Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Fenomena FOMO di Media Sosial
18 Oktober 2024 10:07 WIB
ยท
waktu baca 4 menitTulisan dari Dita Amel tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Di era digital yang semakin terhubung ini, media sosial telah menjadi bagian integral dari kehidupan sehari-hari kita. Platform seperti Instagram, Facebook, Twitter, dan TikTok memungkinkan kita untuk tetap terhubung dengan teman, keluarga, dan bahkan orang asing dari seluruh penjuru dunia. Namun, di balik kemudahan dan kesenangan yang ditawarkan oleh media sosial, muncul fenomena yang dikenal sebagai FOMO atau "Fear of Missing Out". FOMO adalah perasaan cemas atau takut ketinggalan akan pengalaman atau peristiwa yang sedang dialami oleh orang lain, terutama yang terlihat di media sosial. Fenomena ini semakin merebak seiring dengan meningkatnya penggunaan media sosial, di mana orang-orang cenderung membagikan momen-momen terbaik dalam hidup mereka, menciptakan ilusi bahwa kehidupan mereka selalu menyenangkan dan tanpa masalah.
. Ketika seseorang terus-menerus melihat teman-temannya berlibur ke tempat-tempat eksotis, menghadiri acara-acara mewah, atau mencapai prestasi-prestasi menakjubkan, mereka mungkin mulai merasa tidak puas dengan kehidupan mereka sendiri. Perasaan ini dapat mengarah pada kecemasan, depresi, dan penurunan harga diri. Menurut penelitian Taswiyah, FOMO juga dapat mendorong seseorang untuk terus-menerus memeriksa media sosial mereka, takut melewatkan update terbaru atau berita penting. Perilaku ini tidak hanya mengganggu produktivitas dan konsentrasi, tetapi juga dapat mengganggu pola tidur dan interaksi sosial di dunia nyata.
ADVERTISEMENT
Penelitian yang dilakukan oleh Wachyuni et al. juga menjelaskan bahwa FOMO di media sosial juga dapat mempengaruhi cara kita menjalani hidup dan membuat keputusan. Banyak orang merasa terdorong untuk melakukan hal-hal atau mengunjungi tempat-tempat tertentu bukan karena mereka benar-benar menginginkannya, tetapi karena mereka ingin terlihat keren atau relevan di mata follower mereka. Hal ini dapat menyebabkan pengambilan keputusan yang tidak autentik dan bahkan pengeluaran finansial yang tidak perlu. Lebih jauh lagi, kebiasaan membandingkan diri sendiri dengan orang lain di media sosial dapat mengaburkan batas antara realitas dan citra yang dipoles, membuat kita lupa bahwa apa yang kita lihat di media sosial seringkali hanyalah versi yang sangat disaring dari kehidupan seseorang.
ADVERTISEMENT
Salah satu cara efektif untuk mengatasi FOMO adalah dengan melakukan digital detox secara berkala. Digital detox atau puasa digital adalah kondisi ketika seseorang menghentikan atau mengurangi penggunaan perangkat digital dan menggunakan waktu tersebut untuk kegiatan dan interaksi sosial. Hal ini bisa dimulai dengan hal-hal kecil, seperti tidak menggunakan ponsel selama satu jam sebelum tidur, atau tidak mengakses media sosial selama satu hari di akhir pekan. Selama periode detox ini, dilakukan dengan mencoba mengalihkan perhatian pada aktivitas yang bermanfaat bagi kesehatan mental dan fisik, seperti membaca buku, berolahraga, atau bersosialisasi dengan teman dan keluarga secara langsung. Dengan menjauhkan diri dari media sosial secara teratur, kita dapat melatih diri untuk tidak selalu tergantung pada update digital dan mengurangi kecemasan akan ketinggalan informasi.
ADVERTISEMENT
Mengubah cara kita berinteraksi dengan media sosial juga dapat membantu mengurangi FOMO. Alih-alih hanya menjadi konsumen pasif yang terus-menerus menyerap konten dari orang lain, cobalah untuk menjadi pengguna yang lebih aktif dan selektif. Hal ini bisa dilakukan dengan cara membersihkan daftar teman atau akun yang diikuti, hanya menyisakan mereka yang benar-benar menginspirasi atau memberi nilai tambah dalam hidup kita. Selain itu, gunakan waktu di media sosial untuk berinteraksi secara bermakna dengan orang lain, misalnya dengan memberikan komentar yang thoughtful atau berbagi konten yang bermanfaat. Dengan mengubah pendekatan ini, kita dapat mengubah pengalaman bermedia sosial menjadi lebih positif dan kurang memicu FOMO.
Mengatasi FOMO dapat dengan mengembangkan rasa percaya diri dan kepuasan terhadap pilihan hidup sendiri. Syahidah mengungkapkan bahwa Memiliki karakter yang tegas, percaya diri yang tinggi, serta tujuan hidup yang terarah membuat mereka mampu meminimalkan dampak FOMO pada diri mereka. Hal ini bisa dimulai dengan menetapkan tujuan pribadi yang realistis dan bermakna, serta merayakan pencapaian-pencapaian kecil dalam hidup kita sendiri. Dengan membangun rasa bangga dan puas terhadap pilihan dan pencapaian sendiri, kita dapat mengurangi keinginan untuk terus-menerus membandingkan diri dengan orang lain, sehingga mengurangi perasaan FOMO.
ADVERTISEMENT