news-card-video
25 Ramadhan 1446 HSelasa, 25 Maret 2025
Jakarta
chevron-down
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Konten dari Pengguna

Quo Vadis Tatanan Sosial Indonesia Paska Pandemi

dina arifana
Mahasiswa Studi Agama-Agama UIN Semarang dan Kru LPM Idea Semarang
7 Agustus 2020 9:10 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari dina arifana tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Foto oleh iXimus dari Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Foto oleh iXimus dari Pixabay
Kehadiran Virus Corona nampak mengubah pola hidup masyarakat. Hal ini terlihat dari kebiasaan masyarakat yang mulai menerapkan pola hidup sehat dan bersih. Setiap pertokoan dan tempat umum misalnya, kini dilengkapi dengan tempat cuci tangan atau hand sanitizer. Bahkan ramai-ramai masyarakat mulai sering mengenakan masker. Padahal, bisanya jarang sekali orang memakai masker, jikalau memakai masker itupun untuk menghindari polusi atau teriknya matahari.
ADVERTISEMENT
Hal lain juga terlihat dari aktivitas sebagian masyarakat yang diunggah di media sosial (medsos). Mereka mengunggah aktivitas bersepeda, workout, hingga aktivitas olahraga lainnya, yang bisa dilakukan di rumah. Pada beberapa kesempatan, unggahan-unggahan sebagian masyarakat di medsos, juga lebih banyak mengampanyekan hidup sehat. Termasuk himbauan untuk physical distancing dan mengenakan masker.
Dilansir dari kumparan.com (16/04/20), lembaga market research populix, mendapati kebiaasaan baru selama masa pandemi. Terlihat dari 4.500 responden, terdiri dari wilayah Jabodetabek, Jateng, Jabar, Jatim, dan sebagian wilayah lain terdampak corona. Salah satunya, ialah masyarakat yang peduli terhadap sanitasi. Di mana, sekitar 74 persen responden mengaku menjadi lebih sering mencuci tangan, sekitar 52 persen responden menggunakan hand sanitizer, 57 persen responden mengaku rutin minum multivitamin, dan 52 persen responden mengaku rutin menggunakan masker saat keluar rumah.
ADVERTISEMENT
Tentu hal-hal di atas merupakan sebuah kebiasaan baik yang bisa menjadi tradisi, apalagi dilakukan dengan kesadaran penuh dan bisa menjadi kesadaran kolektif, utamanya kesadaran dalam berperilaku hidup sehat.
Sebuah Habitus
Tidak hanya pola masyarakat dalam dunia kesehatan yang mulai mengalami perubahan. Tetapi juga dalam tatanan sosial. Pola pola bersosial masyarakat juga sedikit demi sedikit berubah, seiring merebaknya virus Corona ini. Jika biasanya kita akan menjumpai orang-orang bergosip di depan rumah, mahasiswa yang sering unjuk rasa, bahkan hingga tradisi-tradisi seperti larung dan sedekah laut. Tentu lambat laun mulai mengalami kehilangan nilai (value).
Dalam ranah sosial, kita bisa kehilangan nilai untuk saling bertegur sapa, nilai berkumpul untuk membuat sebuah gebrakan, atau jika dalam sebuah tradisi, kita tidak bisa merasakan lagi sebuah kesakralan dan nilai kebudayaan dalam tradisi tersebut. Mungkin, saat ini kita belum "merasa" kehilangan, karena wujud dari kegiatan tersebut masih ada, akan tetapi tentu kita merasakan intensitasnya yang semakin berkurang. Misal saja, dalam hal bertegur sapa, sekarang kita lebih banyak melakukannya di dunia Maya.
ADVERTISEMENT
Tetapi perlu diingat dunia Maya tetaplah dunia Maya, sekalipun kita bisa melakukan panggilan video call. Akan tetapi, semua itu tetaplah terbatas, tidak seperti biasanya saat orang bertemu langsung atau bertatap muka. Jika intensitas kegiatan ini semakin lama semakin berkurang, tidak mustahil bukan. Jika sebuah tatanan akan berubah total bahkan sampai hilang?
Saat ini secara tidak langsung, masyarakat diarahkan untuk menjadi manusia yang berperilaku individualis. Individualis di sini bukan sekedar individualis yang acuh dan tidak peduli akan keadaan. Tetapi, juga ia kesulitan dalam mengajak orang untuk berperilaku secara kolektif, karena keterbatasan ruang. Belum lagi ketakutan akan terinfeksi virus corona, tentu membuat mereka akan berpikir dua kali untuk sekedar bertemu dan berkumpul.
ADVERTISEMENT
Berbeda dengan perilaku hidup sehat, seperti tren berolahraga dengan bersepada atau workout dan sejenisnya, yang orang mungkin lebih banyak mengetahuinya melalui dunia maya. Bedanya, perilaku tersebut bisa dilakukan secara individu bukan kolektif, dan efeknya pun diterima oleh individu itu sendiri.
Perilaku-perilaku di atas berkecenderungan membentuk sebuah habitus baru dalam bersosial. Seorang tokoh sosiologi kultural, Pierre Bordieu, menjelaskan bahwa habitus ialah hasil pembangunan nilai-nilai sosial budaya beragam dan rasa permainan yang melahirkan berbagai macam gerakan, disesuaikan dengan permainan yang sedang dilakukan. Di mana di sini terdapat peran individual-individual dalam mengembangkan skema persepsi, tindakan dan hal tersebut bertahan dalam waktu lama.
Dalam buku Postmodernisme Teori dan Metode (Akhyar Lubis: 2016). Dijelaskan bahwa penanaman habitus ini adalah penyatuan habitus melalui bentuk-bentuk yang terhitung dari disiplin keinginan bahasa dan struktur sosial dialihkan dalam bentuk perilaku dan cara hidup. Sedangkan, habitus ini sendiri juga bisa menjiwai tindakan kolektif aktor sosial maupun individual.
ADVERTISEMENT
Tentu ini bisa terlihat dan terbaca dari fenomena yang terjadi selama Pandemi. Mulai dari pembatasan berkumpul, jaga jarak, penerapan pembelajaran daring, hingga saat ini diberlakukan penerapan new normal. Hingga kemudian hal tersebut, memberikan reaksi-reaksi pada masyarakat dalam bentuk tindakan atau perilaku-perilaku, seperti yang sudah penulis jelaskan di atas.
Tatanan sosial kedepannya
Jumlah kasus covid-19 di Indonesia hingga saat ini, masih terus bertambah, dan belum bisa diprediksi kapan virus ini akan hilang. Semua prediksi yang dilakukan oleh ahli saat masa awal-awal penyebaran virus corona di Indonesia, tentang kapan pandemi ini usai, tentu melesat jauh. Buktinya, hingga kini belum ada tanda-tanda yang bisa menjadi angin segar bagi masyarakat untuk berkativitas dengan tenang. Meskipun sudah terdapat berita tentang studi vaksin corona hingga penemuan kalung antivirus corona, buatan kementrian pertanian (kementan) yang masih menuai banyak pertanyaan dari publik.
ADVERTISEMENT
Kehadiran wabah corona ini bukanlah sekedar krisis kesehatan, yang berdampak besar pada ekonomi. Melainkan juga berdampak pula pada tatanan sosial atau bahkan peradaban kedepannya. Skema terburuknya ialah, masyarakat akan kehilangan nilai-nilai bersosial, dengan melihat kemungkinan habitus yang akan muncul. Apalagi habitus di sini memeliki peran dalam mempertahankan hirarki dan menganggap segala hal yang terjadi sebagai suatu yang alamiah, absah, dan tidak bisa dihindari. Meskipun, menurut Bordieu aspek struktur dalam habitus masih memungkinkan berubah, karena habitus bukanlah hal yang bersifat stabil, mapan. Tetapi ia bisa berubah dan berimprovisasi berdasarkan lingkungan eksternal, habitus tersebut muncul.
Tetapi, bagaimana nasib dan kondisi tatanan sosial kedepannya. Perlu dipikirkan dengan matang-matang, khususnya oleh pemerintah. Karena ia sebagai pemegang kendali dalam pembuatan kebijakan selama wabah corona ini menyebar. Terutama, bagaimana mempertahankan nilai-nilai sosial dalam bermasyarakat di Indonesia. Bayangkan saja, bagaimana jika Indonesia kehilangan nilai-nilai tersebut? Mari kita pikirkan bersama.
ADVERTISEMENT