Membaca Kembali Konsep Tri Sila Bung Karno

Konten dari Pengguna
4 September 2020 16:45 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Dios Lumban Gaol tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Bung Karno. Foto: AFP
zoom-in-whitePerbesar
Bung Karno. Foto: AFP
ADVERTISEMENT
Hadirnya RUU (Rancangan Undang-Undang) HIP (Haluan Ideologi Pancasila) membuat publik kisruh. Karenanya, judul RUU tersebut diganti menjadi RUU BPIP dan beberapa pasal di dalamnya dihapus. Walau norma pasal yang dianggap bermasalah sudah dihapus, namun hingga kini norma pasal tersebut masih menjadi pembahasan beberapa kelompok masyarakat. Terutama mengenai konsep Tri sila yang disusun dan diusul oleh bung Karno pada pidatonya di sidang BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia).
ADVERTISEMENT
Dalam RUU HIP terdapat Tri sila yang dimasukkan ke dalam Pasal 6 ayat (1) yang berbunyi “ciri pokok Pancasila disebut Trisila, yaitu: a.Sosio Nasionalisme, b.Sosio Demokrasi; dan c.Ketuhanan yang Berkebudayaan ” (Draf ke-4, 20 April 2020). Dalam tulisan ini saya tidak akan membahas mengenai penting atau tidaknya konsep Tri sila dalam RUU HIP, saya hanya menuliskan ulang dan meluruskan tanggapan publik, berdasarkan berkas-berkas bung Karno mengenai konsep Tri sila.
Bung Karno pertama kali mengenalkan konsep Tri sila pada pidatonya saat rapat BPUPKI tentang dasar Negara Indonesia pada 1 Juni 1945 di gedung Tyuuoo Sangi-In (Sekarang Departemen Luar Negeri). Tri sila merupakan penjabaran lebih lanjut dari nilai-nilai pancasila yang disampaikan bung Karno dalam Pidatonya. Oleh karenanya untuk memahami konsep Tri sila kita harus terlebih dulu menilik Pancasila yang dirumuskan oleh bung Karno.
ADVERTISEMENT
Pada saat bung Karno diberikan kesempatan untuk berpidato, bung Karno mengawalinya dengan mengatakan “sebagai negara yang merdeka, kita membutuhkan suatu weltanschauung atau pijakan dasar”. Bung Karno meletakkan pijakan dasar pada 5 prinsip, yaitu,:
1. Kebangsaan Indonesia, bung Karno menjelaskan bahwa kebangsaan yang dimaksud bukanlah dalam arti sempit, namun dalam arti nationale staat luas berprinsip kesatuan. Merujuk Ernest Renan bahwa bangsa itu ialah kehendak untuk bersatu. Bersatu menurut bung Karno kesatuan tidak hanya orang, namun juga tempat secara geopolitik, tidak bisa dipisahkan rakyat dari bumi yang ada di bawah kakinya. Pendek kata Indonesia bukan sekedar satu golongan, namun kesatuan dari ujung utara Sumatra sampai ke Irian;
2. Internasionalisme atau Perikemanusiaan, dalam prinsip ini bung Karno menegaskan hubungannya yang erat dan tidak dipisahkan oleh prinsip kebangsaan. Bukan Internasionalisme yang kosmopolitisme yaitu tidak memiliki akar wilayah dan kebudayaan di dalamnya. Lebih lanjut bung Karno mengatakan “kita bukan saja harus mendirikan Negara Indonesia merdeka, tetapi kita harus menuju pula kepada kekeluargaan bangsa-bangsa”. Implementasi prisnsip ini dapat kita lihat dengan inisiasi bung Karno menyatukan negara-negara non blok;
ADVERTISEMENT
3. Mufakat atau Demokrasi, bung Karno mengatakan bahwa Negara Indonesia bukan satu negara untuk satu orang, bukan satu negara untuk satu golongan. Tetapi kita mendirikan negara “semua buat semua”, “satu buat semua, semua buat satu”. Bung Karno meyakini bahwa syarat mutlak untuk kuatnya Negara Indonesia ialah permusyawaratan, perwakilan;
4. Kesejahteraan Sosial, yaitu prinsip yang mendasari tidak ada kemiskinan di dalam Indonesia Merdeka. Lebih lanjut bung Karno mengatakan bahwa permusyawaratan kita ialah permusyawaran yang memberi hidup, yakni politik ekonomi demokratis yang mampu mendatangkan kesejahteraan sosial;
5. Ketuhanan, yaitu bukan saja bangsa Indonesia ber-Tuhan tetapi masing-masing orang Indonesia hendaknya bertuhan. Hendaknya Negara Indonesia ialah negara yang tiap-tiap orangnya dapat menyembah tuhannya dengan cara yang leluasa. Bung Karno menegaskan bahwa segenap rakyatnya hendaknya ber-Tuhan secara kebudayaan, ketuhanan yang berbudi pekerti yang luhur, ketuhanan yang hormat-menghormati satu sama lain, yakni dengan tiada “egoisme agama”.
ADVERTISEMENT
5 prinsip yang dijabarkan bung Karno tersebut, kemudian yang dinamakan Pancasila. Setelahnya bung Karno kembali memberi pertimbangan dengan mengatakan “atau barangkali saudara-saudara yang tidak suka akan bilangan lima itu? Saya boleh peras, sehingga tinggal 3 saja yaitu Tri sila”.
Tri sila disusun dengan dua dasar pertama, yaitu kebangsaan dan internasionalisme, kebangsaan dan perikemanusiaan yang kemudian diperas menjadi satu ialah Sosio-nasionalisme sebagai sila pertama. Pada saat menjabarkan sosio-nasionalisme bung karno mengatakan bahwa “Nasionalisme kita harus nasionalisme yang mencari selamatnya perikemanusiaan, sosio-nasionalisme adalah nasionalisme-masyarakyat”. Sosio-nasionalisme merupakan nasionalisme yang menghendaki masyarakat tanpa kelas atau masyarakat adil dan makmur. Untuk hal itu sosio nasionalisme menawarkan beberapa hal. Pertama sosio nasionalisme mempromosikan nasionalisme politik (politik nasional yang berdauat) dan nasionalisme ekonomi (ekonomi nasional yang berdikari).
ADVERTISEMENT
Sila kedua ialah Sosio-demokrasi, yang diperas dari politik ekonomi demokrasi yang menuju demokrasi dengan kesejahteraan. Bung Karno mengatakan “bahwa sosio-demokrasi tidak ingin mengabdi kepada kepentingan gundukan kecil saja, tetapi kepentingan masyarakyat. Sosio-demokrasi menginginkan sebuah kekuasaan politik di tangan rakyat. Bentuk konkretnya adalah saat (negara) Rakyat. Dimana seluruh urusan ekonomi dan politik dikerjakan oleh rakyat, dengan rakyat, dan untuk rakyat.Seperti ditegaskan oleh Soekarno dalam risalah yang terkenal, Mencapai Indonesia Merdeka, tahun 1933.
Sosio-demokrasi juga mendorong kepemilikan sosial terhadap alat-alat produksi dan sumber daya ekonomi. Inilah pijakan bagi penerapan demokrasi ekonomi. Perlu dipahami bahwa sosio-nasionalisme dan sosio-demokrasi tidak bisa dipisahkan, karena sosio-demokrasi justru diturunkan dari sosio-nasionalisme, Hanya sosio-nasionalisme yang dapat melahirkan sosio-demokrasi.
ADVERTISEMENT
Sila ketiga ialah Ketuhanan, pemikaran bung Karno terhadap dimensi ketuhanan, ialah sangat dalam dan luas. Bung Karno banyak berbicara dan berfikir tentang Tuhan, sekalipun di negeri ini sebagian besar rakyatnya beragama Islam, namun konsep bung Karno tidak didasarkan semata-mata pada Tuhan orang Islam. Bung Karno menginginkan sebuah bangsa yang berlandaskan tuhan, namun menghormati tuhan lain. Dalam pidatonya Bung Karno mengatakan “Hatiku akan berpesta raya jikalau saudara-saudara menyetujui bahwa Negara Indonesia merdeka berazaskan Ketuhanan Yang Maha Esa”.
Bung Karno dalam penyusunan Tri sila mempunyai alasan dan dasar yang kuat serta telah direnungkan puluhan tahun lamanya sebagai konsep dan dasar negara. Namun perlu diperhatikan bahwa penjabaran bung Karno dalam pidatonya di sidang BPUPKI mengenai Tri sila, merupakan perasan dan bentuk penjabaran lebih lanjut dari Pancasila agar dapat dan mudah dipahami.
ADVERTISEMENT
Mencuatnya Tri sila dalam RUU HIP banyak membuat komentar menyimpang terhadap konsep Tri sila itu sendiri. Bahkan ada yang mempropagandakan bahwa Tri sila merupakan produk Partai Komunis Indonesia. Hal ini tentunya membuat kita miris terhadap politisasi Tri sila yang sangat berlebihan. Bung Karno pada “Fikiran ra’jat”-1932 telah mendudukan konsep Tri sila. Bahwa sosio-nasionalisme dan sosio-demokrasi bukanlah angan-angan komunis. Bung Karno memberi contoh Jean Jaures, Dr. Sun Yat Sen, dan Gandhi yang bukan merupakan komunis namun sepakat mendudukkan nasionalisme dan demokrasi rakyat.
Perlu digaris bawahi bahwa Tri Sila harus diinterpretasikan secara historis, agar tidak terjadinya penyimpangan makna dari substansi yang dijelaskan oleh bung Karno itu sendiri. Saat ini kiranya sangat perlu untuk membumikan kembali pikiran-pikiran bung Karno, agar kita sebagai bangsa tau dan paham apa dasar dan tujuan negara ini didirikan.
ADVERTISEMENT