Konten dari Pengguna

Menilik Gugatan Ganti Rugi Perdata atas Kasus Yang Telah Diputus Pidana

Dita Ariskha Putri
Mahasiswa Prodi Hukum Universitas Pamulang
12 Oktober 2024 16:50 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Dita Ariskha Putri tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi hukum berupa neraca dan palu hakim yang menggambarkan keadilan (Sumber: freepik.com)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi hukum berupa neraca dan palu hakim yang menggambarkan keadilan (Sumber: freepik.com)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pada dasarnya, seseorang yang telah dihukum melalui putusan pidana dapat dianggap telah menerima ganjaran atas perbuatan yang dilakukan. Masalahannya, tindak pidana yang dilakukan oleh pelaku mungkin saja menyebabkan kerugian bagi seseorang. Hal ini menimbulkan pertanyaan terkait dapat atau tidaknya pelaku digugat secara perdata.
ADVERTISEMENT
Faktanya, gugatan atas kasus yang telah diputus secara pidana ini pernah dilakukan oleh penggugat dalam Putusan Pengadilan Negeri Surabaya Nomor 158/Pdt.G/2020/PN.Sby. Dalam putusan tersebut diketahui bahwa Tergugat 1 merupakan badan hukum yang bergerak dibidang penjualan barang galian. Sehubung dengan hal itu, para tergugat lainnya beberapa kali menawarkan produk mereka berupa emas batangan kepada penggugat dengan harga diskon. Penggugat pun rela menggelontorkan dana sejumlah Rp 573.680.000.000,- demi membeli produk yang sedang diskon tersebut.
Seiring berjalannya waktu, ternyata produk yang diterima penggugat tidak sesuai dengan kesepakatan awal. Belakangan diketahui bahwa Tergugat 1 tidak pernah memberikan diskon emas batangan serta tidak pernah menerima uang sejumlah Rp 573.680.000.000,- dari penggugat. Karenanya, penggugat melaporkan para tergugat atas dugaan penipuan sehingga beberapa diantara mereka dijatuhi hukuman pidana.
ADVERTISEMENT
Kembali ke pembahasana awal, Majelis Hakim menyebutkan bahwa tuntutan penggugat beralasan hukum untuk dikabulkan karena penggugat telah dirugikan baik secara perdata maupun pidana. Oleh karena itu, penggugat berhak menerima ganti rugi dari para tergugat berupa penyerahan emas sejumlah kesepakatan atau uang dengan jumlah yang setara.
Ganti rugi dapat diartikan sebagai pemberian kompensasi kepada pihak yang dirugikan oleh pihak yang melakukan kesalahan sehingga menimbulkan kerugian tersebut. Dalam hukum perdata dikenal dua bentuk ganti rugi, yakni ganti rugi karena wanprestasi dan ganti rugi karena perbuatan melawan hukum.
Konsep ganti rugi dalam Hukum Perdata menghendaki siapa saja yang melakukan perbuatan melawan hukum untuk mengganti kerugian yang ditimbulkannya. Hal ini bermakna bahwa siapapun dapat mengajukan gugatan ganti rugi sepanjang memenuhi ketentuan Pasal 1365 KUH Perdata. Ketentuan tersebut antara lain adanya perbuatan melawan hukum, kesalahan, kerugian, serta hubungan kausalitas antara perbuatan dan kerugian.
ADVERTISEMENT
Perbuatan melawan hukum dalam hukum perdata dikenal dengan istilah Onrechtmatige daat. Perbuatan melawan hukum juga dikenal dalam hukum pidana, meski dengan istilah yang berbeda yakni Wederrechtelijk. Tidak terdapat pengertian yang baku mengenai kedua istilah tersebut baik dalam KUHP maupun KUH Perdata. Namun, secara umum seseorang dapat dianggap melakukan perbuatan melawan hukum jika perbuatannya bertentangan dengan undang-undang.
Adapun unsur perbuatan melawan hukum dalam hukum pidana diantaranya perbuatan yang melanggar undang-undang, perbuatan dilakukan diluar batas kewenangan, dan perbuatan melanggar asas umum hukum. Ada kalanya seseorang yang diduga memenuhi unsur tindak pidana juga memenuhi unsur perbuatan melawan hukum. Oleh karenanya, orang tersebut dapat dijatuhi dua macam sanksi secara bersamaan.
Kesimpulan yang dapat ditarik ialah bahwa adanya putusan pidana tidak menutup ruang adanya gugatan ganti rugi secara perdata terhadap pelaku di masa depan. Adanya putusan pidana justru dapat memperjelas unsur melawan hukum yang dilakukan oleh pelaku. Hal ini seharusnya menjadi pelajaran bagi kita bahwa proses peradilan pidana sepatutnya tidak hanya berfokus pada pelaku, namun juga korban. Hak korban pun hendaknya lebih diperhatikan agar proses peradilan berjalan adil bagi kedua belah pihak.
ADVERTISEMENT