Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.102.2
Konten dari Pengguna
Resesi Ekonomi Global di Tahun 2023, Apakah Indonesia Siap Menghadapinya?
3 November 2022 13:15 WIB
Tulisan dari Dita Aprilianawati tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Dewasa ini sedang marak bermunculan isu tentang adanya prediksi resesi ekonomi global di berbagai platform digital baik tayangan di media elektronik maupun berita di sosial media. Hal itu dilihat dengan adanya penurunan stabilitas perekonomian dunia, khususnya Indonesia pasca pandemi Covid-19 selama 2 tahun. Perekonomian dunia di ambang kehancuran karena sebagian APBN ditujukan untuk membiayai kerugian Covid-19. Merupakan dampak dari pembatasan sosial (lockdown) banyak sektor ekonomi mengalami penurunan dan tidak menjalankan aktivitas.
ADVERTISEMENT
Krisis ekonomi adalah masalah yang sangat berbahaya karena mengancam stabilitas perekonomian dunia dan menyebabkan kerugian besar negara dan masyarakat luas. IMF (Dana Moneter Internasional atau International Monetary Fund) merupakan organisasi bertugas untuk meningkatkan kerjasama moneter internasional. Telah memprediksi bahwa pada tahun 2023 akan terjadi kegelapan sistem perekonomian global. Nah, apa yang seharusnya dilakukan negara di dunia untuk menghadapi krisis ekonomi global, khususnya Indonesia? Apakah kita sebagai negara berkembang mampu untuk mengatasi? Indonesia perlu waspada untuk menghadapi dengan mengambil kebijakan yang konkret.
Kementerian Keuangan Republik Indonesia Sri Mulyani memperkirakan bahwa tahun 2023 Indonesia mampu menjaga kestabilan pertumbuhan perekonomian meski ancaman resesi global terjadi. Tetapi, di sisi lain terjadi goncangan bertubi-tubi dan berkelanjutan seperti yang telah diprediksi IMF sebelumnya, ekonomi global akan gelap dan berisiko besar. Sebenarnya, krisis dan resesi itu dua hal yang berbeda. Jika resesi adalah perlambatan pertumbuhan perekonomian tetapi masih digolongkan sehat. Sedangkan krisis adalah keadaan perekonomian secara drastis dan sangat parah tidak dapat digolongkan sehat lagi.
ADVERTISEMENT
Langkah yang harus dilakukan Indonesia agar mampu bertahan dan kuat menghadapi resesi adalah dengan merancang APBN. Mengalokasikan APBN secara tepat sasaran dan terstruktur. Sri Mulyani selaku Menteri Keuangan Republik Indonesia mengatakan bahwa pemerintah Indonesia perlu menyehatkan APBN karena perekonomian akan terus-menerus mengalami fluktuasi dan ketidakpastian. Kita tidak dapat memprediksi kapan perekonomian akan mengalami kekuatan atau kelemahan. Untuk itu, perlu waspada dan mempersiapkan kebijakan yang sesuai dengan kondisi yang sedang terjadi. Misal, adanya prediksi resesi 2023 yang akan terjadi tahun depan.
APBN sebagai alat fundamental ekonomi harus bekerja keras dan fleksibel melindungi negara dari ketidakpastian dan fluktuasi stabilitas perekonomian negara. Tahun 2020-2021 merupakan tantangan yang dahsyat bagi negara di dunia karena menghadapi pandemi Covid-19 serta pemulihan kesehatan dan sistem perekonomian. Tahun 2022, waktu pemulihan perekonomian untuk mengatasi risiko, justru terjadi ketidakpastian yaitu terjadi kenaikan harga bahan pokok, energi dan geopolitik, dan suku bunga meningkat akibat inflasi. Sehingga menyebabkan penguatan nilai dolar dan nilai rupiah melemah. Untuk itu, Sri Mulyani mengatakan bahwa APBN harus merespon positif sekaligus kita menganggap bahwa ini sudah baik dari berbagai dinamika perekonomian dan tentu akan sangat berpengaruh terhadap kesehatan APBN.
ADVERTISEMENT
Resesi adalah penurunan pada perekonomian global yang berkepanjangan dalam jangka panjang. Kemudian terjadi kenaikan pengangguran, penurunan kepercayaan konsumen sehingga daya beli melemah, inflasi meningkat, dan harga bahan pokok naik. Resesi global mengakibatkan perekonomian negara maju akan menguat, sedangkan perekonomian di negara berkembang seperti negara Indonesia akan melemah. Penyebab terjadinya resesi global tahun 2023 yang telah diprediksi IMF adalah banyak bank sentral di dunia menaikkan suku bunga. Sehingga memicu terjadinya inflasi secara besar-besaran. Jumlah uang beredar dan harga bahan pokok meningkat. Kemudian, disertai dengan munculnya dampak negatif lain di bidang perekonomian.
Menurut laporan Kementerian Keuangan pada tahun 2023, proyeksi inflasi negara maju yaitu 6,6% dengan pertumbuhan ekonomi 1,4%, sedangkan pada negara berkembang proyeksi inflasi diperkirakan 9,5% dengan pertumbuhan ekonomi 3,9%. Dapat diketahui bahwa tingkat inflasi tergolong tinggi, untuk itu perlu waspada dan siaga untuk menghadapi ancaman resesi nanti. Kementerian Keuangan mengatakan tema APBN 2023 adalah optimis dan tetap waspada. Pemerintah harus optimis karena pemulihan ekonomi kuartal I dan II 2022 di atas 5%, inflasi masih tergolong sedang, dan pemulihan di sektor-sektor perekonomian cukup merata, namun perlu waspada. Perubahan yang terjadi pada era resesi global 2023 sangat berdampak signifikan dan membahayakan tatanan perekonomian global. Kondisi tersebut tidak akan selesai dalam waktu singkat, melainkan butuh proses yang panjang dan perlu perhatian serius oleh semua kalangan, terutama pemerintah.
ADVERTISEMENT
Jika langkah yang perlu dilakukan pemerintah Indonesia menjadikan APBN sebagai fundamental menghadapi resesi. Maka masyarakat juga perlu melakukan tindakan untuk menghadapi, yaitu:
1. Mempersiapkan dana darurat
Pertama, untuk menghadapi badai resesi pada tahun 2023 dengan mempersiapkan dana darurat. Jika sebelumnya sudah menerapkan ini, maka kita tinggal meningkatkan jumlahnya. Misal, semula menyimpan sekitar 15% dari pendapatan, maka kita bisa menambah menjadi 20% sampai 25% dari pendapatan. Jika lebih dari itu, akan lebih baik. Namun, perlu diingat harus disesuaikan dengan belanja atau pengeluaran yang ditanggung. Jadi, jika terjadi resesi, jumlah uang beredar menurun kita masih punya tabungan dan investasi. Sehingga perekonomian sedikit terbantu.
2. Membatasi Pengeluaran
ADVERTISEMENT
Kedua, langkah yang harus dilakukan untuk menghadapi resesi 2023 adalah membatasi belanja atau pengeluaran. Langkah ini masih berhubungan dengan langkah pertama. Mulai saat ini kita harus membiasakan hidup hemat dengan mengurangi pengeluaran atau belanja yang tidak diperlukan dengan membuat skala prioritas. Hal ini dilakukan agar mengetahui antara kebutuhan dan keinginan. Biasanya keinginan ini berkaitan dengan kebutuhan tersier yaitu kebutuhan yang tidak terlalu penting seperti keinginan akan barang mewah. Dengan membatasi pengeluaran, maka dapat mengalokasikan keuangan pada hal yang lebih penting dan mendesak. Selain itu, menghindari sifat konsumtif dalam jangka pendek atau jangka panjang.
3. Meningkatkan keterampilan
Ketiga, dampak negatif resesi salah satunya adalah PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) di berbagai perusahaan. Untuk itu, para pekerja pabrik maupun perusahaan harus menginvestasikan keterampilan dan keahlian yang dimiliki. Selain itu, juga dapat mengembangkan potensi sehingga dapat bermanfaat bagi masa depan. Keterampilan dan keahlian harus diasah terus-menerus agar dapat menghasilkan sumber pendapatan. Bisa dengan mengikuti kelas pelatihan yang diadakan non formal. Sebagai investasi, jika nanti para pekerja kehilangan pekerjaan saat terjadi PHK dari tempat kerja.
ADVERTISEMENT
4. Mempersiapkan pekerjaan sampingan
Keempat, resesi dapat mengganggu perekonomian setiap pribadi. Jika kita masih memiliki waktu luang, misalnya setelah pulang kerja di akhir pekan atau saat senggang tidak ada pekerjaan. Memanfaatkan waktu tersebut untuk mencari kerja sampingan di luar kerja yang dilakukan sehari-hari. Sehingga jika resesi yang telah diprediksi akan terjadi pada 2023, maka finansial kita tetap lancar.
Demikian adalah ulasan singkat mengenai kesiapan Indonesia menghadapi resesi tahun 2023. Kementerian Keuangan Republik Indonesia mengambil kebijakan dengan menjadikan APBN sebagai alat fundamental. Selain itu, masyarakat juga perlu bertindak siaga dengan menyimpan sebagian pendapatan.