Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Jangan Sampai Anak Mengalami Ketimpangan Gender dalam Pengasuhan
16 Agustus 2023 4:47 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Dira Chaerani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Sangat disayangkan bahwa ketimpangan gender masih sangat terasa di negeri ini, tak terkecuali dalam pengasuhan anak. Padahal, didikan dan asuhan dari orang tua sangatlah berpengaruh bagi nilai-nilai kehidupan yang akan dianut oleh sang anak.
ADVERTISEMENT
Orang tua yang enggan menerapkan kesetaraan gender dalam pengasuhan akan menghasilkan anak-anak dengan paham yang serupa. Hal inilah yang menjadikan rantai patriarki di negeri ini sulit sekali terputus.
Ironisnya, patriarki masih dijadikan sebuah nilai-nilai dan budaya luhur bagi banyak suku di Indonesia. Walaupun begitu, hal ini harus diubah.
Dalam hal pengasuhan anak, semua anak apa pun jenis kelaminnya memiliki hak yang sama dan tidak boleh ada yang mendapat ketidakadilan dalam memperoleh hak-haknya dengan alasan gender. Jika hal ini diteruskan, secara tidak langsung akan menimbulkan suatu kemunduran bagi sumber daya manusia di suatu negara.
Masih banyak orang tua yang keliru dan menganggap derajat anak laki-laki akan selalu lebih tinggi daripada anak perempuan. Anak laki-laki akan diperlakukan seperti seorang raja, dituntut untuk selalu kuat, gagah perkasa, dan menjadi hal yang memalukan apabila menunjukkan kerapuhannya.
ADVERTISEMENT
Di sisi lain, anak perempuan langsung dilabeli sebagai makhluk yang sangat lemah, selalu bergantung pada orang lain, dibatasi dalam mengembangkan diri, dan didoktrin untuk tidak boleh melampaui laki-laki dalam hal apa pun.
Semua stigma dan doktrin yang ditanamkan seperti benar-benar teraminkan. Anak perempuan yang mengalami pengasuhan ketimpangan gender akan tumbuh menjadi perempuan dengan kepercayaan diri yang rendah, langsung menganggap laki-laki dapat melakukan segala hal lebih baik dari dirinya, tidak mandiri dan bergantung pada orang lain padahal sebenarnya mampu memberdayakan diri.
Hal tersebut terbukti dengan masih rendahnya keterlibatan perempuan dalam hal menjadi pemimpin dari suatu kelompok, perempuan yang ragu untuk menempuh pendidikan dan karier yang tinggi.
Terdapat kegiatan dan pekerjaan yang dianggap maskulin sehingga perempuan masih sering diragukan untuk melakukannya (menyetir mobil, menjadi teknisi, menjadi pilot, dsb), dan perempuan yang tidak bahagia atas pernikahannya karena tidak berani mengomunikasikan tentang hal-hal yang tidak mengenakan kepada suaminya.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, akibat yang terjadi pada anak laki-laki adalah mereka akan benar-benar merasa menjadi raja yang bebas melakukan apa pun, merasa sangat superior, mudah meremehkan dan merendahkan perempuan, semena-mena terhadap istrinya, dan yang lebih parah lagi, mereka berkemungkinan untuk melakukan tindak kekerasan dan pelecehan terhadap perempuan.
Anak laki-laki yang dituntut untuk selalu kuat dapat mengakibatkan ia mengubur segala kerapuhan dan kesedihannya sendiri, sehingga harus berlagak kuat dan menunjukkan kalau ia bisa melakukan segala hal. Tuntutan inilah yang menyebabkan ia seolah-olah tidak membutuhkan bantuan orang lain terutama perempuan.
Sudah semestinya anak laki-laki dididik untuk rendah hati dalam menerima dan menyadari bahwa dirinya memiliki kekurangan dan keterbatasan sehingga memerlukan orang lain termasuk perempuan untuk membantunya.
Oleh karena itu, ia harus bisa memperlakukan orang lain dengan baik yang diwujudkan dengan menghargai, tidak mengambil hak yang bukan miliknya, dan mau bekerja sama.
ADVERTISEMENT
Di sisi lain, anak perempuan harus dididik untuk menjadi pribadi yang resilien agar ketika menghadapi segala permasalahan dan tantangan, ia tidak menyerah dan terpuruk begitu saja.
Ia akan mengusahakan dengan kekuatannya sendiri untuk memperbaiki keadaan, seperti dengan belajar berbagai keterampilan baru, berani dan mampu untuk mempertahankan hak-hak dan keyakinannya, dan memiliki semangat dan ambisi untuk mencapai cita-citanya.
Selalu memberikan kasih sayang dan pengasuhan terbaik kepada setiap anak, baik laki-laki maupun perempuan, merupakan langkah awal untuk mengatasi ketimpangan gender. Kesetaraan antara laki-laki dan perempuan merupakan salah satu cara untuk memajukan suatu bangsa.
Dengan demikian, akan terlahir sosok-sosok perempuan hebat dan berkompeten dalam berbagai bidang pekerjaan, terciptanya lingkungan yang aman karena tidak ada lagi tindak kekerasan dan pelecehan seksual, lingkungan sosial yang nyaman karena laki-laki dan perempuan siap bekerja sama dengan saling menghargai satu sama lain, kehidupan pernikahan dan keluarga yang rukun dan bahagia, dan masih banyak lagi hal-hal baik yang akan terjadi.
ADVERTISEMENT