Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.94.0
Konten dari Pengguna
Makan Gratis Siswa: Langkah Tepat atau Beban Baru?
6 Januari 2025 12:20 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari DINA YANTI NAINGGOLAN tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Bagaimana Program Makan Gratis Siswa Mempengaruhi Keuangan Negara dan Keadilan Sosial?
ADVERTISEMENT
Program makan gratis siswa yang dicanangkan pemerintah mulai tahun 2025 menuai banyak perhatian. Meski bertujuan mulia, kebijakan ini menimbulkan perdebatan terkait efektivitas, efisiensi, dan dampaknya terhadap keuangan negara. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), alokasi belanja sosial pada 2024 mencapai Rp129 triliun, atau 8,2% dari total belanja negara. Dengan kebijakan baru ini, diproyeksikan anggaran belanja sosial akan meningkat hingga 12% pada 2025, yang tentunya menjadi beban baru bagi APBN.
Program makan gratis siswa diperkenalkan sebagai bagian dari upaya meningkatkan gizi anak-anak sekolah, mengurangi angka putus sekolah, dan mendukung tumbuh kembang anak secara optimal. Namun, apakah program ini benar-benar solusi tepat, ataukah justru memunculkan masalah baru?
Anggaran Negara Tergerus, Prioritas Terabaikan
ADVERTISEMENT
Penyediaan makan gratis untuk seluruh siswa sekolah dasar dan menengah di Indonesia akan membutuhkan anggaran tambahan yang signifikan. “Jumlah peserta didik pada tahun ajaran 2024/2025 sebanyak 52.913.427 siswa,” Ujar Lilis Anisah, Statistisi BPS Kota Semarang, Senin (23/09/2024) dari data tersebut dapat kita perkirakan dengan rata-rata biaya makan per siswa sebesar Rp15.000 per hari, total kebutuhan anggaran mencapai sekitar Rp 23,85 triliun per bulan atau Rp286,5 triliun per tahun.
Ketika anggaran negara dialokasikan untuk program seperti makan gratis siswa, prioritas lain yang mendesak bisa terabaikan. Sebagai contoh, laporan BPS menunjukkan bahwa pada 2024 masih terdapat 13,1 juta rumah tangga yang belum memiliki akses air bersih dan 10,4% penduduk hidup di bawah garis kemiskinan. Dalam konteks ini, apakah pengadaan makan gratis merupakan langkah paling bijak?
ADVERTISEMENT
Efisiensi dan Potensi Penyalahgunaan
Program subsidi massal seperti makan gratis siswa juga rawan penyalahgunaan dan tidak efisien. Berdasarkan pengalaman program bantuan sosial (bansos) sebelumnya, laporan BPS mencatat bahwa pada 2023, sekitar 21,6% dana bansos tidak tepat sasaran akibat data penerima yang tidak valid atau distribusi yang tidak transparan. Hal serupa dapat terjadi pada program makan gratis siswa.
Lebih lanjut, adanya perbedaan kondisi geografis dan infrastruktur di Indonesia akan menyulitkan pelaksanaan program ini. Data BPS menunjukkan bahwa di Papua, misalnya, disparitas harga kebutuhan pokok sangat tinggi. Biaya distribusi bahan pangan di wilayah ini bisa mencapai tiga kali lipat dibandingkan Pulau Jawa. Hal ini menimbulkan ketidakadilan dalam pelaksanaan program karena biaya per siswa di daerah terpencil akan jauh lebih tinggi dibandingkan di kota-kota besar.
ADVERTISEMENT
Ketergantungan dan Pengabaian Peran Orang Tua
Kebijakan makan gratis siswa juga berisiko menciptakan ketergantungan dan mengikis peran orang tua dalam memenuhi kebutuhan gizi anak. Dalam beberapa kasus, program seperti ini dapat membuat orang tua mengurangi perhatian terhadap pola makan anak di luar sekolah. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Universitas Gadjah Mada pada 2023 menunjukkan bahwa intervensi gizi sekolah tanpa edukasi gizi keluarga hanya memberikan dampak jangka pendek terhadap peningkatan gizi siswa.
Apakah Program Makan Gratis Siswa Tepat Sasaran?
Program makan gratis siswa bertujuan mengatasi permasalahan gizi anak sekolah. Namun, data BPS 2024 menunjukkan bahwa hanya sekitar 14% anak usia sekolah yang tergolong kekurangan gizi. Sebagian besar siswa tidak memerlukan bantuan ini, sehingga program makan gratis berskala nasional menjadi kurang tepat sasaran. Sebaliknya, program yang lebih terarah seperti pemberian makanan tambahan (PMT) pada anak-anak di daerah miskin atau dengan prevalensi stunting tinggi bisa menjadi alternatif yang lebih efektif.
ADVERTISEMENT
Program makan gratis siswa merupakan kebijakan yang di satu sisi memiliki niat baik, tetapi di sisi lain menimbulkan banyak persoalan. Dari tekanan terhadap keuangan negara, risiko ketidakefisienan, hingga potensi salah sasaran, kebijakan ini tampaknya belum menjadi solusi optimal. Daripada mengalokasikan anggaran besar untuk program berskala nasional yang berisiko, pemerintah sebaiknya fokus pada intervensi yang lebih terarah dan mendukung pembangunan yang berkelanjutan.
Sebagai masyarakat, penting bagi kita untuk kritis dan mengawal implementasi kebijakan ini agar tidak menjadi beban baru yang membebani negara tanpa hasil yang signifikan. #KawalKebijakanMakanGratis