Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.100.0
10 Ramadhan 1446 HSenin, 10 Maret 2025
Jakarta
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Konten dari Pengguna
Korupsi Oplosan BBM: Merusak Negara, Menindas Rakyat
9 Maret 2025 11:30 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Dina Najmi Maulidiyah Rahman tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Kasus korupsi BBM oplosan kembali mencuat dan menjadi perhatian publik. Praktik curang ini dilakukan dengan mencampur bahan bakar dengan zat-zat lain yang menurunkan kualitas, atau dengan cara mengurangi takaran yang seharusnya diterima oleh konsumen. Dalam banyak kasus, praktik ini tidak hanya dilakukan oleh individu, tetapi juga melibatkan jaringan mafia yang terstruktur dan memiliki akses ke sistem distribusi BBM nasional.
ADVERTISEMENT
Korupsi semacam ini memiliki dampak luas dan merugikan banyak pihak. Negara kehilangan potensi pendapatan dalam jumlah besar akibat kebocoran anggaran, sementara rakyat harus menanggung akibat langsung dari bahan bakar yang tidak berkualitas. Kendaraan yang menggunakan BBM oplosan lebih cepat rusak, konsumsi bahan bakar meningkat, dan risiko kecelakaan akibat mesin bermasalah pun bertambah.
Lebih dari itu, korupsi di sektor energi juga memicu kenaikan harga bahan bakar. BBM yang seharusnya tersedia dengan harga yang wajar menjadi mahal karena adanya manipulasi di tingkat distribusi. Hal ini berdampak pada berbagai sektor ekonomi lainnya, terutama industri transportasi dan logistik, yang kemudian membebankan biaya tambahan kepada konsumen akhir.
Dampak Korupsi BBM Oplosan terhadap Rakyat
Praktik oplosan BBM bukan hanya soal pencurian uang negara, tetapi juga bentuk pengkhianatan terhadap rakyat. Bayangkan, seorang sopir angkutan umum yang menggantungkan hidupnya pada kendaraan harus mengeluarkan biaya lebih besar untuk perawatan mesin akibat bahan bakar yang tidak berkualitas. Petani yang membutuhkan BBM untuk irigasi sawah mereka juga harus menanggung harga yang lebih tinggi karena suplai bahan bakar yang tidak sesuai standar.
ADVERTISEMENT
Selain itu, dampak lingkungan juga tidak bisa diabaikan. BBM oplosan sering kali menghasilkan emisi gas buang yang lebih tinggi, mencemari udara dan memperburuk kualitas lingkungan. Polusi udara akibat penggunaan BBM yang tidak sesuai standar akan memperparah krisis kesehatan masyarakat, terutama bagi mereka yang tinggal di perkotaan dengan tingkat polusi tinggi.
Hukuman yang Terlalu Ringan, Pelaku yang Terus Bermunculan
Salah satu alasan mengapa kasus korupsi BBM oplosan terus berulang adalah hukuman yang terlalu ringan bagi para pelakunya. Banyak kasus serupa yang berakhir dengan vonis rendah atau bahkan sanksi administratif yang tidak sebanding dengan kerugian yang mereka timbulkan. Sementara itu, rakyat kecil yang berusaha mendapatkan bahan bakar dengan cara-cara darurat sering kali justru mendapatkan hukuman lebih berat.
ADVERTISEMENT
Ketimpangan dalam penegakan hukum ini mencerminkan lemahnya sistem peradilan dalam menangani kasus korupsi di sektor energi. Padahal, jika melihat dampaknya yang luas, kejahatan ini seharusnya digolongkan sebagai kejahatan luar biasa yang memerlukan tindakan hukum yang lebih tegas.
Mendesak: Reformasi Sistem Distribusi dan Pengawasan BBM
Untuk memberantas praktik BBM oplosan, diperlukan reformasi besar dalam sistem distribusi dan pengawasannya. Pemerintah harus memperkuat transparansi dalam rantai distribusi BBM, mulai dari kilang hingga ke tangan konsumen. Teknologi seperti digitalisasi pencatatan distribusi dan penggunaan sensor canggih dalam pengawasan bisa menjadi solusi untuk mencegah praktik curang.
Selain itu, kolaborasi antara aparat penegak hukum dan lembaga pengawas harus ditingkatkan agar mafia BBM bisa diberantas sampai ke akar-akarnya. Sanksi hukum yang lebih berat dan efek jera yang nyata harus diterapkan, agar tidak ada lagi celah bagi pelaku untuk mengulangi kejahatan mereka.
ADVERTISEMENT
Dina Najmi Maulidiyah Rahman, mahasiswa sarjana kebidanan Universitas Muhammadiyah Surabaya