news-card-video
9 Ramadhan 1446 HMinggu, 09 Maret 2025
Jakarta
chevron-down
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Konten dari Pengguna

Japan Inc. dalam Pusaran Ekonomi Global: Warisan MITI dan Strategi Industrial

Dina Octavia
International Relations Students of Sriwijaya University
6 Maret 2025 12:30 WIB
·
waktu baca 7 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Dina Octavia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Source: Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Source: Pixabay
ADVERTISEMENT
Fenomena “Japan Inc.” telah lama menjadi subjek kajian menarik dalam dunia ekonomi global. Istilah ini merujuk pada model pembangunan ekonomi Jepang pasca-Perang Dunia II yang ditandai dengan kolaborasi erat antara pemerintah, bisnis, dan lembaga keuangan. Di jantung model ini berdiri Kementerian Perdagangan Internasional dan Industri (MITI), yang kini dikenal sebagai Kementerian Ekonomi, Perdagangan, dan Industri (METI). MITI memainkan peran sentral dalam merumuskan dan mengimplementasikan strategi industrial yang ambisius, mengarahkan investasi, mempromosikan inovasi, dan melindungi industri-industri strategis dari persaingan asing.
ADVERTISEMENT
Sejarah MITI dimulai pada tahun 1949, ketika pemerintah Jepang mendirikan lembaga ini untuk bekerja sama dengan badan-badan pemerintah lainnya, terutama Bank of Japan, dalam merancang rencana untuk sektor-sektor industri yang diharapkan dapat maju (Okamoto, 2021). Meskipun tidak seketat otoritas perencanaan Tiongkok saat ini, MITI memiliki pengaruh besar terhadap keputusan penelitian dan investasi sektor swasta selama lima dekade berikutnya. Organisasi ini menggunakan berbagai kebijakan yang serupa dengan yang digunakan oleh pejabat Tiongkok saat ini, dengan fokus khusus pada manajemen perdagangan dan investasi kebijakan industri di sektor-sektor yang dianggap “strategis” untuk kemajuan ekonomi masa depan.
Salah satu aspek penting dari strategi MITI adalah penekanannya pada inovasi dan pengembangan teknologi. MITI memfasilitasi impor teknik dan peralatan manufaktur canggih, memungkinkan perusahaan-perusahaan Jepang untuk dengan cepat mengejar ketertinggalan dalam hal efisiensi produksi dan kualitas (Lechevalier, Debanes, & Shin, 2019). Kementerian ini juga berperan penting dalam mengkoordinasikan investasi dan mempromosikan standardisasi dalam industri. Hal ini memungkinkan produsen Jepang untuk mencapai skala ekonomi dan bersaing secara efektif di pasar internasional.
ADVERTISEMENT
Studi kasus yang menarik untuk dibahas adalah industri otomotif Jepang. Pada awal tahun 1950-an, industri otomotif Jepang tertinggal jauh di belakang negara-negara Barat. Namun, dengan dukungan kuat dari MITI, perusahaan-perusahaan seperti Toyota dan Nissan mulai berkembang pesat. MITI melindungi produsen mobil dari persaingan asing melalui tarif tinggi dan pembatasan impor, sambil mendorong mereka untuk mengadopsi teknologi baru dan meningkatkan proses produksi mereka (Anchordoguy, 2005).
MITI juga mendorong kolaborasi antara produsen mobil dan industri terkait seperti baja dan elektronik. Kolaborasi lintas sektor ini menghasilkan inovasi produk yang memberikan keunggulan kompetitif bagi produsen mobil Jepang di pasar global. Sistem keiretsu, yang merupakan jaringan perusahaan yang saling berhubungan melalui kepemilikan saham dan hubungan bisnis, memainkan peran penting dalam mendukung strategi ini (Aoki & Lennerfors, 2013).
ADVERTISEMENT
Hasilnya, industri otomotif Jepang mengalami pertumbuhan eksplosif pada tahun 1970-an dan 1980-an. Perusahaan-perusahaan seperti Toyota dan Nissan menjadi raksasa global, terkenal dengan kendaraan berkualitas tinggi dan hemat bahan bakar mereka. Keberhasilan ini tidak hanya mengubah ekonomi Jepang tetapi juga memiliki dampak mendalam pada industri otomotif global.
Namun, keberhasilan model “Japan Inc.” juga menimbulkan ketegangan dengan mitra dagang utama Jepang, terutama Amerika Serikat. Pada tahun 1980-an, terjadi lonjakan minat terhadap perencanaan ekonomi Jepang dan MITI pada khususnya di Amerika Serikat. Buku-buku seperti "Japan as Number One: Lessons for America" oleh Ezra F. Vogel menjadi bestseller dan memicu minat terhadap budaya dan upaya perencanaan industri Jepang
Beberapa pengamat memandang keberhasilan Jepang dengan kekaguman, sementara yang lain melihatnya dengan kecurigaan dan menganggap negara tersebut lebih sebagai lawan yang perlu ditantang. Ketakutan tentang "Japan Inc." mencapai puncaknya pada akhir 1980-an, dengan banyak buku dan kolom yang memprediksi bahwa Jepang pada akhirnya akan mengalahkan Amerika dalam persaingan ekonomi global (Okamoto, 2021).
ADVERTISEMENT
Namun, prediksi-prediksi ini terbukti terlalu berlebihan. Pada tahun 1990-an, Jepang mengalami kemunduran ekonomi yang parah yang dikenal sebagai "Dekade yang Hilang". Berbagai faktor berkontribusi pada kemunduran ini, termasuk berakhirnya periode modernisasi "mengejar ketertinggalan", meningkatnya persaingan dari negara-negara Asia lainnya seperti Korea dan Taiwan, keterbatasan sumber daya alam, penurunan pertumbuhan penduduk, dan berakhirnya ekspansi perdagangan luar negeri yang mudah (Lechevalier et al., 2019).
Kegagalan perencanaan mikroekonomi, termasuk banyak kesalahan langkah oleh MITI, juga menjadi jelas selama periode ini. MITI telah membuat berbagai taruhan kebijakan industri yang awalnya ditakuti oleh para pengamat AS, hanya untuk menjadi kegagalan yang memalukan beberapa tahun setelah dimulai. Yang paling menonjol dalam hal ini adalah upaya Jepang untuk merencanakan sektor-sektor teknologi tinggi masa depan, seperti televisi definisi tinggi (HDTV) dan komputasi canggih (Anchordoguy, 2005).
ADVERTISEMENT
Meskipun demikian, warisan MITI terus membentuk kebijakan industri Jepang. Penekanan pada kolaborasi pemerintah-industri, inovasi teknologi, dan perencanaan jangka panjang tetap menjadi ciri khas pendekatan Jepang terhadap pembangunan ekonomi. Namun, dalam ekonomi global yang berubah dengan cepat saat ini, Jepang menghadapi tantangan baru.
Persaingan yang meningkat dari ekonomi-ekonomi berkembang, gangguan teknologi, dan pergeseran demografis semuanya mengharuskan Jepang untuk mengadaptasi strateginya. Sistem keiretsu, yang dulunya merupakan sumber kekuatan, telah menjadi lebih kaku dan kurang dapat beradaptasi dengan perubahan. Jaminan pekerjaan seumur hidup, pilar lain dari model Jepang, juga berada di bawah tekanan (Aoi & Taro, 2013)
Namun, pengalaman Jepang menawarkan pelajaran berharga bagi negara-negara lain yang berusaha mempromosikan pembangunan ekonomi. Pentingnya kebijakan industri yang terdefinisi dengan baik, investasi strategis dalam teknologi, dan kolaborasi erat antara pemerintah dan industri tidak dapat dilebih-lebihkan. Dengan membangun warisan MITI dan mengadaptasi strateginya ke ekonomi global abad ke-21, Jepang dapat terus menjadi pemain utama di dunia.
ADVERTISEMENT
Saat ini, Jepang menghadapi tantangan baru dalam ekonomi global yang semakin terhubung dan kompetitif. Salah satu tantangan utama adalah bagaimana mempertahankan daya saing di sektor-sektor teknologi tinggi di tengah persaingan yang semakin ketat dari negara-negara seperti Tiongkok dan Korea Selatan. Jepang telah berusaha untuk beradaptasi dengan fokus pada inovasi di bidang-bidang seperti robotika, kecerdasan buatan, dan teknologi hijau (Lechevalier et al., 2019).
Pemerintah Jepang juga telah mengambil langkah-langkah untuk memodernisasi kebijakan industrinya. Misalnya, "Abenomics", strategi ekonomi yang diperkenalkan oleh mantan Perdana Menteri Shinzo Abe, mencakup reformasi struktural yang bertujuan untuk meningkatkan daya saing Jepang. Ini termasuk upaya untuk meningkatkan fleksibilitas pasar tenaga kerja, mendorong partisipasi perempuan dalam angkatan kerja, dan mempromosikan inovasi melalui deregulasi dan insentif pajak untuk penelitian dan pengembangan (Vogel, 2020).
ADVERTISEMENT
Namun, Jepang juga menghadapi tantangan demografis yang signifikan. Populasi yang menua dan menurun mengancam pertumbuhan ekonomi jangka panjang dan membebani sistem kesejahteraan sosial negara. Ini telah mendorong pemerintah untuk mempertimbangkan kebijakan-kebijakan baru, termasuk imigrasi yang lebih liberal dan upaya untuk meningkatkan tingkat kelahiran (Aoki & Lennerfors, 2013).
Meskipun menghadapi tantangan-tantangan ini, Jepang tetap menjadi kekuatan ekonomi global yang signifikan. Negara ini terus menjadi pemimpin dalam berbagai sektor industri dan teknologi, dan perusahaan-perusahaan Jepang tetap menjadi pemain kunci di pasar global. Warisan MITI, dengan penekanannya pada perencanaan jangka panjang dan kolaborasi antara pemerintah dan industri, terus mempengaruhi pendekatan Jepang terhadap pembangunan ekonomi.
Pengalaman Jepang menawarkan pelajaran berharga bagi negara-negara lain yang berusaha mempromosikan pembangunan ekonomi melalui kebijakan industri. Ini menunjukkan pentingnya fleksibilitas dan adaptasi dalam menghadapi perubahan kondisi global. Sementara pendekatan top-down MITI berhasil dalam konteks tertentu, pengalaman Jepang juga menunjukkan batasan-batasan perencanaan terpusat dan pentingnya inovasi yang didorong oleh pasar.
ADVERTISEMENT
Pada akhirnya, warisan "Japan Inc." dan MITI tetap menjadi subjek perdebatan dan analisis. Sementara beberapa pengamat mengkritik kekakuan dan inefisiensi yang kadang-kadang dihasilkan oleh intervensi pemerintah yang ekstensif, yang lain menunjuk pada keberhasilan Jepang dalam membangun industri-industri kelas dunia sebagai bukti manfaat kebijakan industri yang ditargetkan. Perdebatan ini terus relevan saat negara-negara di seluruh dunia mempertimbangkan peran pemerintah dalam membentuk pembangunan ekonomi di era globalisasi dan perubahan teknologi yang cepat.
Referensi
Anchordoguy, M. (2005). Reprogramming Japan: The high tech crisis under communitarian capitalism. Cornell University Press.
Aoki, K., & Lennerfors, T. T. (2013). The new, improved keiretsu. Harvard Business Review, 91(9), 109-113.
Lechevalier, S., Debanes, P., & Shin, W. (2019). Financialization and industrial policies in Japan and Korea: Evolving institutional complementarities and loss of state capabilities. Structural Change and Economic Dynamics, 48, 69-85.
ADVERTISEMENT
Okamoto, Y. (2021). The evolution of industrial policy in Japan: An institutional perspective. Journal of Economic Issues, 55(2), 424-430.
Vogel, S. K. (2020). Japan's long stagnation, deflation, and Abenomics: Mechanisms and lessons. Cambridge University Press.