Menyongsong Bonus Demografi di Hari Nanti

Dirga Ardian
Mahasiswa Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan FEB Undip
Konten dari Pengguna
8 November 2019 23:44 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Dirga Ardian tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk yang cukup tinggi. Sudah 71 tahun republik ini berdiri. Namun masih ada saja beragam permasalahan di berbagai lini. Tak hanya dari luar Indonesia, ironisnya masalah dapat muncul dari warganya. Dari pemuda hingga pemegang tahta negara. Digadang-gadang akan mendapatkan bonus demografi di kemudian hari, mampukah Indonesia memanfaatkan berkah tersebut jika masih banyak permasalahan melanda?
ADVERTISEMENT
Masalah yang saya maksud di sini adalah kesiapan dari segi moral dan ekonomi dalam menyikapi bonus demografi. Jika masalah yang ada belum terselesaikan, bonus demografi hanya akan menambah kesemrawutan negara ini di hari nanti.
Menurut data Puslitbang BKKBN, pada tahun 2020-2030 nanti, Indonesia diprediksi akan memiliki jumlah usia angkatan kerja (15-64 tahun) sebanyak 70 persen, dan sisanya adalah penduduk usia tidak produktif (di bawah 15 tahun, dan di atas 64 tahun). Bonus demografi ini tentunya dapat meningkatkan perekonomian Indonesia. Bahkan jumlah penduduk produktif Indonesia diperkirakan akan naik pada kisaran 80 persen di tahun 2040 yang akan datang.
Jika kita lihat kondisi sekarang, Indonesia sendiri memiliki masalah moral yang dapat memberi ancaman tersendiri bagi kelangsungan negara ini. Sebut saja masalah seperti narkoba yang memberi dampak terhadap popularitas Indonesia di mata dunia. Badan Narkotika Nasional (BNN) menyatakan bahwa ada sekitar 5,8 juta jiwa pecandu narkoba di Indonesia (pada tahun 2015) yang terdiri dari penduduk usia 10 hingga 59 tahun. Ada sebanyak 15 ribu pecandu narkoba yang meninggal dunia setiap tahun atau 40 sampai 50 jiwa per hari. Dan lebih parahnya lagi, 22% total pengguna narkoba adalah mahasiswa dan pelajar. Dari data tersebut, jumlah pengguna narkoba menigkat dari 4,1 juta jiwa pada tahun 2014.
ADVERTISEMENT
Permasalahan yang muncul adalah, apakah naiknya jumlah penduduk usia produktif berbanding lurus dengan membaiknya moral dan mental bangsa ini? Berkaca pada data BNN yang ada, bukan hal yang tidak mungkin jika nantinya pengguna narkoba di Indonesia terus meningkat seiring bonus demografi yang akan diterima Indonesia.
Peningkatan jumlah angkatan kerja juga sebuah dilema bagi Indonesia. Naiknya kuantitas penduduk usia kerja dapat menjadi berkah bagi Indonesia jika mampu memanfaatkannya dengan baik. Namun hal tersebut tentunya bisa saja tidak terwujud jika pemerintah tidak mampu mengambil langkah yang tepat dalam menyikapi bonus demografi tersebut.
Meningkatnya angkatan kerja justru dapat menjadi ‘bumerang’ bagi Indonesia. Tidak adanya lapangan kerja yang cukup di hari nanti justru akan menambah angka pengangguran serta kemiskinan. Penyiapan kualitas sumber daya manusia perlu dilakukan Indonesia agar angkatan kerja yang ada memiliki daya saing yang tinggi, terlebih Indonesia masuk dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).
ADVERTISEMENT
Pemecahan masalah dapat diwujudkan dari solusi warga Indonesia dan program-program pemerintah. Warga Indonesia harus memahami betul arti aspek-aspek yang dapat meningkatkan kualitas diri seperti pendidikan. Pemerintah juga tentunya wajib mendukung kinerja masyarakat dan memperbaiki mutu dari warga Indonesia sendiri. Pemberian pelatihan dalam bidang teknologi dan keterampilan kerja contohnya.
Berbagai macam persoalan yang ada tentunya masih dapat diatasi. Indonesia masih memiliki beberapa tahun dalam menyongsong bonus demografi. Memang perubahan secara keseluruhuan tidak dapat terjadi sekejap begitu saja. Oleh karena itu Indonesia harus mampu menyiapkan diri untuk ke depannya.