Kasus BLBI: Tommy Soeharto dan Kawan-kawan Tidak Bisa Dituntut Pidana

DNT LAWYERS
DNT is an Indonesian commercial litigation law firm, presenting a varied worldwide legal service to all business level all around the country.
Konten dari Pengguna
28 Agustus 2021 9:07 WIB
·
waktu baca 3 menit
Tulisan dari DNT LAWYERS tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ketua Umum Partai Berkarya, Hutomo Mandala Putra atau yang dikenal Tommy Soeharto. Foto: AFP PHOTOS / ADEK BERRY
zoom-in-whitePerbesar
Ketua Umum Partai Berkarya, Hutomo Mandala Putra atau yang dikenal Tommy Soeharto. Foto: AFP PHOTOS / ADEK BERRY
ADVERTISEMENT
Pemerintah membentuk Satuan Tugas Penanganan Hak Tagih Negara Dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia alias Satgas BLBI berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia (Keppres) Nomor 6 Tahun 2021. Satgas ini bertujuan untuk dapat menyelesaikan hak tagih atas dana BLBI yang berasal dari krisis perbankan pada tahun 1997/1998. Terdapat 48 Obligor dan Debitur, termasuk di dalamnya Hutomo Mandala Putra alias Tommy Soeharto, dengan total jumlah utang sebesar Rp 110,4 Triliun.
ADVERTISEMENT
Sebelumnya tersebar surat undangan Satgas BLBI kepada Tommy Soeharto dan kawan-kawan untuk datang ke Kementerian Keuangan pada Kamis 26 Agustus 2021 pukul 15.00 WIB. Undangan itu juga telah dikonfirmasi kebenarannya oleh Pemerintah termasuk Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Menteri Koordinator Bidang Hukum dan HAM Mahfud MD.
Mahfud MD dalam keterangannya menyebutkan telah berbicara dengan penegak hukum, baik KPK, Kapolri, dan Jasa Agung, sekaligus memberikan ultimatum kepada para Obligor dan Debitur untuk koperatif, jika mangkir dan tidak mengakui, maka masalah utang ini akan diproses secara pidana.
Menurut Mahfud MD, “Jika mangkir maka obligor sudah memenuhi unsur pidana korupsi, yaitu memperkaya diri sendiri atau orang lain, atau korporasi, merugikan keuangan negara, dan dilakukan dengan melanggar hukum. Tidak kooperatif dan mangkir dimaknai sebagai melanggar hukum”
ADVERTISEMENT
Lantas apakah Tommy dan kawan-kawan bisa lepas dari jeratan pidana?
Penulis tidak tahu persis bagaimana proses hingga akhirnya pada tahun 1997/1998 pemerintah mengucurkan dana BLBI. Namun dari keterangan yang ada, yang terjadi saat itu adalah hubungan utang-piutang. Sesuai dengan Yurisprudensi Putusan Mahkamah Agung Nomor: 93K/Kr/1969 tertanggal 11 Maret 1970, sengketa utang-piutang adalah merupakan sengketa perdata sehingga tidak bisa dipidanakan.
Selain itu, jika nantinya Satgas BLBI menemukan adanya dugaan tindak pidana, khususnya pasal mengenai kerugian negara dalam UU Tipikor sebagaimana telah disampaikan Pemerintah, maka perlu diperhatikan adanya daluwarsa dalam penuntutan tindak pidana sebagaimana diatur pada Pasal 78 KUHP. Daluwarsa secara umum adalah lewatnya waktu yang menjadi sebab gugurnya atau hapusnya hak untuk menuntut atau melaksanakan hukuman terhadap seseorang yang melakukan tindak pidana.
ADVERTISEMENT
Mengacu pada Pasal mengenai kerugian negara dalam UU Tipikor baik yang berlaku saat ini (UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001), maupun UU Tipikor sebelumnya yang telah dicabut (UU No. 3 Tahun 1971), ancaman pidana pada pasal tersebut adalah pidana penjara paling lama 20 tahun atau pidana penjara seumur hidup. Merujuk pada Pasal 78 KUHP disebutan sebagai berikut:
4.“Mengenai kejahatan yang diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, jangka waktu daluwarsanya 18 (delapan belas) tahun”.
Dengan demikian, suatu perbuatan yang diancam dengan pidana penjara seumur hidup maka daluwarsa penuntutan adalah 18 Tahun yang dihitung sejak keesokan harinya atau pada hari sesudah tindak pidana terjadi. Artinya, jika misalnya tempus (waktu) tindak pidana BLBI terjadi pada tahun 1998, maka tindak pidana tersebut sudah tidak bisa lagi dituntut tahun ini karena sudah lewat 23 tahun sejak tindak pidana itu terjadi dan sudah lewat dari 18 tahun sejak tindak pidana terjadi.
ADVERTISEMENT
Perlu jadi catatan juga bahwa sebelumnya kasus BLBI sudah pernah di proses secara pidana pada kasus tindak pidana korupsi Syafruddin Arsyad Temenggung (mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Negara (BPPN). Pada kasus tersebut, MA berdasarkan putusan kasasi No.1555 K/Pid.Sus/2019 memutuskan Syafruddin lepas dari tuntutan lantaran perbuatannya bukan sebagai pidana.
-----------------------------------------------------------------------
Artikel hukum ini ditulis oleh Pahrur Dalimunthe, Managing Partner Firma Hukum DNT Lawyers. Bila anda ingin berkonsultasi lebih lanjut terkait persoalan hukum atau diskusi menarik terkait hukum, segera hubungi kami di (021) 6329-683 atau email: [email protected] atau datang ke kantor kami di Dalimunthe & Tampubolon Lawyers. www.dntlawyers.com