Destructive Fishing: Bom Ikan, Berbahayakah?

Krisnawan Nindito
Pengawas Perikanan di Direktorat Jenderal PSDKP, KKP
Konten dari Pengguna
8 Maret 2021 12:22 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Krisnawan Nindito tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Mungkin bagi kebanyakan orang jarang mendengar istilah destructive fishing, tapi bagaimana dengan “bom ikan”, “racun ikan” dan “setrum ikan”. Ketiga istilah tersebut yang sering beredar di telinga masyarakat kita, yang merupakan bagian dari kegiatan destructive fishing. Pada dasarnya praktik destructive fishing sendiri adalah kegiatan penangkapan ikan menggunakan alat tangkap atau alat bantu penangkapan ikan yang merusak sumberdaya kelautan dan perikanan.
ADVERTISEMENT
Di akhir tahun 2019 lalu, tepatnya di bulan Desember 2019, Direktorat Jenderal PSDKP melalui Satwas SDKP Flores Timur menangani 3 (tiga) kasus tindak pidana perikanan pengeboman ikan. Pelaku-pelaku bom ikan tersebut dijerat dengan pasal 86 Ayat (1) Jo. Pasal 12 Ayat (1), atau Pasal 84 Ayat (2) Jo. Pasal 8 Ayat (2) Subsidair Pasal 84 Ayat (1) Jo. Pasal 8 Ayat (1) Undang-undang No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-undang No. 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-undang No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan.
Saat ini ketiga kasus tersebut sudah mendapat putusan pengadilan (status incraht) dengan putusan barang bukti dirampas dan para pelaku dipidana penjara selama 8 (delapan) bulan s.d 1 (satu) tahun 3 (tiga) bulan. Apa hasil putusan sudah membuat jera para pelaku bom ikan? Tulisan ini tidak ingin menjawab pertanyaan tersebut.
Suasana Sidang Kasus TPP Pengeboman Ikan di Kab. Flores Timur. Sumber : Satwas SDKP Flores Timur
Apa dampak buruk dari kegiatan pengeboman ikan ?
ADVERTISEMENT
Memang penangkapan ikan dengan bom ikan memberikan keuntungan bagi para pelakunya, hasil tangkapan yang banyak dengan cara yang terbilang cepat dan mudah membuat para pelaku tergiur untuk melakukannya. Menurut salah satu pelaku pengeboman ikan, hasil ikan yang didapat setiap kali melakukan aksinya bisa mencapai lebih dari 1000 (seribu) Kg. Namun dibalik itu semua terdapat dampak buruk yang ditimbulkan. Setidaknya ada tiga alasan mengapa destructive fishing ini (pengeboman ikan) dilarang untuk dilakukan.
Pertama, merusak terumbu karang dan habitat ikan. Menurut Adi N.T Langga, S.Pi, M.Si, M.Sc, seorang ahli bidang kelautan dan perikanan, yang merupakan saksi ahli di kasus TPP Bom Ikan, menyatakan bom ikan dapat membuat kematian massal pada Algae bersel satu (Zooxanthellae) yang hidup dalam jaringan tubuh karang. Algae ini bersimbiosis dengan Hewan pembentuk terumbu karang (Kelas Anthozoa) sebagai penghasil utama oksigen dan nutrisi (Glyserol, Glukosa dan Asam Amino) melalui proses fotosintesis.
ADVERTISEMENT
Menurutnya, terumbu karang yang rusak akibat terkena bahan peledak dapat kembali pulih namun memerlukan waktu yang relatif lama (sampai puluhan tahun). Dalam kondisi perairan yang baik, pembentukan 1 (satu) cm terumbu karang memerlukan waktu kurang lebih 1 (satu) tahun, sehingga untuk mencapai 100 cm terumbu karang dibutuhkan kurang lebih 100 tahun (1 abad).
Adi Langga lebih lanjut menyatakan efek dari bom ikan ini mampu mengganggu keseimbangan ekologi di mana dapat mengganggu rantai makanan di laut. Kerusakan terumbu karang mengakibatkan terjadinya pengurangan populasi biota (hewan dan tumbuhan kecil) penghuni terumbu karang sehingga akan mempengaruhi populasi predator. Hal ini dapat mengakibatkan kepunahan organisme secara perlahan ataupun secara massal sehingga berpengaruh pada keanekaragaman perairan.
ADVERTISEMENT
Kedua, Penangkapan ikan dengan bom dapat mengakibatkan kematian ikan berbagai jenis dan ukuran. Penangkapan ikan dengan bom/bahan peledak biasanya dilakukan pada saat ikan bergerombol. Para pelaku pengeboman ikan akan mencari lokasi yang tepat sebelum melemparkan bahan peledak ke perairan. Akibatnya ikan yang mengalami kematian secara massal mulai dari ukuran kecil (juvenile/benih) sampai ukuran paling besar (induk).
Ikan Hasil Tangkapan dengan Bom Ikan. Sumber: Satwas SDKP Flores Timur
Ketiga, penangkapan ikan dengan bom ikan/bahan peledak dapat mengancam keselamatan jiwa. Penangkapan ikan dengan cara ini dapat membahayakan keselamatan bagi para pelaku maupun orang lain. Para pelaku pengeboman ikan sering menjadi korban akibat ulahnya sendiri. Tidak sedikit yang menjadi cacat seumur hidup (tangan putus) karena bom ikan yang meledak sebelum dilemparkan. Bahkan bisa memakan korban jiwa jika ada orang di sekitar lokasi pengeboman.
ADVERTISEMENT
Apa yang bisa dilakukan?
Dampak buruk yang diakibatkan oleh kegiatan pengeboman ikan sangat berbahaya sehingga semua pihak baik pemerintah maupun masyarakat harus mempunyai kesadaran untuk mencegah dan menindak tegas para pelaku pengeboman ikan. Melihat begitu luasnya wilayah perairan Indonesia, para penegak hukum tidak mampu bekerja sendirian dalam melakukan pengawasan, sehingga perlu keterlibatan masyarakat.
Penguatan pengawasan di sektor kelautan perlu ditingkatkan, baik itu TNI AL, Polair, PSDKP maupun pemerintah daerah. Mereka harus mempunyai misi yang sama untuk melakukan pencegahan dan penindakan bagi pelaku kegiatan destructive fishing. Kolaborasi antar penegak hukum dalam rangka patroli bersama dapat meningkatkan keefektifan pengawasan dari sisi personel (SDM) dan sarana prasarana pengawasan.
Keterlibatan masyarakat nelayan menjadi sangat penting. Masyarakat nelayan menjadi pelaku utama pemanfaatan sumber daya kelautan dan perikanan harus secara aktif memberikan informasi kepada penegak hukum jika terjadi pelanggaran di laut. Masyarakat nelayan bisa ikut serta secara aktif dalam kelembagaan Kelompok Masyarakat Pengawas (POKMASWAS). Kelembagaan masyarakat semacam ini mempunyai kedudukan penting dalam rangka menjaga keberlanjutan sumberdaya kelautan dan perikanan.
ADVERTISEMENT
Peningkatan kesadaran masyarakat terhadap pemanfaatan sumber daya kelautan dan perikanan yang berkelanjutan harus dilakukan. Kesadaran akan pentingnya menjaga keberlanjutan sumberdaya kelautan dan perikanan dengan cara menangkap ikan dengan alat tangkap yang ramah lingkungan. Pembinaan kesadaran masyarakat dalam hal ini bisa dilakukan dengan cara melalui gerakan sosial di masyarakat (seperti Gerakan Jaga Pantai), melalui sosialisasi di kelompok masyarakat nelayan, juga melalui pendidikan di sekolah (pembinaan sejak dini).