memiliki tantangan tersendiri dalam mengoptimalkan penerimaan pajak. Maraknya penolakan dari masyarakat merupakan cerminan dari rendahnya kesadaran perpajakan. Rendahnya kesadaran pajak disebabkan adanya stigma negatif yang menganggap pajak sebagai beban dan tanpa adanya kontribusi timbal balik. Oleh karena itu, perlu dilakukan edukasi atau sosialisasi guna menciptakan kepercayaan publik.
ADVERTISEMENT
Edukasi pajak bukanlah gagasan yang baru muncul di permukaan. Ditjen Pajak (DJP) memiliki perhatian yang besar terhadap rendahnya kesadaran pajak masyarakat Indonesia. Melalui Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE - 46/PJ/2021 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kegiatan Edukasi Perpajakan, DJP berupaya untuk memperluas pemahaman pajak guna meningkatkan kepatuhan pajak.
Strategi Peningkatan Edukasi Pajak
Seiring perkembangan zaman, media sosial menjadi sarana utama dalam menyampaikan informasi dan sosialisasi. Bukan menjadi hal yang diragukan bahwa Pemerintah perlu memanfaatkan secara optimal penggunaan media sosial dalam program edukasi perpajakan. Terdapat banyak potensi dan keunggulan yang terdapat di media sosial yang belum dimanfaatkan dengan baik oleh DJP, seperti halnya keunggulan yang ada dalam media sosial, TikTok.
ADVERTISEMENT
Ilustrasi Media Sosial TikTok untuk Optimalisasi Edukasi Perpajakan (sumber: https:gettyimages.com)
Indonesia berhasil mengalahkan Amerika Serikat dan Brazil dalam aspek pengguna aktif TikTok terbanyak secara global. Pada Juli 2024, sebanyak 157,6 juta users TikTok berasal dari Indonesia dan menjadikan Indonesia sebagai negara pengguna aktif TikTok terbesar di dunia (Statista, 2024). Pengguna TikTok di Indonesia didominasi oleh masyarakat dengan rentang usia 18-34 tahun, dengan 50 juta users berusia 18-24 tahun dan 44,5 juta users berusia 25-34 tahun.
TikTok dapat menjadi sarana media sosial pilihan terbaik bagi DJP dalam meningkatkan kesadaran pajak di Indonesia mengingat attention span yang dimiliki masyarakat hanya kurang dari 1 menit. Video singkat TikTok dapat digunakan untuk memberikan edukasi dan sosialisasi perpajakan, khususnya Generasi Z yang mendominasi media sosial tersebut.
ADVERTISEMENT
Sebenarnya, DJP telah menggunakan TikTok sebagai wadah memberikan informasi dan edukasi perpajakan. Namun, video yang dibuat tidak mendapatkan perhatian lebih dari pengguna TikTok yang ada di Indonesia. Hal tersebut dapat dilihat dalam jumlah penonton dan komentar yang ada di setiap video. Tampaknya masyarakat Indonesia kurang menyukai tipe video yang dibuat DJP sehingga video tersebut kalah saing dibandingkan video kreator lainnya. Rendahnya relevansi dan tingkat daya tarik masyarakat menyebabkan edukasi dan sosialisasi yang tidak tersampaikan secara masif yang menjadikan pelaksanaan edukasi pajak tidak berjalan secara efektif sebagaimana yang diharapkan.
Untuk mengatasi kendala tersebut, terdapat berbagai solusi yang dapat dilakukan. Pertama, DJP dapat melakukan kolaborasi dengan influencer. Kolaborasi dengan influencer ditujukan untuk menarik jumlah penonton sehingga dapat mengoptimalkan awareness terkait informasi atau permasalahan perpajakan.
ADVERTISEMENT
Kedua, menggunakan tren yang sedang viral dan sesuai dengan karakteristik Generasi Z. Karena TikTok didominasi oleh Generasi Z, maka akan lebih baik jika konten yang dibuat menyesuaikan dengan karakteristik generasi tersebut dan menggunakan tren yang sedang viral.
Ketiga, memanfaatkan fitur yang disediakan TikTok semaksimal mungkin. TikTok menyediakan berbagai fitur yang dapat digunakan secara bebas oleh penggunanya, seperti live dan Q&A dropbox. Fitur-fitur tersebut dapat digunakan oleh DJP dalam melakukan sosialisasi edukasi secara virtual. Apabila terdapat pengaduan pelanggaran perpajakan, DJP melalui admin media sosialnya dapat dengan cepat menangani hal tersebut agar citra DJP menjadi lebih baik.
Pada akhirnya, diperlukan sinergitas dalam DJP untuk dapat memahami perkembangan zaman dan melibatkannya dalam lingkup kegiatan perpajakan. Edukasi pajak bukanlah hanya sebuah peraturan tertulis, tapi merupakan esensi tersendiri yang menjadi dasar pemahaman masyarakat terhadap pajak di Indonesia. Perpajakan bukanlah suatu pungutan yang dipaksakan, tapi pungutan sukarela untuk membantu mensejahterakan masyarakat. Hadirnya edukasi pajak yang maksimal diharapkan dapat meningkatkan pemahaman dan kesadaran perpajakan yang mendukung kepatuhan perpajakan.
ADVERTISEMENT