Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.94.0
Konten dari Pengguna
Madilog Sebagai Kerangka Berpikir Logis, Serta Untuk Menekan Angka Konservatisme
14 Januari 2025 10:29 WIB
·
waktu baca 7 menitTulisan dari Mohammad Jakfar Shodiq tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Indonesia akan menghadapi bonus demografi, di mana rasio generasi muda usia produktif jauh lebih dominan daripada jumlah masyarakat tidak produktif. Dalam konteks ini, penting untuk menyiapkan generasi muda yang berkualitas, berintelektualitas, dan berpikir logis, sebagai syarat merebut bonus demografi yang sebentar lagi kita hadapi. Tan Malaka dalam bukunya MADILOG, yang ditulis sebelum kemerdekaan, sudah memberikan gambaran bagaimana seharusnya masyarakat Indonesia membangun kerangka berpikir yang ideal, logis, dialektis, dan menggunakan pendekatan yang konkret. Tulisan ini dimulai dengan pertanyaan bagaimana konsepsi Madilog sebagai Metode Pemikiran Islam Progresif, dan urgensi implementasi Madilog untuk menekan angka konservatisme di Indonesia? Mengingat perdebatan mengenai kebenaran agama selalu menjadi perdebatan yang bersifat herediter yang menjangkiti sejarah peradaban umat manusia dari masa ke masa.
Manusia adalah makhluk yang nyaris sempurna yang diciptakan Tuhan Yang Maha Kuasa. Yang membedakan manusia dengan entitas lain adalah desain otak yang dimiliki manusia. Otak manusia didesain dengan struktur yang kompleks, sehingga memungkinkan manusia untuk berpikir secara rasional, logis, dan komprehensif. Struktur otak manusia juga mengarahkan nurani manusia dalam hal sosial, itulah mengapa manusia cenderung memiliki kepekaan sosial yang tidak dimiliki makhluk lain. Dalam konteks mengoptimalkan kecerdasan yang dimiliki manusia, Tan Malaka dalam bukunya Materialisme, Dialektika, dan Logika (MADILOG) secara eksplisit menyinggung tentang logika mistika. Logika mistika itu yang sebenarnya menghambat akselerasi knowledge masyarakat Indonesia, dan secara tidak langsung mendegradasi sumber daya manusia di Indonesia yang berimplikasi pada lambannya kemajuan Indonesia. MADILOG juga merupakan himbauan agar masyarakat Indonesia mau keluar dari cara berpikir yang irasional, agar sumber daya manusia Indonesia bisa relevan dalam geopolitik. Tan Malaka mengingatkan bahwa cara berpikir yang ia tawarkan merupakan cara berpikir yang dinamis dan kritis. Hanya dengan cara berpikir yang aktif, bangsa Indonesia akan sampai pada kesadaran yang rasional, kritis, filosofis, dan bermartabat.
ADVERTISEMENT
Dalam konteks konservatisme, MADILOG juga bisa dijadikan pedoman untuk meminimalisir angka konservatisme di Indonesia. Semakin kompleks kerangka berpikir masyarakat, mereka akan lebih bijak dalam bertindak dan bersikap, bahkan dalam memandang perbedaan sekalipun.
Membedah Kerangka Berpikir MADILOG dalam Perspektif Tan Malaka.
Materialisme-Dialektika-Logika (MADILOG) merupakan karya intelektual Tan Malaka yang mengartikulasikan kegelisahan Tan Malaka dalam memahami nasib masyarakat Indonesia sebagai resultan feodalisme, kolonialisme, dan kepercayaan terhadap mistisisme. Artinya, MADILOG ditulis memang khusus untuk mengasah kemampuan berpikir masyarakat Indonesia. MADILOG juga adalah himbauan agar masyarakat Indonesia mau menggunakan kerangka berpikir rasional dan logis, juga sebagai sarana agar masyarakat bisa terlepas dari jerat logika mistika dan irasional.
Akronim MADILOG sebetulnya memiliki makna yang berbeda di setiap kata, tetapi kesemuanya bersinergi membangun mentalitas rasional yang utuh. Pertama, materialisme adalah kemampuan pola pikir yang realistis dan pragmatis dalam melihat segenap realitas di dunia. Kedua, dialektika merupakan proses lanjutan setelah memiliki pola pikir yang realistis dan pragmatis. Dialektika membutuhkan tahapan proses berpikir, yaitu tesis-antitesis-sintesis. Pemikiran selalu berkembang seiring dengan perbedaan-perbedaan pandangan terhadap suatu tesis. Ketiga, Tan Malaka melihat bahwa pragmatisme dan dialektika pemikiran harus dimodali dengan logika sebagai jalan penentuan tepat atau tidaknya cara berpikir seseorang.
ADVERTISEMENT
Secara ideologis, Tan Malaka banyak mengadopsi pikiran Karl Marx dan Friedrich Engels. Tan Malaka dikenal sebagai tokoh yang berorientasi pada Marxisme. Marxisme sendiri adalah bentuk dari pembangkangan terhadap kapitalisme yang cenderung mengeksploitasi kaum Proletar. Marxisme adalah bentuk pemikiran yang berlandaskan kesetaraan, agar tidak ada lagi pengkotak-kotakan entitas berdasarkan strata sosial. Sehingga bisa disimpulkan, Marxisme adalah ideologi yang dibentuk agar umat manusia tidak lagi membeda-bedakan strata sosial. Dalam ideologi Marxisme, segala bentuk kekayaan dalam sebuah negara harus dibagi rata, sehingga tidak akan ada lagi kecemburuan sosial dalam masyarakat nantinya.
Karl Marx beranggapan, Marxisme bisa menekan praktek-praktek penindasan, ketidakadilan, kesewenang-wenangan, dan eksploitasi dari kaum Borjuis terhadap kaum Proletar. Dalam konteks ini bisa disimpulkan, motivasi Tan Malaka dalam mencerdaskan masyarakat Indonesia adalah agar kaum Proletar yang saat itu begitu dominan mau mengambil hak-hak mereka yang dirampas para kapitalis.
ADVERTISEMENT
Tan Malaka sepakat dengan Marx bahwa negara adalah manifestasi dari pertentangan kelas. Jika dalam masyarakat terdapat dua kelas yang bertentangan dan tidak mungkin lagi didamaikan, maka akan muncul sebuah kekuasaan yang akan membatasi dan menempatkan pertentangan dalam masyarakat tersebut. Kekuasaan muncul dari masyarakat namun kemudian akan semakin mengasingkan diri dari masyarakat. Peran negara seolah-olah sebagai wasit dari semua pertikaian yang berdiri di atas semua kepentingan.
Tan Malaka banyak menjelaskan dalam buku-bukunya tentang negara, hilang timbulnya negara, dan timbul hilangnya negara. Dalam pemahaman Tan Malaka, negara dapat ditumbangkan jika kondisi obyektif masyarakat sudah cukup. Kondisi obyektif tersebut terletak pada kebutuhan dan kemakmuran masyarakat. Tan Malaka lebih banyak merujuk kepada negara kapitalis. Istilah "masa dari zaman ketangan para proletar" untuk Indonesia oleh Tan Malaka disebut dengan "murba".
ADVERTISEMENT
Dalam artian, negara Indonesia muncul dari hasil revolusi nasional yang mengusir penjajahan ekonomi dan politik bangsa asing yang bercokol di Indonesia saat itu. Untuk itu, revolusi nasional diperlukan guna menciptakan sebuah tatanan hidup tanpa penindasan dan berpihak kepada keadilan, penataan kepemilikan alat produksi, serta strategi pembangunan nasional yang harus dipersiapkan agar imperialis tidak kembali walaupun hanya dalam bentuk penguasaan ekonomi. Dalam konteks ini menurut Tan Malaka, ketimpangan sosial dan penindasan adalah bentuk kejahatan dari kapitalis terhadap kaum marjinal. Menurut Tan Malaka, Marxisme diciptakan untuk melawan kapitalisme.
Kompleksitas dari MADILOG sendiri mencakup banyak hal. Tan Malaka tidak menyebutkan secara eksplisit logical fallacy seperti apa yang bisa menghambat akselerasi knowledge masyarakat Indonesia. Namun, Tan Malaka dalam MADILOG menyinggung secara general bahwa segala bentuk pemikiran harus berlandaskan premis-premis yang rasional, logis, dan konkret. Karena menurut Tan Malaka, kemajuan sebuah negara tergantung pada kualitas masyarakat di dalamnya.
ADVERTISEMENT
Urgensi Implementasi Madilog sebagai Kerangka Berpikir Masyarakat,
Tan Malaka adalah tokoh yang memiliki peran besar dalam merebut kemerdekaan Indonesia. Tan Malaka juga adalah orang pertama yang mengonsep ide republik sebagai bentuk negara Indonesia. Jauh sebelum Soekarno menulis “Indonesia Menggugat” pada tahun 1932 yang di dalamnya berisi arti penting kemerdekaan bagi bangsa Indonesia atau Moh. Hatta dengan "Ke Arah Kemerdekaan Indonesia Merdeka" pada tahun 1930, Tan Malaka sudah menulis pamflet dengan judul Naar De Republik Indonesia (Menuju Republik Indonesia) yang di dalamnya secara eksplisit menyinggung tentang kemerdekaan Indonesia. Dalam konteks ini bisa disimpulkan, bagaimana dedikasi Tan Malaka dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.
Kembali ke konteks MADILOG, menurut Tan Malaka, kemajuan suatu bangsa bisa dilihat dari bagaimana cara berpikir masyarakat di dalamnya. Dalam bukunya MADILOG, Tan Malaka secara eksplisit menyinggung tentang logika mistika. Menurut Tan Malaka, peradaban Indonesia hanya bisa direbut ketika masyarakat Indonesia sudah melewati beberapa aspek seni berpikir, yaitu logika mistika, filsafat, dan ilmu pengetahuan secara general.
ADVERTISEMENT
Seseorang belum layak disebut berpendidikan dan berpengetahuan kalau mereka belum berfilsafat. Berfilsafat dalam konteks ini adalah berpikir secara rasional dan logis, di mana dalam pencarian kebenaran berlandaskan pada premis-premis yang konkret. Seseorang juga belum layak disebut berfilsafat jika mereka masih terbelenggu dalam jerat logika mistika. Logika mistika sendiri adalah sebuah keyakinan tentang adanya kekuatan-kekuatan supra-natural yang memprekondisikan segenap kejadian di dunia. Logika mistika ini yang secara tidak langsung melumpuhkan daya pikir kritis dan rasionalitas masyarakat, karena cenderung berkiblat pada premis-premis yang irasional. Menurut Tan Malaka, satu-satunya cara untuk melawan logika mistika adalah dengan membangun kerangka berpikir materialisme, dialektika, dan logika. Dalam konteks ini, implementasi Madilog sebagai metode pemikiran dalam masyarakat menjadi sangat relevan untuk menekan angka konservatisme di Indonesia.
ADVERTISEMENT
KESIMPULAN
Dari pemaparan di atas bisa disimpulkan bahwa konservatisme yang menjamur di tengah masyarakat secara tidak langsung mendegradasi peradaban umat manusia. Seharusnya umat manusia sudah banyak belajar dan lebih bijak dalam merepresentasikan kerangka berpikir yang ideal. Terlepas dari implikasi negatif dari konservatisme yang begitu kompleks, sikap konservatisme yang begitu masif juga bisa berindikasi pada lambannya akselerasi knowledge masyarakat dan kemajuan sebuah negara. Dalam konteks ini, implementasi Madilog sebagai metode pemikiran masyarakat menjadi sangat penting untuk diterapkan. Agar masyarakat lebih bijak dalam bertindak dan bersikap, bahkan dalam memandang perbedaan sekalipun. Madilog juga bisa dijadikan sebagai metode pembentukan kerangka berpikir secara rasional dan logis. Di mana dalam pencarian kebenaran harus berlandaskan pada premis-premis yang konkret. Sehingga dalam proses pencarian kebenaran yang berlandaskan rasionalitas, kita akan sampai pada kesimpulan yang logis.
ADVERTISEMENT