Konten dari Pengguna

Diplomat vs Pedagang Orang di Meja Hijau

Dody Harendro
PNS Kemlu RI Interisti
23 Agustus 2018 21:31 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:06 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Dody Harendro tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Upaya melindungi WNI di luar negeri tidak berhenti pada korban, tapi lanjut memburu pelakunya. Diplomat biasa bernegosiasi, tapi bersaksi dengan serbuan pertanyaan para hakim, membuat semak hati. Namun, demi memberantas kejahatan perdagangan orang, kami tidak takut.
Diplomat vs Pedagang Orang di Meja Hijau
zoom-in-whitePerbesar
Cuaca hari itu panas dan gedung Pengadilan Tinggi Jakarta Pusat pun ramai, namun ruang sidang terasa begitu dingin. Tersangka duduk di barisan kursi depan sebelah kiri sangat dekat dengan para saksi di kanan, tidak lagi diborgol dengan polisi penjaga. Keluarga tersangka pun memberikan berbagai jenis gangguan dari barisan kursi belakang.
ADVERTISEMENT
Perdagangan Orang adalah kejahatan kemanusiaan, tidak ada pembenarannya sama sekali. Pelaku dapat menerima hingga sepuluh ribu dolar Amerika Serikat per kepala dan tidak peduli sama sekali terhadap siapapun yang dijualnya.
Tersangka ini telah menjual puluhan orang ke Timur Tengah dan tertangkap di rumahnya pada saat menyiapkan sepuluh paspor calon korban berikutnya. Dalihnya adalah sekedar membantu saudara, tetangga atau kenalan untuk memperbaiki taraf hidup. Namun gaya hidup dan perangainya jauh sekali seseorang yang senang menolong dan berhati mulia.
Sejak pemerintahan kabinet kerja, Kemlu telah memulangkan WNI, baik karena permasalahan imigrasi, korban TPPO maupun alasan-alasan tertentu. Selain itu, kasus WNI juga berhasil diselesaikan dengan memulihkan sekitar kepada yang berhak. Meningkatnya rasa kepedulian merupakan salah satu faktor peningkatan trend penyelesaian masalah WNI di luar negeri.
ADVERTISEMENT
"Semakin rentan WNI di luar negeri, semakin kuat mesin diplomasi untuk melindunginya", adalah pesan yang sering diulang oleh Menlu Retno. Atas arahan inilah diplomat Indonesia di berbagai penjuru dunia tidak pasif dalam memburu para pedagang orang. Kekhawatiran akan efek samping atau tindakan balasan dari para criminal yang tentunya tidak sendiri dalam melakukan kejahatan, sirna ketika melihat korban tergolek lemah, babak belur, bahkan meregang nyawa di berbagai shelter perlindungan di luar negeri.
Sebagai diplomat muda pada penugasan pertama di Mesir, mendapat tugas dari Duta Besar untuk memenuhi panggilan pengadilan di tanah air adalah kehormatan sekaligus ketakutan tersendiri. Keberhasilan untuk meyakinkan para korban untuk bersaksi tidak dapat disia-siakan untuk menjerat pelaku yang telah bertahun-tahun seakan-akan nyaman melakukan tindak kejahatannya, menjadi motivasi utama mengalahkan berbagai kekhawatiran.
ADVERTISEMENT
“Apakah anda mengenal tersangka?”, “Benarkah tersangka memberangkatkan dan menampung para korban di Mesir?”, “Benarkah tersangka menahan paspor para korban?”, “Bagaimana keadaan para korban setelah dipekerjakan di Mesir?”, dan berbagai cecaran pertanyaan lain dihujani hakim. Pada hari itu saksi lain yang juga dipanggil adalah penyidik Bareskrim dan operator penerbangan.
Di tengah teror seperti bantahan, sorakan maupun tangisan dari pihak tersangka dan keluarganya, tatapan menenangkan Jaksa Penuntut Umum sangat membantu para saksi, termasuk diplomat muda yang sedang diuji nyalinya tersebut.
Dua bulan setelah sesi persidangan tersebut, didapatkan kabar bahwa pengadilan telah memutus 4 tahun penjara bagi tersangka tersebut. Tuntutan TPPO nampaknya sulit dibuktikan dengan locus delicti di luar negeri dan kesaksian para korban yang tidak memenuhi berbagai unsur pidana perdagangan orang, namun tersangka terjerat UU Penempatan TKI Non-Prosedural.
ADVERTISEMENT
Walaupun demikian, keputusan ini menjadi shock therapy bagi para pelaku WNI lainnya yang masih belum terjerat, bahwa kali ini kejahatan tidak akan dibiarkan begitu saja. Baik imigrasi, kepolisian, aparat desa, maupun perwakilan RI di luar negeri saat ini gencar memburu pelaku TPPO dimanapun berada.
Tidak hanya di luar negeri, menjadi saksi dalam penuntutan kasus serupa di Mesir pun tidak kalah menakutkan. Perbedaan budaya sempat membuat shock beberapa saksi asal Indonesia, ketika penyidik kejaksaan mengeluarkan pistolnya, meletakkan di atas meja dan menaikkan salah satu kakinya di atas lutut.
Lagi-lagi, semangat untuk menghentikan tindak kejahatan dan perasaan ingin melindungi saksi lain yang berada dalam posisi lebih lemah justru menebalkan nyali untuk menjawab dan membantu menjawab pertanyaan sang penyidik.
ADVERTISEMENT
Menghadirkan negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman pada seluruh warga negara tidak hanya jargon, tetapi telah menjadi prinsip dasar perlindungan WNI di luar negeri.