Konten dari Pengguna

Wayang Babad Kartasura: Menghidupkan Sejarah Lewat Seni

Dipa laksana Putra
Mahasiswa S-1 Pendidikan Sejarah UNNES. Kader Pekanan Rakjat, Rubikon, dan Amnesty International Chapter UNNES.
18 Januari 2025 9:19 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Dipa laksana Putra tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Wayang Babad Kartasura. Foto: dok. Sri Walgito/Panitia Penyelenggara Babad Kartasura
zoom-in-whitePerbesar
Wayang Babad Kartasura. Foto: dok. Sri Walgito/Panitia Penyelenggara Babad Kartasura
ADVERTISEMENT
Sebagai mahasiswa di Jurusan Sejarah dan sedikit turut andil dalam pementasan “Lakon Pewayangan Babad Kartasura,” saya merasa terhormat dapat berada di tengah karya budaya yang kaya dan penuh nilai historis ini. Pertunjukan ini bukan sekadar hiburan atau ajang menampilkan seni, melainkan sarana penting untuk menghidupkan kembali bagian sejarah yang terkadang terlupakan atau kurang dipahami oleh generasi muda.
ADVERTISEMENT
Lalu, apa itu Babad Kartasura? Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), "babad" merujuk pada kisah sejarah yang ditulis menggunakan bahasa daerah, seperti bahasa Jawa, yang menceritakan peristiwa-peristiwa penting dalam suatu masyarakat atau kerajaan. Kartasura, yang terletak di Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah, merupakan nama sebuah kecamatan yang juga dikenal sebagai pusat Kerajaan Kartasura pada masa lalu. Kerajaan ini menjadi penting dalam sejarah Indonesia karena menjadi saksi bagi pergolakan politik besar, termasuk perpindahan ibu kota dari Mataram Islam di Kotagede, Yogyakarta, ke Kartasura.
Namun, yang membuat pementasan Babad Kartasura ini semakin menarik adalah keunikannya dalam penyajian. Selain menggabungkan cerita sejarah dengan seni wayang, yang lebih istimewa adalah bahwa para dalang, pembuat wayang, dan penabuh gamelan yang terlibat berasal langsung dari Kecamatan Kartasura. Hal ini menunjukkan bahwa daerah ini tidak hanya kaya akan sejarah, tetapi juga memiliki potensi kesenian yang luar biasa.
ADVERTISEMENT

Kilas Balik Keraton Kartasura

Wayang Babad Kartasura. Foto: dok. Sri Walgito/Panitia Penyelenggara Babad Kartasura
Kerajaan Mataram, yang pernah berjaya di abad ke-17, awalnya berpusat di Kotagede, Yogyakarta, yang didirikan oleh Sultan Agung. Namun, pada masa pemerintahan Sultan Amangkurat I, ketegangan internal mulai muncul, dan pada 1680, Sultan Amangkurat II memindahkan ibu kota ke Kartasura sebagai langkah strategis untuk menghindari ancaman Belanda dan menjaga kestabilan politik.
Meski berada di lokasi yang lebih terlindung, Kartasura tak mampu mengatasi konflik internal yang semakin memuncak. Ketegangan antara raja dan elite kerajaan, serta hubungan yang buruk dengan VOC, memperburuk keadaan. Pemberontakan dan persaingan antara keluarga kerajaan membuat situasi semakin rumit, sehingga pada 1742, Kartasura jatuh setelah serangan balik pasukan yang mendukung Pakubuwono II.
Pada 1745, untuk mengakhiri ketegangan dan konflik yang berlarut-larut, ibu kota akhirnya dipindahkan ke Surakarta oleh Sunan Pakubuwono II. Pemindahan ini menandai berakhirnya kejayaan Keraton Kartasura yang hancur akibat pemberontakan internal dan pengaruh eksternal. Kartasura yang pernah menjadi simbol kekuatan Mataram kini hanya meninggalkan bekas-bekas sejarah.
ADVERTISEMENT
Proses pemindahan ibu kota ini tercatat dalam babad sejarah, seperti Babad Kartasura dan Babad Giyanti. Meskipun sebagian besar keraton hancur, peninggalan seperti Cepuri dan Baluwarti masih dapat ditemukan. Dengan pemindahan ke Surakarta, Mataram memasuki babak baru dalam sejarahnya, meskipun kekuatan kerajaan semakin tergerus oleh pengaruh VOC dan perubahan zaman.

Wayang Babad Kartasura sebagai Alat Pendidikan Sejarah

Wayang Babad Kartasura. Foto: dok. Sri Walgito/Panitia Penyelenggara Babad Kartasura
Dengan adanya pementasan wayang “Lakon Babad Kartasura,” wayang bukan hanya berfungsi sebagai hiburan semata, melainkan juga sebagai alat pengajaran sejarah yang dipentaskan lewat seni. Cerita-cerita dari masa lalu dan dinamika politik saat itu menjadi lebih hidup dan menarik. Penonton tidak hanya disuguhkan cerita sejarah, tetapi juga merasakan emosi yang mendalam dari kisah-kisah tersebut.
Bagi seorang yang menekuni dunia sejarah, pementasan ini menjadi sebuah pengalaman yang luar biasa. Wayang terbukti dapat menjadi media yang efektif untuk menyampaikan peristiwa dan cerita masa lalu dengan cukup akurat. Hal ini tercapai karena para dalang bekerja sama dengan dosen dan sejarawan dari Universitas Gadjah Mada dalam menyusun struktur cerita.
ADVERTISEMENT
Upaya besar ini juga melibatkan dana dan usaha yang tidak sedikit, tetapi dampaknya sangat besar bagi masyarakat. Pementasan ini memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk mempelajari sejarah bukan hanya melalui teks, tetapi juga lewat pertunjukan yang membangkitkan kesadaran akan pentingnya sejarah Kecamatan Kartasura. “Tokoh-tokoh sejarah, seperti raja, bangsawan, dan rakyat jelata, dihidupkan dalam bentuk wayang”, sehingga penonton merasa seolah-olah berada di tengah peristiwa-peristiwa besar tersebut. Ini merupakan cara yang luar biasa untuk mendekatkan sejarah pada hati dan pikiran kita.

Keunikan Pementasan: Melibatkan Komunitas Lokal Kartasura

Bentuk Wayang Babad Kartasura. Foto: Wahyu Dunung Raharjo/Dalang Pementas Babad Kartasura
Keistimewaan lain dari pementasan ini terletak pada keterlibatan langsung komunitas lokal Kartasura. Bukan hanya sebagai penonton, namun warga Kartasura berperan aktif dalam setiap bagian pertunjukan—dari dalang hingga penabuh gamelan. Hal ini membuat pertunjukan terasa lebih hidup dan autentik. Ketika orang-orang yang berasal dari tempat yang sama dengan cerita itu sendiri yang menyampaikan, energi yang terpancar dari pertunjukan pun berbeda. Mereka tidak hanya bercerita, tetapi menghidupkan kembali kisah yang mengakar di tanah kelahiran mereka.
ADVERTISEMENT
Lebih dari itu, pementasan ini juga berfungsi sebagai upaya pelestarian budaya lokal yang semakin terkikis oleh zaman. Dengan melibatkan masyarakat lokal, mereka berkontribusi langsung dalam menjaga tradisi yang telah ada ratusan tahun. Mereka bukan hanya penikmat seni, tetapi juga pelaku yang aktif dalam menjaga keberlanjutan budaya mereka sendiri.
Pementasan Babad Kartasura lebih dari sekadar pertunjukan seni; ia merupakan usaha menghidupkan kembali sejarah yang pernah ada, menghubungkan masyarakat dengan warisan budaya mereka, dan memberikan ruang bagi generasi muda untuk mengenal asal-usul mereka melalui cara yang menarik dan relevan.
Dengan melibatkan masyarakat lokal dalam setiap aspek pertunjukan—dari dalang hingga penabuh gamelan—pementasan ini menguatkan ikatan antara masyarakat dengan sejarah mereka. Seni wayang, yang selama ini dianggap hiburan semata, kini berfungsi sebagai alat pendidikan sejarah yang menyentuh hati dan menggambarkan dinamika sosial-politik masa lalu.
ADVERTISEMENT
Sebagai generasi yang hidup di zaman digital ini, kita harus membuka mata untuk melihat kembali ke masa lalu dan menyadari pentingnya melestarikan budaya kita, bukan hanya dengan membaca buku sejarah, tetapi juga dengan merasakan dan menghidupkannya melalui seni yang kita nikmati.