Konten dari Pengguna

Nelangsa Perantau Melihat Erupsi Gunung Marapi

Dinta Fayuma
ASN Penata Keuangan di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia
10 September 2024 10:11 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Dinta Fayuma tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Foto diambil pada 23 Juni 2024
zoom-in-whitePerbesar
Foto diambil pada 23 Juni 2024
ADVERTISEMENT
Menunggu penerbangan kembali ke perantauan adalah momen terberat bagi saya. Namun, entah mengapa perasaan itu tak kunjung hilang meskipun telah berulang kali menghadapinya.
ADVERTISEMENT
Kala itu, saya tengah meneguk segelas air setelah memakan bekal yang disiapkan oleh orang tua di ruang tunggu keberangkatan bandara. Tak lama telepon genggam saya berdering dan kontak ibunda tercinta muncul.
Selama beberapa menit percakapan yang terjadi mata saya terasa panas karena ingin menangis. Menyesalkan kenapa harus di waktu yang seperti ini saya harus kembali ke negeri orang saat erupsi besar terjadi di Gunung Marapi yang hanya berjarak enam belas kilo meter dari kediaman orang tua saya berada.
Hati saya gundah, terjebak antara ingin kembali ke rumah atau melanjutkan perjalanan ke Ibu Kota. Namun kegalauan itu sirna, ketika panggilan untuk segera menaiki pesawat telah mewakili keputusan saya.
Sudah sembilan bulan semenjak erupsi Gunung Marapi terjadi. Menelan puluhan korban akibat erupsi maupun banjir lahar dingin yang juga merusak infrakstruktur utama penghubung berbagai kota di Sumatera Barat. Berbagai bantuan dan perbaikan dikerahkan oleh berbagai pihak agar dapat kembali memulihkan kampung halaman paska bencana alam.
ADVERTISEMENT
Meskipun begitu, status Gunung Marapi sampai dengan saat ini masih berada di Level III (Siaga). Dilansir dari Pos Pengamatan Gunungapi (PGA) Marapi, belum lama ini erupsi kembali terjadi pada tanggal 24 Agustus 2024. Erupsi terekam oleh seismogram dengan amplitudo maksimum 30.3 mm dengan durasi lebih kurang 49 detik. Akan tetapi kolom abu tidak teramati karena terhalang oleh awan.

Kekhawatiran terkait erupsi gunung marapi

Saya acap kali berdiskusi dengan beberapa teman perantauan mengenai kejadian ini. Banyak di antara mereka yang merasa prihatin
dan khawatir dengan keselamatan sanak saudara yang tinggal di kawasan sekitar gunung. Mereka juga aktif mengikuti perkembangan terbaru melalui media sosial dan komunikasi dengan keluarga di kampung halaman.
ADVERTISEMENT
Beberapa perantau turut menginisiasi bantuan untuk korban terdampak, termasuk penggalangan dana dan pengiriman logistik. Selain itu, ada juga yang menyerukan solidaritas dan dukungan moral, sambil berharap agar situasi segera membaik.
Saya mengerti bagaimana rasa kekhawatiran kami atas bencana yang terjadi. Sejatinya, saya pernah kembali menginjakkan kaki ke tanah minang. Tepatnya di enam bulan setelah erupsi pertama ketika saya harus menghadiri pernikahan teman sejawat saya di Bukittinggi.
Perjalanan yang seharusnya hanya ditempuh dalam waktu dua setengah jam, kini harus dilewati selama kurang lebih lima jam. Jalan nasional penghubung Kota Padang dan Kota Bukittinggi lumpuh total, membuat saya dan seluruh pengendara lain mencari alternatif perjalanan. Kondisi jalan yang seharusnya bukan menjadi jalan utama lambat laun mengalami kerusakan yang tentu saja membuat kemacetan panjang menjadi tak terelakkan.
ADVERTISEMENT
Tetapi syukurlah, ketika saya kembali pulang di bulan Juli dalam rangka perjalanan dinas ke Padang, saya mendapati jalan penghubung kota sudah mulai kembali beroperasi. Saya sungguh mengapresiasi langkah pemerintah dan pihak terkait dalam mempercepat penyelesaian perbaikan infrastruktur.
Sempat saya risau memikirkan sanak saudara yang mengalami kendala akibat akses jalan yang terputus. Mulai dari kekhawatiran akan keterlambatan layanan darurat sampai dengan terhambatnya laju ekonomi warga yang terdampak bencana.

Membandingkan bencana alam erupsi gunung lain

Bencana alam erupsi gunung bukanlah hal yang baru bagi negara Indonesia. Dengan lebih dari 130 gunung berapi yang aktif, Indonesia menjadi negara dengan jumlah gunung berstatus aktif erupsi terbanyak di dunia. Mengingat bahwa posisi Indonesia yang menjadi pertemuan beberapa lempeng tektonik, menyebabkan pembentukan dan peningkatan aktivitas dari gunung berapi tersebut.
ADVERTISEMENT
Keberadaan banyak gunung berapi aktif ini juga menjadikan Indonesia rentan terhadap bencana alam seperti letusan gunung berapi, gempa bumi, dan tsunami.
Saya mencoba untuk menggali informasi lebih dalam mengenai erupsi gunung berapi yang terjadi di Indonesia. Dan saya cukup terkejut mendapati bahwa Gunung Marapi bukanlah gunung berapi dengan frekuensi letusan terbanyak di sepanjang tahun 2024.
Berdasarkan informasi yang bersumber dari beberapa laman media Gunung Ibu adalah gunung yang mengalami erupsi terbanyak yakni sejumlah 1.148 kali letusan sampai dengan 2 September 2024. Di sisi lain, tercatat bahwa Gunung Marapi telah mengalami letusan sebanyak 225 kali. Selain itu, secara berurutan Gunung Semeru dan Gunung Lewotobi menghasilkan erupsi sejumlah 1.007 dan 544 kali.
ADVERTISEMENT
Dapat disimpulkan bahwa bencana alam erupsi merupakan hal yang tak terhindarkan di tanah air. Oleh karena itu, mitigasi risiko bencana haruslah menjadi perhatian utama.
Peningkatan sistem peringatan dini, pelatihan simulasi bencana merupakan salah satu dari sekian banyak hal yang dapat dilakukan untuk mengurangi dampak dari bencana alam erupsi.
Sebagai perantau, mungkin tak banyak hal yang dapat saya lakukan selain menggali informasi dan berdoa demi keselamatan orang terkasih yang tinggal tak bersama.