Konten dari Pengguna

Menilik Nasib Pekerja Perempuan di Tahun 2023 Pasca Pandemi Covid-19

Dinda Aisyah Maulidia
Bachelor of Public Administration, University of Indonesia
14 Januari 2024 21:19 WIB
·
waktu baca 12 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Dinda Aisyah Maulidia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pasang Surut Tingkat Pengangguran sebagai Dampak dari Pandemi Covid-19
Kasus pertama Covid-19 di Indonesia terdeteksi pada 2 Maret 2020 yang ditandai dengan adanya Warga Negara Indonesia (WNI) dengan riwayat interaksi bersama WN Jepang dan kemudian menjalani perawatan di ruang isolasi RSPI Dr. Sulianti Saroso, Jakarta (Nuraini, 2020). Secara lebih lanjut, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menetapkan Covid-19 sebagai pandemi di Indonesia pada 31 Maret 2021 melalui Keputusan Presiden (Kepres) No. 11 Tahun 2020 tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Corona Virus Disease 2019 di Indonesia (Kemenkes, 2021). Pandemi Covid-19 membawa dampak buruk di berbagai negara, tak terkecuali di Indonesia. Dalam hal ini, sektor perekonomian mengalami dampak yang cukup signifikan dengan menunjukkan adanya penurunan. Sebagaimana yang disampaikan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) yaitu perekonomian Indonesia pada triwulan IV-2020 terhadap triwulan sebelumnya mengalami kontraksi pertumbuhan sebesar 0,42% (q-to-q) (BPS, 2021). Kemudian, pada triwulan I-2021 terhadap triwulan sebelumnya mengalami kontraksi pertumbuhan sebesar 0,96% (q-to-q) (BPS, 2021).
ADVERTISEMENT
Adapun efek domino dari penurunan ekonomi di Indonesia adalah banyaknya masyarakat yang kehilangan pekerjaan. Hal tersebut dikarenakan tidak sedikit perusahaan melakukan efisiensi melalui Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Dengan demikian, jumlah pengangguran turut meningkat yang ditunjukkan melalui data BPS, yaitu bahwa pada Februari 2020 tingkat pengangguran di Indonesia berdasarkan angkatan kerja adalah 6,93 juta jiwa (BPS, 2022). Kemudian, pada Agustus 2021 meningkat menjadi 9,10 juta jiwa (BPS, 2023)
Sumber: kompas.tv
Adapun pada tahun 2022 Kemenkes mencatat kasus aktif Covid-19 tengah mengalami penurunan (Kemenkes, 2022). Adanya penurunan kasus aktif Covid-19 menjadikan masyarakat dapat beraktivitas kembali sehingga perekonomian perlahan dapat dipulihkan. Dalam hal ini, BPS menyampaikan bahwa ekonomi Indonesia tahun 2022 tumbuh sebesar 5,31% (BPS, 2023). Hal tersebut sejalan dengan penurunan tingkat pengangguran yaitu pada Agustus 2022 menjadi 8,42 juta jiwa (BPS, 2023). Lebih lanjut, pada tahun 2023, status pandemi terkait Virus Covid-19 diakhiri dan Presiden Joko Widodo (Jokowi) menerbitkan Kepres No. 17 tahun 2023 tentang Penetapan Berakhirnya Status Pandemi Corona Virus Disease 2019. Dengan terbitnya keputusan tersebut, maka status Virus Covid-19 berubah menjadi endemi (Helmi, 2023). Adanya hal ini juga mendukung penurunan tingkat pengangguran menjadi 7,86 juta jiwa pada Agustus 2023 (BPS, 2023).
ADVERTISEMENT
Ketimpangan Pekerja Perempuan dan Laki-Laki di Indonesia
Salah satu dampak baik dari penurunan tingkat penganggguran berdasarkan angkatan kerja adalah terjadinya peningkatan pada jumlah pekerja di Indonesia. Peningkatan jumlah pekerja dapat dilihat melalui Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK), yaitu persentase banyaknya angkatan kerja terhadap penduduk usia kerja yang mengindikasikan besarnya persentase penduduk usia kerja yang aktif secara ekonomi di suatu negara atau wilayah (BPS, 2023). Secara umum, persentase TPAK tahun 2020 - 2023 mengalami peningkatan. Akan tetapi, data BPS menunjukkan adanya ketimpangan pada persentase TPAK berdasarkan jenis kelamin perempuan dan laki-laki.
Dalam hal ini, TPAK berdasarkan jenis kelamin perempuan masih berada di bawah laki-laki sejak tahun 2020 hingga 2023. Adapun TPAK pada Februari 2020 berdasarkan jenis kelamin perempuan adalah sebesar 54,48% dan laki-laki sebesar 83,94% (BPS, 2022). Kemudian, TPAK pada Agustus 2021 berdasarkan jenis kelamin perempuan adalah sebesar 53,34% dan laki-laki sebesar 82,27%. Selanjutnya, TPAK pada Agustus 2022 berdasarkan jenis kelamin perempuan adalah sebesar 53,41% dan laki-laki sebesar 83,87%. Kemudian, TPAK pada Agustus 2023 berdasarkan jenis kelamin perempuan adalah sebesar 54,52% dan laki-laki sebesar 84,26% (BPS, 2023).
ADVERTISEMENT
Selain melalui TPAK, untuk berfokus pada persentase penduduk yang aktif bekerja dapat dilihat melalui Employment to Population Ratio (ERR). Adapun data tahun 2023, yang mana merupakan tahun pasca pandemi Covid-19, ERR berdasarkan jenis kelamin perempuan adalah 51,78% dan laki-laki yaitu 79,08% (BPS, 2023). Dengan demikian, terlihat bahwa meskipun terjadi peningkatan pada perekonomian pasca pandemi Covid-19 dan penurunan pada jumlah pengangguran, namun pada kenyataannya ketimpangan pada jumlah pekerja perempuan dan laki-laki masih terjadi.
WEPs sebagai Kebijakan Inklusif Gender
Berdasarkan data jumlah pekerja dengan jenis kelamin perempuan, terdapat 32,80% perempuan pekerja dengan status pekerjaan utama yaitu buruh. Kemudian, terdapat 34,10% perempuan bekerja pada sektor formal dan 42,67% perempuan bekerja pada sektor informal (BPS, 2023).
ADVERTISEMENT
Di tengah ketimpangan jumlah pekerja perempuan dan laki-laki, kebijakan berupa inisiatif Women's Empowerment Principles (WEPs) hadir sebagai salah satu upaya mendukung kesetaraan gender. Inisiatif ini menjadi gambaran bahwa meskipun jumlah pekerja perempuan tidak setara dan jauh lebih rendah daripada jumlah pekerja laki-laki, WEPs dapat menjadi langkah yang tepat bagi para organisasi/institusi/perusahaan untuk melakukan pemberdayaan dan menciptakan keadilan serta kesejahteraan bagi pekerja perempuan. International Labour Organization (ILO) dalam publikasinya yang berjudul Empowering Women at Work pada tahun 2020, menjelaskan bahwa WEPs adalah inisiasi dari United Nations Entity for Gender Equality and the Empowerment of Women (UN Women) dan United Nations (UN) Global Compact pada tahun 2010 dengan berdasarkan pada standar internasional tentang ketenagakerjaan dan hak asasi manusia, dalam rangka mendukung Sustainable Development Goals (SDGs) ke-5 tentang kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan. WEPs berisikan tujuh prinsip yang memberikan panduan kepada organisasi/institusi/perusahaan mengenai pemberdayaan perempuan di tempat kerja (ILO, 2020).
ADVERTISEMENT
Perusahaan yang menerapkan WEPs dalam lingkungan kerja menunjukkan adanya komitmen terhadap pemberdayaan perempuan. Sebagaimana yang tercantum dalam publikasi ILO (2020), prinsip-prinsip WEPs mencakup:
ADVERTISEMENT
Implementasi WEPs pada Beberapa Perusahaan di Indonesia
Sumber: asiapacificwepsawards.org
Di Indonesia, WEPs sudah diimplementasikan oleh beberapa perusahaan. Sejak tahun 2020 sampai dengan tahun 2022, terdapat 167 perusahaan di Indonesia yang telah berkomitmen untuk mendukung serta mengimplementasikan kesetaraan gender di lingkungan kerja dengan bergabung menjadi penandatangan WEPs. Adapun pada tahun 2022, UN Women menyelenggarakan program tahunan WEPs Awards 2022 di Indonesia, dengan didanai oleh Uni Eropa (Liputan6, 2022).
Pada program tersebut, UN Women mengumumkan beberapa perusahaan pemenang WEPs Awards 2022 dengan berbagai kategori, diantaranya yaitu kategori Leadership Commitment dimenangkan oleh Emma Sri Martini (Director of Finance PT. Pertamina Persero); kategori Gender-Inclusive Workplace dimenangkan oleh PT. Amartha Mikro Fintek; kategori Gender-Responsive Marketplace dimenangkan oleh PT. Amaan Indonesia Sejahtera; kategori Community Engagement & Partnership dimenangkan oleh Think.Web; kategori Transparency & Reporting dimenangkan oleh Evermos; dan kategori Safety, Health, and Environment (SHE) Champion dimenangkan oleh PT SRC Indonesia Sembilan. Selain itu, beberapa pemenang pada posisi runner-up pertama dan kedua juga diumumkan oleh UN Women. Beberapa perusahaan pemenang runner-up pertama, yaitu Telkom Indonesia, PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk, PT Pan Brothers Tbk, dan TORAJAMELO. Kemudian, untuk perusahaan pemenang runner-up kedua, yaitu DIGISERVE by Telkom Indonesia, PT. Merck Tbk, PT. Bank Rakyat Indonesia (BRI), dan R Home Indonesia (asiapacificwepsawards.org, 2022).
ADVERTISEMENT
Adapun DKI Jakarta sebagai kota metropolitan, pada tahun 2020 memiliki perusahaan sebanyak 1.654 perusahaan (BPS Provinsi DKI Jakarta, 2020). Data tersebut hanya menunjukkan jumlah perusahaan di DKI Jakarta, maka hal ini dapat menjadi gambaran bahwa Indonesia memiliki jumlah perusahaan yang sangat banyak, tentunya lebih dari 1.654 perusahaan dan berasal dari berbagai sektor. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa sejumlah 167 perusahaan yang telah menerapkan WEPs merupakan angka yang sangat rendah dan masih banyak perusahaan yang belum menerapkan WEPs dalam lingkungan kerjanya sehingga nasib pekerja perempuan pada berbagai sektor pekerjaan patut diperhatikan.
Ketidakadilan dalam Lingkungan Kerja yang Terjadi pada Pekerja Perempuan
Sumber: komnasperempuan.go.id
Inisiatif WEPs berisikan prinsip-prinsip kesetaraan gender yang menjunjung tinggi keadilan, hak asasi manusia, dan kesejahteraan. Banyaknya perusahaan yang belum mengimplementasikan prinsip-prinsip WEPs dapat menggambarkan bahwa pekerja perempuan berisiko mengalami ketidakadilan. Pada November tahun 2023, Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menyelenggarakan Seminar Internasional yang bertajuk "Memajukan Perjuangan Kita: Memahami Isu Krusial, Tantangan, dan Peluang Bagi Gerakan Perempuan Saat Ini". Dalam seminar tersebut, Direktur Aisa Pacific Forum on Women, Law, and Development (APWLD), Misun Woo, menyampaikan bahwa ketidakadilan pada sektor ketenagakerjaan masih terjadi, seperti pemberhentian pekerja perempuan dan adanya gap pada upah berdasarkan gender (Komnas Perempuan, 2023).
ADVERTISEMENT
Adapun di Indonesia, kasus-kasus ketidakadilan serta pelanggaran hak pada pekerja perempuan masih seringkali terjadi sehingga para pekerja perempuan sulit mencapai kesejahteraannya. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya demonstrasi di depan Gedung Majelis Perwakilan Rakyat (MPR)/Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI) jelang pelaksanaan International Women's Day pada 7 dan 8 Maret 2023. Dalam demonstrasi tersebut, Partai Buruh menyuarakan beberapa isu, yang diantaranya turut mencakup kemerdekaan sejati bagi kaum perempuan, politik jalan pembebasan perempuan, pemberdayaan perempuan, serta layanan day care bersubsidi yang berkualitas dan ramah anak bagi anak buruh. Selain itu, Partai Buruh menyatakan konsistensinya dalam mengkampanyekan perlindungan terhadap perempuan, terutama bagi para pekerja perempuan agar terhindar dari kekerasan di tempat kerja (Thea, 2023). Sementara itu, pada Hari Buruh tahun 2023, Komnas Perempuan melalui Parapuan, menyampaikan bahwa terdapa enam masalah utama terkait ketidakadilan bagi pekerja perempuan yang harus diselesaikan bersama, diantaranya yaitu dominasi pekerja laki-laki di sektor formal, diskriminasi buruh perempuan terutama terkait dengan upah, pelanggaran hak maternitas, pelecehan seksual, kekerasan berbasis gender pada pekerja perempuan, dan pekerjaan sektor domestik dipandang sebelah mata (Fitria, 2023). Dalam hal ini, Catatan Tahunan (CATAHU) Komnas Perempuan Tahun 2023 menunjukkan bahwa terdapat temuan 115 kasus kekerasan di tempat kerja yang terjadi terhadap pekerja perempuan.
ADVERTISEMENT
Adapun beberapa kasus ketidakadilan yang terjadi pada pekerja perempuan yaitu pertama adalah PHK sepihak. Tidak sedikit pekerja perempuan yang merasakan kesulitan dalam mencapai kesejahteraan dalam lingkungan kerja dikarenakan adanya PHK sepihak. Hal ini terjadi pada 40 buruh di PT Philips Seafood Indonesia (PSI) Provinsi Lampung, Sumatera Selatan. Sebanyak 40 buruh perempuan mengalami PHK sepihak sehingga menimbulkan adanya aksi demonstrasi dalam rangka menuntut hak-hak yang tidak diberikan oleh pihak perusahaan. Bahkan, dalam praktiknya, para buruh melakukan pekerjaan dengan berdiri selama delapan jam dengan waktu istirahat selama satu jam. Hal tersebut berlangsung selama puluhan tahun bekerja, namun penghargaan yang didapatkan oleh para buruh tidak sebanding dengan pekerjaan yang dilakukan. Pada kasus ini, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandar Lampung turut serta melakukan pendampingan untuk menuntut keadilan bagi para buruh. Adapun gugatan yang disampaikan pada saat agenda sidang adalah terkait uang pesangon, uang hak cuti, transportasi, pengobatan, dan sebagainya (Yasland, 2023). Mirisnya, mengingat bahwa data BPS terkait dengan persentase TPAK berdasarkan jenis kelamin perempuan menunjukkan angka yang sangat rendah, namun PHK sepihak masih kerap terjadi kepada para buruh perempuan.
ADVERTISEMENT
Pada pertengahan tahun 2023 juga terdapat kasus ketidakadilan yang dialami pekerja perempuan dan ramai diperbincangan publik. Kasus tersebut adalah adanya kencan atau staycation sebagai syarat perpanjangan kontrak bagi pekerja perempuan. Komnas Perempuan menyatakan bahwa staycation sebagai syarat perpanjangan kontrak bagi pekerja perempuan merupakan modus eksploitasi seksual dan merupakan tindakan yang dapat diproses secara hukum melalui Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual atau UU TPKS (Komnas Perempuan, 2023).
Adapun kasus tersebut terjadi pada pekerja perempuan atau karyawati di salah satu perusahaan yang berlokasi di Cikarang, Jawa Barat. Secara lebih lanjut, pekerja perempuan tersebut yang berinisial AD mengungkap kasus yang menimpa dirinya. AD menyatakan bahwa ia sudah bekerja sejak November 2022 di perusahaan tersebut dan beberapa kali mendapatkan pesan singkat melalui WhatsApp dari atasannya. Pada mulanya atasan AD hanya ingin berkenalan, namun seiring berjalannya waktu AD kerap kali menerima pesan dari atasannya yang mengajak untuk berpergian berdua dengan dirinya. Fenomena ini membuat Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Perempuan Mahardhika turut serta bergerak menyuarakan kasus tersebut serta kasus-kasus lainnya untuk mencapai keadilan bagi pekerja perempuan (BBC, 2023).
ADVERTISEMENT
Dalam sesi Seminar Internasional "Arah Kita Menimbang Dinamika Global, Regional, dan Upaya Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan", Koordinator Sub Komisi Pemajuan Hak Asasi Manusia (HAM) Komnas HAM, yaitu Anis Hidayah, menyampaikan bahwa belum terlindunginya pekerja perempuan hingga saat ini termasuk ke dalam persoalan perlindungan pembela HAM perempuan (Komnas HAM, 2023). Maka, kasus-kasus ketidakadilan yang terjadi terhadap pekerja perempuan menjadi gambaran bahwa masih banyak pekerja perempuan yang sulit untuk mendapatkan rasa aman dan mencapai kesejahteraan di lingkungan kerja.
Oleh karena itu, WEPs hadir sebagai pendukung kebijakan-kebijakan ketenagakerjaan yang didalamnya mendorong keadilan, HAM, pemberdayaan, hingga kesejahteraan bagi pekerja perempuan. Perusahaan-perusahaan Indonesia yang tidak turut serta menjadi penandatangan WEPs perlu ditinjau lebih lanjut dengan kesadaran bersama bahwa menciptakan lingkungan kerja yang adil dan aman merupakan hal penting, mengingat bahwa kesejahteraan pekerja juga menjadi kunci kesuksesan suatu perusahaan. Selain itu, tindakan berkelanjutan dan transparansi oleh 167 perusahaan Indonesia yang telah menandatangani WEPs merupakan hal penting yang dapat dilakukan untuk menjaga keadilan dan kesejahteraan bagi para pekerja, terutama pekerja perempuan.
ADVERTISEMENT
Referensi
Badan Pusat Statistik (BPS). 2022. Berita Resmi Statistik: Keadaan Ketenagakerjaan Indonesia Agustus 2023.
Badan Pusat Statistik (BPS). 2023. Berita Resmi Statistik: Keadaan Ketenagakerjaan Indonesia Februari 2022.
Badan Pusat Statistik (BPS). 2023. Booklet Survei Angkatan Kerja Nasional Februari 2023.
International Labour Organization. 2020. Empowering Women at Work. Torino: ILO, EU, & UN Women.
Kementerian Kesehatan (Kemenkes). 2021. Peran Ditjen Kesmas dalam Pandemi Covid-19 2020-2021
Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan). 2023. Catatan Tahunan (CATAHU).