Konten dari Pengguna

UPH: Stop Fanatisme!!

21 Mei 2018 14:09 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:08 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Disky Lorent Gow tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
UPH: Stop Fanatisme!!
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Sikap fanatisme sering menunjukkan ambisi pada infalibitas, namun juga disertai kecurigaan, ketakutan dan sikap paranoid. Ciri fanatisme adalah keyakinan mutlak pada pemahamannya sendiri, diikuti dengan sikap dualisme yang kuat: lawan atau kawan.
ADVERTISEMENT
Pada hari Kamis, 17 Mei 2018, HRD dan LPPM UPH mengadakan acara bulanan yang dinamakan Café Sweet Talk, dengan tema ‘Fanatisme’ menghadirkan dua pembicara Dr. Fransisco Budi Hardiman, Coordinator of History of Thought Course Fakultas Liberal Arts UPH, dan Chandra Han ST, MDiv, MTh., Dosen Teachers College UPH. Topik ini diangkat untuk menyikapi masalah masalah fanatisme yang terjadi akhir-akhir ini di tengah masyarakat Indonesia.
Menurut Frans, “fanatisme sendiri memiliki definisi sebagai cara berfikir, bersikap, berinteraksi, dan berkuasa yang meyakini kemutlakan pemahamannya sendiri dan memaksakan pemahamannya itu kepada lingkungannya.“
Fanatisme kemungkinan dipicu oleh perubahan zaman yang kompleks dalam satu konteks kemajemukan yang membuat kita terpaksa mengambil pilihan menghadapi berbagai perbedaan. Dalam masyarakat homogen, atau di dalam zaman pra-modern, fanatisme mungkin tidak mencuat sebagai problem tersendiri, dan tidak dikaitkan langsung dengan agama.
ADVERTISEMENT
Fanatisme sendiri juga bisa disebabkan oleh beberapa faktor, seperti adanya pola asuh yang menanamkan bibit fanatisme, lingkungan tempat dia tinggal, proses marginalisasi, perubahan sosial, didasari oleh pemikiran yang fanatik, dan terutama adalah adanya interaksi yang terlalu kompetitif atau ingin menang sendiri.
Narasumber mengingatkan, bahwa kecenderungan fanatisme yang lahir dari problem psikologis yang lemah, mungkin perlu rahmat/anugerah khusus untuk menghasilkan perubahan hidup. Namun ia mengingatkan agar setiap peserta bergantung pada RahmatNya, bahkan juga ketika bergulat dengan kesempitan jiwa yang mungkin tak ada obatnya itu.
Untuk itu narasumber memberikan tips untuk mengatasi fanatisme yaitu pertama, mengasihi orang yang fanatik, karena sebenarnya mereka kesepian dan kedua, memperkaya pengalaman kontak dengan kebudayaan dan keyakinan, serta lebih memperkaya selera humor, karena orang yang fanatik biasanya terlalu serius.
ADVERTISEMENT