Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.99.1
3 Ramadhan 1446 HSenin, 03 Maret 2025
Jakarta
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Konten dari Pengguna
Tentang Danantara
2 Maret 2025 13:00 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Djamal Thalib tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Danantara adalah kependekan dari Daya Anagata Nusantara menjadi perhatian dan kekhawatiran banyak orang. Sebagai dosen pengampu mata kuliah kepailitan, saya juga ada kekhawatiran yang sangat mengenai nasib Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ke depan (terinformasi beberapa bank pelat merah akan dilebur menjadi satu). Betapa tidak? Tatkala likuiditasnya Bank tidak baik akan membuka peluang diajukan Permohonan Penundaan Kewajiban Utang (PKPU) dan bila ternyata tidak menyelesaikan kewajiban, tentu berakibat jatuh Pailit, lebih jauh, seluruh aset Bank BUMN disita untuk dilelang dalam rangka menyelesaikan utang-utangnya ke para kreditornya (bersasarkan Undang-Undang/UU. KEPAILITAN dan PKPU). Padahal menurut hemat saya aset negara itu tidak boleh disita berdasarkan Pasal 50 Undang-Undang Perbendaharaan Negara (UU Nomor 1 Tahun 2004).
ADVERTISEMENT
Sebenarnya dengan membaca Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2025 tentang Perubahan ketiga atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (UU BUMN yang baru), Pasal 70 mengatakan ".... Dewan Komisaris dan Dewan Pengawas wajib membentuk Komite Audit.... dan seterusnya.” Terlepas dari itu semua, saya tetap punya kekhawatiran yang besar.
Di dalam Konsideran UU BUMN yang baru (huruf a) disebutkan "bahwa dalam rangka menjaga kedaulatan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan ekonomi nasional, cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat sehingga negara bertanggung jawab untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat melalui Badan Usaha Milik Negara sebagai kepanjangan tangan dari negara.
ADVERTISEMENT
Konsideran Pasal 33 ayat (2) Undang Undang Dasar 1945 (UUD ’45), di mana berbunyi: “Cabang cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.” UU BUMN yang baru tidak menyatakan secara tegas. Hanya saja di dalam Pasal 1 angka 23 menyebutkan
“Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara yang selanjutnya disebut Badan adalah badan yang melaksanakan tugas pemerintah di bidang pengelolaan BUMN sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.” (Padahal kata BUMN jelas kependekan dari Badan Usaha Milik Negara). Sependek pemahaman saya Badan Usaha itu jelas melaksanakan kegiatan usaha.
Sementara Pasal 1 angka 24 menyebutkan “Perusahaan Induk investasi yang selanjutnya disebut Holding Investasi adalah BUMN Perusahaan Induk Investasi yang selanjutnya disebut Holding Investasi adalah BUMN yang seluruh modalnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia dan Badan yang mempunyai tugas untuk melakukan pengelolaan dividen dan/atau pemberdayaan Aset BUMN serta tugas lain yang ditetapkan oleh Menteri dan/atau Badan.”
ADVERTISEMENT
Dengan demikian BUMN ini sesungguhnya entitas B (business) atau G (government)? Perlu diingat, di negara-negara kapitalis, sependek pemahaman saya, negara tidak ikut campur dalam bisnis (watch dog, kata orang). Artinya dana yang digunakan seluruhnya dana korporasi (Badan Usaha). Sedangkan Indonesia berbeda, ada pasal 33 ayat 2 UUD '45 di mana negara wajib menjamin kesejahteraan masyarakat.
Maka kalaulah negara mau menyisihkan dananya untuk ikut berbisnis, sekalipun ada Pasal 33 ayat 5 2 UUD '45 yang menyatakan "Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang-undang." Menurut hemat saya tetap tidak boleh bertentangan dengan Pasal 33 ayat 2. Perlu diingat bahwa dana yang akan diinvestasikan itu adalah dana masyarakat (sepenuhnya berasal dari APBN yang dipisahkan), harus dikembalikan dan dipertanggungjawabkan kepada masyarakat (lihat sejarah lahirnya UU BUMN No.19 tahun 2003 di dalam penjelasan).
ADVERTISEMENT
Oleh karenanya (pendapat saya) apabila dana tersebut digunakan untuk investasi, maka pengelolaannya bila menimbulkan kerugian, harus dibaca merugikan keuangan negara dengan kata lain korupsi. Di sini Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Badan Pemeriksa Keuangan BPK), dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) bisa masuk.
Memang di sini membingungkan. Bukankah dalam kegiatan bisnis itu tidak selalu untung, bisa rugi. Nah, pada posisi rugi ini, tidak kah akan ditafsirkan menjadi merugikan negara?