Menyoal Urgensi Bilik Asmara di Pengungsian Bencana Alam

DINDA CHARMELITA
Undergraduate Journalism Student of Padjadjaran University
Konten dari Pengguna
23 Desember 2022 20:55 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari DINDA CHARMELITA tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi tenda sebagai Bilik Asmara. (Foto: Shutterstock)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi tenda sebagai Bilik Asmara. (Foto: Shutterstock)
ADVERTISEMENT
Dalam setiap peristiwa bencana alam yang berdampak pada rusaknya lingkungan dan pemukiman masyarakat serta kerugian lainnya, evakuasi korban ke lokasi pengungsian yang aman dari kawasan bencana menjadi salah satu langkah mitigasi yang krusial. Di masa pascabencana, kehidupan para pengungsi bergantung pada ketersedian fasilitas dan logistik di pengungsian.
ADVERTISEMENT
Umumnya, kebutuhan yang menjadi prioritas di pengungsian antara lain ketersediaan air bersih, sanitasi dan MCK, dapur umum, ruangan khusus ibu menyusui, serta posko keamanan dan kesehatan. Di samping itu, “bilik asmara” juga kerap dibangun relawan dan pemerintah setempat untuk memenuhi kebutuhan pasangan suami istri yang tidak dapat meninggalkan lokasi pengungsian dalam waktu yang lama demi keselamatan.
Masih segar di telinga kita pro dan kontra tentang rumor adanya “bilik asmara” atau “tenda sakinah” di lokasi pengungsian gempa bumi yang melanda Cianjur, Jawa Barat, selama penghujung November 2022 ini. Isu ini menjadi kontroversial setelah ditentang banyak warganet di media sosial Twitter dan dianggap tidak etis karena memikirkan kebutuhan seksual di kondisi memprihatinkan pascamusibah. Namun, diketahui beberapa waktu lalu Kepala Desa Rancagoong, Dede Farhan telah mengonfirmasi bahwa hal ini hanya guyonan serta tenda yang dimaksud sebenarnya merupakan posko medis dan dapur umum.
ADVERTISEMENT
Pada beberapa tempat pengungsian bencana alam yang telah terjadi di Indonesia, bilik asmara memang sudah lazim didirikan, salah satunya di lokasi pengungsian erupsi Gunung Semeru pada 2021 lalu. Selain itu, di beberapa negara, ruangan khusus suami istri sah ini juga disediakan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) untuk narapidana dalam kegiatan kunjungan pasangan.
Lantas, bagaimanakah urgensi dari pendirian bilik atau tenda asmara di lokasi pengungsian bencana alam? Sejatinya, tempat khusus ini memang didirikan untuk membantu pasangan suami istri yang terdampak bencana agar dapat memenuhi kebutuhan biologis mereka selama berada di pengungsian. Meskipun fungsi keberadaannya masih dipertanyakan, bilik ini disediakan dalam upaya mengantisipasi kebutuhan korban dan mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan, seperti kekerasan seksual.
ADVERTISEMENT
Dilansir dari tribunnews.com, Dokter Spesialis Kandungan dan Seksolog, dr. Boyke Dian Nugraha, menjelaskan bahwa berhubungan intim merupakan kebutuhan normal bagi setiap pasangan suami istri yang tidak hanya menyangkut biologis, tetapi juga keharmonisan rumah tangga dan kesehatan reproduksi. Selain itu dalam keadaan tanggap darurat seperti ini, dukungan dan kehangatan keluarga menjadi faktor yang berpengaruh pada kondisi psikologis pengungsi.
Pada kenyataannya, proses perbaikan lingkungan, pemukiman, dan fasilitas publik yang terdampak bencana memerlukan waktu yang cukup lama, bahkan terkadang tidak dapat diperkirakan. Sementara itu pada kasus gempa bumi Cianjur ini, gempa susulan terus terjadi dan masih mengakibatkan sejumlah kerusakan, walau kekuatannya kian melemah. Dengan demikian, bilik asmara hadir sebagai bentuk dukungan kemanusiaan untuk memberikan fasilitas pemenuhan hak pasangan suami istri tanpa harus meninggalkan kawasan pengungsian atau mengganggu pengungsi lainnya.
ADVERTISEMENT
Meskipun urgensi pendiriannya masih dianggap lemah dan tidak begitu mendesak, pada kegiatan “Pemantapan Petugas Pelopor Perdamaian Provinsi Kaltim Tahun 2019” di Samarinda, Kasubdit Pencegahan Direktorat Perlindungan Sosial Korban Bencana Sosial (PSKBS), Drs. Helmi DT.R.Mulya, M.Si, telah menegaskan bahwa bilik asmara perlu didirikan dalam setiap lokasi pengungsian untuk menghindari pertengkaran rumah tangga akibat tidak terpenuhinya kebutuhan seksual (dinsos.kaltimprov.go.id). Dengan begitu, potensi konflik sosial di masyarakat dapat dideteksi dan diantisipasi sedini mungkin untuk menciptakan perdamaian, terutama pada kondisi tanggap darurat.
Dalam Undang-undang Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia juga dijelaskan bahwa hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan termasuk dalam hak dasar setiap individu. Maka, penyediaan bilik asmara bagi suami istri merupakan hal wajar di kondisi darurat yang mendesak pengungsi untuk tetap berada di kawasan aman. Hadirnya bilik asmara ini selanjutnya menjadi pilihan masing-masing pasangan untuk menggunakannya atau tidak karena setiap pasangan memiliki kondisi dan kebutuhan yang berbeda-beda.
ADVERTISEMENT
Tampaknya, tantangan masyarakat awam juga muncul atas kekhawatiran adanya anak-anak di pengungsian yang bisa saja tanpa sengaja melewati atau bermain di sekitar area bilik asmara. Namun, fenomena ini seharusnya tidak perlu dipermasalahkan selama bilik asmara didirikan dengan aman dan tertutup, berlokasi cukup jauh dari tempat peristirahatan pengungsi, menyediakan alat kontrasepsi dan sarana untuk membersihkan diri, serta memiliki prosedur pengawasan yang ketat agar diperuntukkan dengan tepat sasaran. Selayaknya manusia pada umumnya, bukan hal yang mustahil apabila pengungsi bencana alam masih memiliki hasrat seksual terhadap pasangan karena sesungguhnya suatu kondisi yang berlangsung lama memang memungkinkan individu untuk beradaptasi dengan keadaan tersebut.