Konten dari Pengguna

Kedudukan BUMN dalam Perspektif Hukum Kepailitan di Indonesia (1)

Djamal Thalib
- Dosen FH UNPAR, Bandung. - Advokat - Anggota Dewan Pengawas Asosiasi Pengajar Hak Kekayaan Intelektual, Indonesia (APHKI)
18 Juli 2024 6:47 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Djamal Thalib tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi mengajukan gugatan hukum. Foto: Proxima Studio/Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi mengajukan gugatan hukum. Foto: Proxima Studio/Shutterstock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Sebagai Bangsa Indonesia pasti sudah memahami betul falsafah Pancasila yang kemudian dirumuskan ke dalam Undang Undang Dasar 1945 sebagai landasan hukum negara.
ADVERTISEMENT
Kemudian untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap Bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Maka, disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/ Perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Di dalam perjalanannya, Indonesia pernah mengalami gejolak moneter sejak pertengahan tahun 1997 yang pernah memberi dampak tidak menguntungkan terhadap kehidupan perekonomian nasional, dan menimbulkan kesulitan yang besar di kalangan dunia usaha untuk meneruskan usahanya termasuk kewajiban kepada partner bisnis yang menjadi kreditornya, sehingga memerlukan suatu instrumen hukum yang dapat dijadikan landasan untuk menyelesaikan permasalahan utang-piutang.
ADVERTISEMENT
Dengan adanya keadaan dan kebutuhan yang sangat mendesak seperti itu, serta guna menyelesaikan permasalah tersebut pemerintah merasa perlu melakukan penyempurnaan undang-undang tentang Kepailitan (Staatsblad Tahun 1905 Nomor 217 juncto Staatsblad Tahun 1906 Nomor 348), dengan menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang (PERPU No. 1 Tahun 1998) tentang Perubahan Atas Undang-Undang Tentang Kepailitan.
PERPU Nomor 1 Tahun 1998 ini lahir atas dasar KETETAPAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT Nomor IV/MPR/1999 TAHUN 1999 TENTANG GARIS-GARIS BESAR HALUAN NEGARA TAHUN 1999 – 2004 (TAP MPR No.IV Tahun 1999) yang konsiderannya menyebutkan (dalam Menimbang):
Bahwa krisis multi dimensi yang melanda bangsa Indonesia saat ini, perlu segera diatasi melalui reformasi di segala bidang, sehingga memungkinkan bangsa Indonesia bangkit kembali dan memperkukuh kepercayaan diri atas kemampuannya.
ADVERTISEMENT
Sebagaimana diketahui bersama, pelaku usaha di Indonesia itu tidak saja pelaku usaha perorangan melainkan ada korporasi yang berbadan hukum, korporasi yang merupakan perusahaan multi nasional dan ada pula Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Di dalam kegiatan usaha, persoalan untung dan rugi itu merupakan sebuah keniscayaan. Artinya suatu saat mengalami keuntungan dan di keadaan yang lain boleh jadi mengalami kerugian. Itu semua bergantung dari tata kelola/manajemen perusahaan, kinerja operasional dan masalah keuangan. Sehingga dengan lahirnya PERPU No.1 Tahun 1998, dan setelah mengalami beberapa kali perubahan yang terakhir melalui Undang Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UU K & PKPU No. 37 Tahun 2004).
Ilustrasi gedung Kementerian BUMN. Foto: Abdurrohim Husain/Shutterstock
Bila ada pelaku usaha mengalami keadaan tersebut, baik perseorangan maupun badan hukum, termasuk BUMN, maka upaya yang dapat dilakukan adalah menempuh upaya hukum menggunakan instrumen sebagaimana diatur di dalam (UU K & PKPU) di mana sebelum adanya UU K & PKPU diajukan dengan menggunakan prosedur seperti gugatan wanprestasi di peradilan umum, perbuatan melawan hukum (litigasi), atau bentuk upaya hukum lainnya.
ADVERTISEMENT
Dengan membaca lahirnya PERPU No.1 Tahun 1998 yang dilatarbelakangi adanya gejolak moneter yang terjadi di Indonesia sejak pertengahan 1997, yang memberi pengaruh yang tidak menguntungkan terhadap kehidupan perekonomian nasional, serta menimbulkan kesulitan yang besar di kalangan dunia usaha untuk meneruskan kegiatan usahanya, termasuk dalam memenuhi kewajiban kepada kreditor, oleh karena itu dengan memahami PERPU No.1 Tahun 1998 (setelah mengalami perubahan) dan yang terakhir melalui UU K & PKPU No. 37 Tahun 2004, dalam Penjelasan Umum paragraf pertama disebutkan:
Sehingga dengan lahirnya UU K & PKPU diharapkan dapat memberikan solusi atas adanya gejolak moneter yang terjadi.
Setelah mempelajari latar belakang lahirnya UU K & PKPU No. 37 Tahun 2004 dan dengan memperhatikan sejarah lahirnya serta tujuan dibentuknya negara Indonesia yang di dalam Undang-Undang Dasar 1945 dirumuskan memiliki tujuan “membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa,............ dan seterusnya.”
ADVERTISEMENT
penulis merasa perlu melakukan penelitian tentang kedudukan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dalam perspektif hukum kepailitan di Indonesia. Untuk hal tersebut perlu terlebih dahulu memahami latar belakang dan tujuan dibentuknya BUMN (lihat Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara) angka I, dikatakan:
Ilustrasi undang-undang. Foto: Getty Images
Dengan demikian lahirnya BUMN harus dipahami dengan menggunakan kacamata Pasal 33 UUD ’45 yang berbunyi:
(1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.
(2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.
(3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
ADVERTISEMENT
(4) Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang-undang.
Secara sadar penulis memahami UUD ’45 itu disusun pada tahun 1945, namun demikian penulis menganggap ‘roh’ yang ada pada UUD ’45 hingga kini sungguh masih relevan untuk diikuti, setidaknya untuk bangsa Indonesia sebagai bangsa yang beradab dibanding sistem-sistem perekonomian yang lain.
Bangsa Indonesia pernah mengalami kondisi dimasuki paham komunisme yang membuat sejarah kelam bangsa Indonesia dan hingga kini belum tuntas penyelesaiannya. Dalam pandangan lain bangsa Indonesia, sadar atau tidak, mulai memasuki sistem ekonomi liberal yang kapitalis.
ADVERTISEMENT
Seorang penulis bernama Susan George dalam bukunya yang berjudul “Republik Pasar bebas,” yang dikutip oleh Sri-Edi Swasono, dalam Makalahnya berjudul Sistem Ekonomi Konstitusi, MENEROBOS BLOKADE AKADEMIS-LIBERALISTIS – 2017.
Mengatakan:
Bagi kita mengabaikan ekonomi rakyat dan deindustrialisasi sekedar demi WTO adalah kelengahan kultural dan akademis yang sangat parah.
ADVERTISEMENT
Lebih dari itu Susan George menggambarkan pula bengisnya neo liberalisme di Amerika Serikat, apalagi terhadap negara-negara berkembang, melalui korporasi-korporasi dan lembaga-lembaga internasional pendukungnya. Republik Pasar Bebas: Menjual Kekuasaan Negara, Demokrasi dan Civil Society kepada Kapitalisme Global, terjemahan (Jakarta: INFID/Bina Rena Pariwara, 2002), hlm.75-101.