Mutiara-mutiara Terpendam di Tapal Batas

Konten dari Pengguna
18 November 2018 0:09 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Dina Martina tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Meskipun cerita terkait murid sekolah dasar di Tapal Batas di Pulau sebatik telah banyak di tulis dan diberitakan, saya akan menuliskannya kembali sebagai kesan mendalam kunjungan saya ke Pulau Sebatik pada 6 November 2018 lalu. Kunjungan tersebut merupakan bagian dari Bakti Sosial peserta Sekolah Staf Dinas Luar Negeri ke-62 di Sekolah Tapal Batas di Pulau Sebatik yang merupakan kerjasama Kementerian Luar Negeri dengan Pertamina. Ketika itu saya bersama dua orang teman lainnya mendapatkan tugas mengajar di Kelas dua SD di Sekolah Tapal Batas tersebut.
ADVERTISEMENT
Kehadiran kami di ruang Kelas dua SD mendapatkan sambutan hangat para murid. Wajah-wajah ceria terlihat ketika kami memasuki ruang kelas. Mereka tampak tersenyum seakan-akan kehadiran kami membawa kabar gembira bagi mereka. Mungkin letak Sekolah tapal batas yang terpencil dan berada tepat di perbatasan Indonesia dan Malaysia, sehingga mereka sangat senang jika ada kunjungan tamu dari luar daerah. Dari wajah mereka nampak keingintahuan yang besar apakah kakak-kakak ini akan membawa sesuatu yang baru dan menarik?
Ruang kelas II SD yang berdampingan dengan tiga ruang kelas lainnya merupakan rumah panggung dari kayu yang masing-masing berukuran sekitar 4 x 5 meter. Di dalam kelas terdapat sejumlah bangku dari kayu yang telah dilengkapi tempat untuk menulis disisi kanannya serta satu papan tulis berukuran 2 x 1 meter. Kelas 2 terdiri dari 7 anak laki-laki dan 3 anak perempuan. Namun pada hari tersebut satu anak laki-laki dan satu anak perempuan tidak masuk kelas. Satu diantaranya tinggal di wilayah Malaysia yang memerlukan waktu tempuh yang lumayan lama untuk ke sekolah karena harus melalui jalan memutar untuk tiba di sekolah. Namun demikian, sebagian dari anak-anak tersebut ada pula yang tinggal di asrama sekolah.
ADVERTISEMENT
Di awal kelas, kami meminta anak-anak untuk memperkenalkan diri satu persatu. Ada yang dengan lantang menyebutkan nama ada pula yang malu-malu. Namun sebagian besar dari mereka dapat dikatakan sebagai “pemberani”, khususnya Ketua Kelas yang bernama Fadli sangat cekatan, lantang dan tegas ketika memperkenalkan diri. Kami pun sangat terkesan dengan kecerdasan anak-anak ini, hampir semuanya sudah dapat menulis dan membaca. Ketika kami melemparkan pertanyaan mengenai pelajaran berhitung seperti pernambahan dan pengurangan, sebagian besar dari mereka dengan spontan mengangkat tangan berusaha menjawab. Jawaban mereka pun benar semua.
Sumber : Koleksi pribadi Oldrin Lawalata
Ketika salah satu rekan kami, Kak Oldrin, mengajak murid-murid untuk menyanyikan lagu Bagimu Negeri. Murid-murid berdiri didepan kelas sambil berusaha menyanyikan lagu tersebut dengan lancar. Namun, salah satu murid bernama Zuhri nampak masih duduk dibangkunya sambil menuliskan sesuatu. Ia-pun tidak mau bergabung dengan teman-teman lainnya untuk bernyanyi. Selidik punya selidik, rupanya Zuhri senang sekali menulis dan bersikeras untuk menulis lirik lagu Bagimu Negeri yang tertera di papan tulis hingga selesai sebelum bernyanyi. “Saya mau menyelesaikan menulis kata-kata lagu Bagimu Negeri terlebih dulu kakak....,” imbuhnya sambil terus mencatat lirik lagu Bagimu Negeri pada buku tulis miliknya.
Sumber: Koleksi Pribadi Oldrin Lawalata
ADVERTISEMENT
Yang menarik, setelah berhasil menghafal lagu Bagimu Negeri, para murid dengan sedikit berteriak mengatakan “sekarang kami mau menyanyikan lagu “marinir”!!... Tanpa aba-aba mereka dengan serentak menyanyikan lagu tersebut dengan lantang dan tegas. Saya tidak hapal dan baru mengenal lagu “marinir” tersebut. Tapi yang jelas, lagu tersebut mempunyai lirik dan ritme yang sangat patriotik dan menghentak-hentak. Nampaknya mereka telah terbiasa dan sangat antusias menyanyikan lagu “Marinir” daripada lagu “Bagimu Negeri”.
Mengapa demikian? Ternyata wali kelas mereka adalah seorang Marinir. Selain bertugas menjaga perbatasan, bapak marinir yang bernama Pak Ahmad (Muhammad) ini juga mengajar di Sekolah Tapal Batas dengan sekarela. Dedikasi yang luar biasa dan patut ditiru.
Sumber: Koleksi Pribadi Oldrin Lawalata
ADVERTISEMENT
Para muridpun nampaknya tidak terbiasa terlalu lama di dalam kelas. Mereka cenderung cepat bosan dan terpecah perhatiannya untuk bermain. Salah satu murid, Akib, contohnya ketika merasa bosan langsung berkata”aku mau keluar saja, mau bermain….!! Namun kami mencegahnya dengan menjawab “ jika Akib keluar kelas, kakak tidak akan memberi hadiah....….”. Si Akibpun tidak jadi keluar kelas.
Untuk membuat betah para murid, kami menanyakan kepada mereka apakah mereka senang dengan cerita dongeng. Merekapun menjawab serentak “senang…..!!”. Ternyata benar, murid-murid terdiam dan dengan perhatian penuh mendengarkan ketika kami membawakan cerita dongeng si Kancil. Tidak seorangpun terpecah perhatiannya. Menurut Bapak Wali Kelas, anak-anak memang senang mendengarkan cerita dongeng, namun karena buku-buku dongeng diperpustakaan sekolah sangat terbatas mereka menjadi bosan dengan cerita dongeng yang sama yang dibacakan berulang-ulang. Untungnya bersamaan dengan kunjungan kami ke Sekolah Perbatasan, kami membawa sejumlah buku cerita dongeng untuk mereka.
ADVERTISEMENT
Murid-murid nampaknya juga senang belajar sambil bermain. Kebetulan kami membawa permainan congklak dimana wadah permainan congklak yang terbuat dari plastik terdiri dari 9 bagian yang dapat dilepas satu sama lain. Sebelum bermain congklak, kami meminta 2 orang murid bekerjasama menyusun bagian-bagian congklak yang terpisah-pisah menjadi wadah permainan congklak yang utuh. Kami menyediakan 2 set wadah congklak. Di luar dugaan kami, ternyata mereka dapat menyusun wadah congklak tersebut dalam waktu cepat. Para muridpun akhirnya berebut untuk bermain congklak. Nampak sekali potensi yang ada pada murid-murid tersebut. Namun ada satu yang paling menonjol yaitu Fadli si Ketua Kelas. Tidak heran apabila dirinya ditunjuk menjadi ketua kelas.
Sumber: Koleksi Pribadi Oldrin Lawalata
ADVERTISEMENT
Saya terkesan dengan hubungan antara murid dan wali kelas yang sangat dekat. Wali kelas dengan sukarela melakukan jemput antar murid yang rumahnya cukup jauh dari sekolah dan tidak tinggal di asrama. Menurut Pak Wali Kelas, kesibukan orangtua para murid yang bekerja di perkebunan kelapa sawit membuat mereka menyerahkan sepenuhnya pendidikan anak-anaknya kepada Sekolah Tapal Batas.
Saya merasa kebersamaan kami dengan murid-murid terasa sangat singkat. Ingin rasanya bersama-sama dengan mereka lebih lama lagi untuk berbagi kebahagiaan dan ilmu dengan mereka. Semua murid membuat kami tersentuh. Meskipun mereka jarang melihat makanan kecil /snack yang biasa dikonsumsi anak-anak di kota-kota, namun mereka tidak begitu antusias ketika kami membawakan oleh-oleh berupa snack. Mereka justru sangat antusias ketika kami membawakan permainan seperti congklak. Anak-anak tersebut juga merupakan anak-anak yang cerdas yang merupakan mutiara-mutiara terpendam dipulau sebatik yang juga berpeluang menjadi pemimpin Indonesia di masa depan.
ADVERTISEMENT
Kegiatan tersebut telah menyadarkan kami bahwa masih banyak anak-anak yang kurang beruntung di dalam pendidikannya karena belum meratanya pendidikan di Indonesia khususnya dalam hal sarana, prasarana dan kesempatan untuk mendapatkan pendidikan yang baik. Untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat setempat khususnya para guru di Sekolah Tapal Batas terkait perkembangan pembangunan di Indonesia, nampaknya perlu dibangun pemancar TV (RI) dan Radio di wilayah di tapal batas tersebut.
Meskipun Pemerintah Pusat telah memberikan prioritas untuk membangun wilayah-wilayah di tapal batas, namun diperlukan aksi nyata para bupati/kepala daerah di perbatasan. Merekalah yang justru sangat berperan, apalagi bupati dan walikota tersebut adalah pilihan rakyat. Membangun wilayah di perbatasan berarti memberikan kesempatan kepada mutiara-mutiara terpendam untuk mengekpresikan potensi yang dimilikinya. Kami berharap kelak para pemimpin Indonesia berasal dari anak-anak diperbatasan. Kami juga menaruh apresiasi yang sangat tinggi kepada Bapak-bapak maririr yang berdedikasi mengajar murid-murid di Sekolah Tapal Batas, di sela-sela tugasnya mengamankan perbatasan RI-Malaysia.
ADVERTISEMENT