Indonesia Jelaskan Berbagai Isu Strategis pada ASEAN-EU Strategic Thinkers Forum

Direktorat KS Eksternal ASEAN
Akun resmi Direktorat Kerja Sama Eksternal ASEAN, Direktorat Jenderal Kerja Sama ASEAN, Kementerian Luar Negeri RI
Konten dari Pengguna
2 Maret 2018 19:55 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Direktorat KS Eksternal ASEAN tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
“Potensi penguatan kerja sama ASEAN-Uni Eropa (UE) sangat terbuka. Kita memiliki kepentingan bersama dalam menjamin serta menjaga kawasan ini sebagai wilayah yang damai, aman, stabil dan sejahtera. Kita bersama juga menghormati prinsip-prinsip kerja sama yang tertuang dalam Treaty of Amity and Cooperation in Southeast Asia (TAC) 1976”, demikian salah satu pernyataan Direktur Jenderal (Dirjen) Kerja Sama ASEAN, Jose Tavares, sebagai salah satu pembicara pada pertemuan ASEAN-EU Roundtable Strategic Thinkers Forum (STF) yang diselenggarakan di The Hotel Brussels, Belgia pada 28 Februari 2018. Lebih lanjut dijelaskan pula beberapa potensi kerja sama ASEAN dan UE di bidang politik keamanan, misalnya kontra terorisme, keamanan laut, dan keamanan siber.
ADVERTISEMENT
Dirjen Tavares juga menjelaskan mengenai pentingnya sentralitas dan kesatuan ASEAN dalam menjalin kerja sama dengan negara mitra wicara, serta untuk menghadapi berbagai tantangan baru di kawasan. “Kerja sama ASEAN dan UE dapat diperkuat, misalnya, melalui pembahasan isu-isu strategis terkait dengan perdamaian dan rekonsiliasi melalui lembaga ASEAN Institute for Peace and Reconcilliation (AIPR)".
Menanggapi pertanyaan peserta, dijelaskan pula pandangan Indonesia terkait dengan konsep Indo-Pacific. “Indonesia berpandangan pengembangan kawasan Lingkar Samudera Indo-Pacific perlu memperhatikan prinsip-prinsip terbuka, transparan, inklusif, penghormatan pada aturan hukum internasional serta dilandasi semangat kerja sama. Hanya dengan itu, kita dapat menciptakan ekosistem kawasan yang damai, stabil dan sejahtera, yang memberikan manfaat untuk semua pihak”, jelasnya.
Dalam kesempatan diskusi, Dirjen Tavares menyampaikan pula keprihatinan Indonesia atas kebijakan Parlemen Eropa yang menyetujui the draft of Directive on the Promotion of the Use of Energy from Renewable Sources pada Januari 2018. Secara ringkas dijelaskan keterkaitan kelapa sawit dengan isu sustainability dan pencapaian UN Sustainable Development Goals (SDGs), khususnya di Indonesia. “Isu kelapa sawit juga telah menjadi concern bersama ASEAN”, jelas Dirjen Tavares. Dalam kaitan ini, Indonesia meminta agar tindakan diskriminatif terhadap kelapa sawit di kawasan Eropa dapat dihentikan.
ADVERTISEMENT
Sebelumnya, Dirjen Tavares juga menjadi salah satu pembicara pada kegiatan Public Debate on the EU-ASEAN Relations: The Next Forty Years Ahead pada 27 Februari 2018. Kegiatan terbuka yang dihadiri oleh lebih dari 200 peserta dari 28 negara anggota UE dan 10 negara anggota ASEAN serta Sekretariat ASEAN itu, membahas mengenai upaya penguatan kerja sama ASEAN-UE di ketiga pilar (politik kemanan, ekonomi perdagangan dan sosial budaya). “ASEAN dan UE adalah natural partner dan di antara keduanya dapat saling belajar. ASEAN, misalnya, dapat mempelajari proses penguatan integrasi ekonomi dan pasar, pengembangan komunitas, maupun hal-hal teknis seperti proses pembuatan kebijakan, implementasi dan monitoring kebijakan, compliance mechanism, settlement dispute mechanisms, dan lainnya”, jelasnya.
ADVERTISEMENT
Penyelenggaraan rangkaian pertemuan YLF dan STF merupakan tindak lanjut hasil pertemuan para Menteri Luar Negeri ASEAN-UE/ASEAN-EU Ministerial Meeting (AEMM) ke-21 di Bangkok, Thailand pada Oktober 2016. Rangkaian pertemuan YLF dan STF dibuka oleh mantan Sekretaris Jenderal ASEAN 2013-2017, Le Luong Minh, dan diikuti oleh delegasi/peserta dari negara anggota ASEAN dan UE. Selain Dirjen Jose Tavares, delegasi Indonesia terdiri dari Dr. Muhadi Sugiono (Dosen UGM), Westra Tanribali (Duta Muda ASEAN-Indonesia), pejabat Kemlu RI dan KBRI Brussels.
Rekomendasi yang dihasilkan dalam rangkaian pertemuan YLF dan STF tersebut akan disampaikan pada Pertemuan AEMM ke-22 yang direncanakan akan diselenggarakan di Eropa pada semester kedua tahun 2018.
Kerja sama ASEAN-UE telah dimulai semenjak tahun 1972. UE secara resmi menjadi Mitra Wicara (Dialogue Partner) ASEAN pada tahun 1977. Pada tahun lalu, ASEAN dan UE memperingati kerja sama kemitraan mereka yang telah mencapai usia 40 tahun, di samping merayakan pula 50 tahun ASEAN dan 60 tahun UE (Treaty of Rome).
ADVERTISEMENT
Kerja sama ASEAN dan UE telah berkembang di berbagai bidang dan saat ini berada pada level enhanced partnership, semenjak ditandatanganinya The Nuremberg Declaration pada tahun 2007. Selama tahun 2016-2022 misalnya, telah terdapat beberapa komitmen kerja sama melalui alokasi pendanaan UE untuk beberapa program, diantaranya adalah ASEAN Regional Integration Support by the EU (ARISE Plus) 2016-2022 sebesar 40 juta euro, Sustainable Use of Peat Lands and Haze Mitigation in ASEAN (SUPA) 2016-2019 sebesar 20 juta euro, Enhanced Regional EU-ASEAN Dialogue Instrument (E-READI) 2016-2019 sebesar 20 juta euro, dan Promotion of Women Migrant Workers’ Rights and Opportunities in ASEAN sebesar 25 juta euro. ASEAN dan UE juga telah menyepakati Plan of Action 2018-2022, sebagai dasar kerja sama kemitraan keduanya selama lima tahun ke depan.
ADVERTISEMENT
Dalam bidang kerja sama perdagangan dan investasi, UE adalah investor terbesar bagi ASEAN dengan nilai investasi sebesar USD 30,5 milyar pada tahun 2016 atau mengalami peningkatan 46,2% dibanding tahun 2015. Total volume perdagangan ASEAN-EU pada tahun 2016 tercatat sebesar USD 229,7 milyar, atau meningkat 0,9% dibanding tahun 2015. UE adalah sebagai mitra dagang terbesar ketiga bagi ASEAN. Selain itu, lebih dari 9,5 juta wisatatwan UE berkunjung ke ASEAN pada tahun 2015.