Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Evolusi Tradisi Nelayan Pangandaran: Hajat Laut jadi Syukuran Nelayan?
26 Desember 2023 19:13 WIB
Tulisan dari Dinda Mutiara Sabrina tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Nelayan Pangandaran biasanya melakukan perayaan rutin di setiap tahun untuk menunjukan rasa syukur mereka atas rezeki dan keselamatan dari laut yang diberikan oleh-Nya. Tradisi ini dikenal dengan sebutan Hajat Laut dan menjadi perayaan turun temurun yang mereka lakukan hingga saat ini.
ADVERTISEMENT
Perayaan ini dilakukan dengan sangat meriah dan dapat disaksikan oleh masyarakat umum seperti para wisatawan lokal maupun mancanegara. Dan biasanya dilakukan setiap 1 tahun sekali pada bulan Suro atau bulan Muharam.
Namun, kali ini sebutan perayaan nelayan ini bukan lagi Hajat Laut melainkan “Syukuran Nelayan”.
Perubahan Hajat Laut ke Syukuran Nelayan merupakan inisiatif para nelayan Pangandaran. Namun, bupati lah sebagai pencetus utamanya.
Beberapa nelayan Pangandaran dan sekitarnya mengatakan bahwa mereka merasakan perbedaan dari perubahan Hajat Laut menjadi Syukuran Nelayan. Salah satu nelayan yang sudah melaut selama kurang lebih 25 tahun juga merasakan perbedaan ini.
Dedi adalah nelayan yang dimaksud, menurutnya tradisi yang dilakukan oleh para nelayan di Pangandaran terutama di daerah Batu Karas saat ini sudah bukan lagi disebut hajat laut, melainkan “Syukuran Nelayan”. Keduanya memiliki perbedaan yang cukup signifikan.
ADVERTISEMENT
Dedi menganggap hajat laut bukanlah acara yang bertujuan untuk mengungkapkan rasa syukur para nelayan, melainkan pesta para nelayan saja.
“Pada saat itu, hajat laut dilakukan dengan cara melarungkan sesaji seperti membawa kepala sapi ataupun kepala kerbau,” tutur Dedi.
Syukuran nelayan ini juga sama seperti hajat laut, dilakukan selama satu tahun sekali. Dan dilakukan dengan meriah mulai dari penampilan wayang golek, upacara adat, tabur bunga hingga pawai perahu.
Namun pada tahun 2015 hingga sekarang kegiatan ini perlahan mulai berubah lebih religius. Perubahan ini dilakukan dengan menyatukan akidah, kepercayaan dan keyakinan bahwa rezeki yang diberikan sudah pasti dari Tuhan Yang Maha Esa namun dengan jalan yang berbeda-beda.
Acara yang dikhususkan untuk para nelayan ini tetap memperbolehkan masyarakat umum seperti wisatawan lokal maupun mancanegara ikut menyaksikan acara ini.
ADVERTISEMENT
Bahkan acara Syukuran Nelayan yang dilakukan pada daerah Batu Karas didukung oleh suatu perusahaan. “Orang-orang kedinasan juga turut menyaksikan acara Syukuran Nelayan,” tambah Dedi.
Perbedaan yang dirasakan nelayan
Syukuran nelayan ini merupakan bentuk tradisi akhir tahun para nelayan. Sama halnya dengan hajat laut sebelumnya, yang membedakan keduanya adalah waktu pelaksanaan tabur bunga ke laut.
Nelayan lain nya yang merasakan perbedaan ini adalah Rahmat, beliau merupakan nelayan yang terbilang masih cukup muda karena baru 15 tahun menjadi nelayan, beliau turut merasakan perbedaan acara perayaan nelayan ini.
“Hanya saja hajat laut lebih meriah dibanding dengan syukuran nelayan,” ungkap Rahmat
Saat itu, prosesi hajat laut dimeriahkan dengan berbagai macam perlombaan dan atraksi budaya lainnya sebagai pelengkap rangkaian acara. Daya tarik lainnya adalah perlombaan panjat pinang hingga tangkap bebek yang dilepas ke laut.
ADVERTISEMENT
Suguhan atraksi budaya yang dihadirkan juga berbagai macam seperti tari tradisional, musik tradisional, perahu hias, helaran dan kirab dongdang serta marching band.
Syukuran nelayan ini dilakukan setiap hari Jumat (kliwon). Dimana para nelayan memiliki titik tertentu untuk melakukan tabur bunga pada setiap pangkalan pantainya. Prosesi berlangsungnya syukuran nelayan juga hampir sama seperti hajat laut.
“Zaman dulu masih menggunakan adat, namun semenjak Pangandaran beralih menjadi sebuah kabupaten, hajat laut juga turut berubah menjadi tabur bunga atau bisa disebut syukuran nelayan seperti saat ini.”
Namun menurut Darno, yang sudah melaut sejak lama dan merasakan pengalaman hajat laut saat orang tuanya juga merupakan seorang nelayan mengatakan bahwa hajat laut dan syukuran nelayan memiliki perbedaan yang cukup drastis.
ADVERTISEMENT
Darno juga bercerita mengenai hajat laut yang dialaminya semasa kecil. Dimana saat hajat laut, para nelayan memotong kepala sapi di pinggir pantai sehingga darah sapi tersebut mengenai air laut lalu kepala sapi tersebut dibawa ke tengah untuk dibuang ke laut. Hal itu pun dapat dianggap sebagai sesaji.
Sedangkan tradisi syukuran nelayan saat ini, beberapa dari mereka masih menggunakan kepala sapi hanya saja tidak lagi memotong kepalanya secara langsung di laut melainkan membeli nya di penjagal.
“Proses berlangsungnya Syukuran Nelayan juga berbeda dengan Hajat Laut,” ungkap Darno.
Waktu pelaksanaan nya tetap sama. Syukuran nelayan dilakukan setiap satu tahun sekali di bulan suro, di malam Jumat (kliwon).
Hanya saja para nelayan akan melakukan tadarus lebih dulu secara bersama lalu setelahnya mereka akan tetap membuang sesaji pada Kamis (wage) di pukul 1 siang. Keduanya tidak memiliki dampak buruk apapun jika dilakukan secara bersamaan.
ADVERTISEMENT
Perbedaan lain yang dirasakan Darno adalah titik kumpul berlangsungnya acara perayaan. Sama seperti yang dikatakan Dedi sebelumnya, saat masih bernama hajat laut perayaan ini akan dilakukan secara bersamaan oleh seluruh nelayan di satu tempat yang bisa menampung seluruh nelayan.
Sedangkan, pelaksanaan syukuran nelayan ini akan dilakukan di tempat yang berbeda-beda di setiap daerah pesisir pantai di Pangandaran khususnya karena memiliki latar belakang mitos berbeda mengenai asal usul prosesi berlangsungnya.
“Syukuran nelayan ini dilakukan setiap pangkalan laut yang berbeda namun tetap yang ada nelayannya,” ungkapnya.
Perayaan syukuran nelayan ini dilaksanakan di setiap laut yang memiliki pangkalan nelayan.
Namun, sebelum memasuki acara inti syukuran nelayan pada setiap pangkalan, Darno juga mengungkapkan bahwa mereka para nelayan akan mengikuti satu acara bersama pada satu titik yang diadakan oleh pemerintah kabupaten Pangandaran.
Pemahaman akan hal tersebut mengungkap bahwa perubahan nama dalam perayaan ini mencerminkan evolusi menuju aspek yang lebih religius, sambil tetap mempertahankan tujuan pokok yaitu bentuk ungkapan rasa syukur dari seluruh komunitas nelayan Pangandaran atas rezeki, kesehatan, dan keselamatan yang dianugerahkan oleh-Nya.
ADVERTISEMENT
Meskipun terdapat perbedaan dalam pelaksanaan antara Hajat Laut dan Syukuran Nelayan, keduanya tetap menjadi bagian integral dari perayaan akhir tahun yang diadakan dengan penuh semangat oleh para nelayan di Pangandaran.