Trend Sandwich Generation?

Dinta Amelia Sanov
Mahasiswa Ilmu Komunikasi, Universitas Amikom Purwokerto
Konten dari Pengguna
20 Maret 2022 11:20 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Dinta Amelia Sanov tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber: Karya Penulis
zoom-in-whitePerbesar
Sumber: Karya Penulis
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Apa Itu Sandwich Generation?
Istilah “Sandwich Generation” mungkin masih asing bagi sebagian besar masyarakat Indonesia, yang memiliki arti dimana seorang individu dituntut untuk memenuhi segala kebutuhan keluarganya termasuk dirinya sendiri. Namun, hal ini kerap sulit dihindari karena sudah dianggap menjadi salah satu bagian dari tradisi turun temurun dan dianggap sebagai sesuatu yang normal. Salah satu penyebabnya adalah kurangnya kemampuan sang orang tua dalam mengelola finansial untuk masa tua mereka, sehingga hal tersebut menyebabkan mereka mengandalkan anak-anaknya di kemudian hari.
ADVERTISEMENT
Seringkali seorang anak dituntut untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya tanpa melihat kemampuan finansialnya. Para orang tua di Indonesia kerap beranggapan bahwa seorang anak memiliki kewajiban menanggung kebutuhan orang tua yang telah membesarkannya. Ada sebagian orang yang tidak keberatan akan hal ini, namun tidak jarang juga yang merasa tertekan atau keberatan akan tradisi “Sandwich Generation” ini.
Bukan hanya orang tua, keluarga yang hubungannya bahkan tidak terlalu dekat. Bisa saja tiba-tiba meminta bantuan atau pinjaman dengan embel-embel "kan masih keluarga, masa gak mau bantu si?". Kalimat tersebut seakan-akan berusaha memojokkan kita agar merasa iba dan akhirnya memberikan bantuan yang bahkan mungkin kondisi kita sedang kurang memungkinkan.
Sandwich Generation seolah-olah dijadikan trend untuk ajang perlombaan kesuksesan anak-anak dari para orang tua. Dilihat dari kontribusi anak-anaknya dalam memenuhi kebutuhan hidup mereka.
ADVERTISEMENT
“Ya, itu kan sudah menjadi kewajiban seorang anak”, “Gak kasihan sama orang tua?”, “Tega ya kamu sama orang tua!”, “Kamu lupa dulu yang ngerawat kamu siapa?!”.
Ketika seorang anak mungkin menolak ataupun bahkan mereka sedang dalam kondisi yang tidak memungkinkan untuk turut serta membantu biaya hidup keluarga serta sanak saudaranya dianggap anak yang tidak tau diuntung. Bahkan dijadikan bahan omongan dan diacuhkan di lingkungan keluarga sendiri.
Menurut pandangan saya, seorang anak sah-sah saja untuk membantu kesulitan yang dialami orang tua ataupun sanak saudaranya selama masih dalam batas wajar dan selama kita mampu serta tidak merasa terbebani akan hal tersebut.
Namun, kecil kemungkinannya untuk sepenuhnya menghilangkan “Sandwich Generation” ini, karena sudah dianggap menjadi suatu hal yang lumrah oleh mayoritas masyarakat di Indonesia. Pada akhirnya akan kembali lagi kepada pola pikir dan pilihan masing-masing. Sejatinya, seorang anak pasti besar keinginannya untuk membantu menghidupi orang tuanya, namun bukan berarti kondisi tersebut dapat dimanfaatkan seenaknya, yang seharusnya cukup dengan memenuhi kebutuhan tapi kemudian dimanfaatkan untuk memenuhi kengininan semata dengan embel-embel “nggak papa kan minta ke anak sendiri”.
ADVERTISEMENT